MISSION

15.8K 1.2K 62
                                    

Paundra mengecup dahi Radisti sekilas saat istrinya yang sedang tertidur itu tanpa sadar menjatuhkan diri ke arahnya. Laki-laki itu mengatur posisi kepala Radisti agar nyaman di bahunya. Ia dapat mencium wangi yang menguar dari rambut istrinya yang dicepol asal-asalan. Ada perasaan hangat yang nyaman Paundra rasakan setiap berdekatan dengan Radisti.

"ACnya tolong kecilin, Pak," pinta Paundra kepada supirnya. Ia tentunya tak ingin Radistinya sampai masuk angin. Tangannya mengusap bahu Radisti penuh kasih. Ah, bagaimana bisa ia marah terhadap istrinya...? Mungkin ia saja yang terlalu sensitif atas kata-kata Radisti kemarin.

Paundra menghela napas panjang, seolah ada hal berat yang mengelayuti pikirannya, seolah ia akan mengambil keputusan yang sangat berat...tatapannya tertuju pada jemarinya yang bertautan dengan jari Radisti...

***

Suara dering handphone membangunkan Radisti. Ia membuka mata, mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mengembalikan kesadarannya. Matahari bersinar cerah, sinarnya masuk melalui horden yang tersingkap. Radisti mendapati dirinya berbaring di tempat tidur dengan Paundra bergelung di dekatnya.

Bunyi handphone terdengar lagi, membuat ia sadar mungkin ada yang penting sehingga handphone itu terus berdering. Ia melirik jam di atas nakas dan langsung tersentak.

"Ah sudah siang," gumam Radisti.

Radisti menyibakkan selimut dari tubuhnya lalu berencana untuk bangkit. Ia merenggangkan tubuhnya sedikit, menggerakkannya ke kanan dan ke kiri. Ia sebenarnya enggan meninggalkan Paundra, namun ia harus segera bangun...ada beberapa pekerjaan yang ia harus selesaikan sebelum ia ke Prancis. Paundra menghentikan gerakan Radisti dengan menarik perempuan itu kembali ke tempat tidur mereka. Kembali ke pelukan suaminya.

"Mau kemana?" tanya Paundra sambil menyurukkan hidungnya ke leher Radisti. Tangan laki-laki itu mendarat di perut Radisti, memeluknya.

Detak jantung Radisti melonjak. Entah kenapa, perasaan itu semakin kuat setiap ia berdekatan dengan suaminya..."Aku mau angkat telepon lalu ada beberapa pekerjaan yang aku harus selesaikan," erang Radisti.

"Nanti aja, aku masih mau leyeh-leyeh sama kamu," suara Paundra parau membujuk.

"Ta-tapi," Radisti menatap wajah Paundra ragu. Ada dua laporan yang belum ia kirimkan kepada PA-nya...ia harus menyelesaikannya pagi ini.

"Dis, aku yakin nanti kamu bisa selesaikan itu semua," Paundra mendekap Radisti. "untuk sekarang, aku hanya ingin menikmati waktu dengan istriku tanpa gangguan,"

Paundra menyeringai jail. Tubuhnya bergerak melewati tubuh istrinya, sehingga setengahnya berada di atas Radisti. Ia meraih handphone di atas nakas, lalu mematikannya satu persatu.

"Kak!!!" Mata Radisti membulat protes.

Paudra berguling kembali ke sisinya, menarik Radisti ke dalam pelukan. Seluruh tubuhnya menegang karena kerinduan. Wajar, mereka sangat jarang menghabiskan waktu bersama. Dan untuk kali ini Paundra tak ingin lagi waktu bersama Radistinya terganggu. Ia ingin berdua saja dengan Radisti di tempat tidur mereka tanpa gangguan dari siapa pun.
"Nggak usah mikirin kerjaan dulu, sekarang hanya ada kamu sama aku," kata Paundra.

Pipi Radiati memerah karena tersipu mendengar kalimat yang keluar dari bibir suaminya. Membuat ia tergoda untuk segera mengabulkannya. "Kerjaan aku banyak, kak..."keluh Radisti pelan.

Paundra tersenyum, memeluk Radisti dengan satu tangannya. "Sekali-kali nggak taat deadline nggak papa," ujar Paundra enteng.

Radisti cemberut. "Kamu bisa ngomong gitu, aku dari kemarin diteleponin terus sama PA," perempuan itu menaruh kepalanya di dada suaminya. "Aku pusing,"

The Mahesa'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang