Suprise

6.6K 861 214
                                    

Paundra membuka mata perlahan saat sinar matahari menerobos masuk jendela kamar melalui gorden yang tersingkap. Bergumam tak jelas, pria tampan itu meraih jam weker yang berada di atas nakas. Jam 10 pagi dan ia merasa tidurnya sangat nyenyak. Tak merasa harus bangun lebih cepat, Paundra kembali bergelung ke dalam selimut biru mudanya yang hangat.

Di London, Paundra tinggal dalam sebuah apartemen berukuran 70 meter yang terdiri dari kamar tidur, dapur dan ruang tamu. Desain yang minimalis dengan tembok berwarna putih dan lantai kayu cokelat membuat apartemen itu sangat nyaman. Paundra tak membawa banyak barang saat pindah, ia beruntung mendapatkan apartemen yang lengkap dengan isinya. Ia cukup datang membawa badan dan semua sudah tersedia.

Selayaknya seorang pria dewasa, Paundra berpikir sangat praktis. Ia hanya membawa pakaian seperlunya, laptop, beberapa buku, sepatu, keperluan pribadi dan tentu saja foto dirinya dan Radisti dalam pigura.

Paundra meletakkan tiga pigura kecil berwarna di atas meja yang terletak di sudut kamarnya. Meja tempatnya mengerjakan tugas atau sekadar duduk menikmati pemandangan di luar jendela. Ia sengaja meletakkan foto Radisti di tempat yang mudah ia lihat, agar ia selalu teringat akan istri tercinta di tanah air.

Paundra kembali menguap. Entah kenapa, ia merasa sangat malas membuka mata. Padahal biasanya ia sudah terbangun di pagi hari lalu melakukan aktivitas rutinnya yaitu lari. Toh ia tahu bahwa hari ini adalah hari Sabtu dan ia tidak ada agenda apa pun. Adalah hal yang wajar ia ingin menikmati kesendiriannya di balik selimut sambil menghirup aroma vanilla yang menyenangkan. Wait...vanilla? kopi? Radisti? Paundra terhenyak dan segera beranjak dari tempat tidur. Agak tergesa ia keluar dari kamar dan menemukan dapurnya kosong. Namun aroma kopi yang wangi itu membawa tatapan matanya ke arah ruang tamu dan menemukan sosok Mario dan Abi yang sedang duduk santai di lantai kayu sambil menghadap berkas-berkas di atas meja.

"Morning, Chief..." sapa Mario ramah. Mantan asistennya di Kementerian Luar Negeri itu nampak santai dengan kaus putih dan celana jeans birunya.

"Hai Chief," Abi mengangkat wajah dari balik mac booknya dan tersenyum hangat. "Kopi?" tanya Abi sambil mengangkat cangkir hitamnya.

"Mmm...ntar aja..." jawab Paundra. Tatapan matanya mencari-cari, berharap menemukan sosok istri tercintanya, Radisti.

"Kakak? Mau aku buatin sandwich?" suara lembut nan familiar itu membuat Paundra menoleh.

Radistinya berdiri di depan pintu kamar mandi dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Cantik seperti biasa, rambut ikal digelung ke atas dengan anak rambut berantakan, kaus hitam longgar dengan celana training panjang.
Radisti bergerak menuju dapur mungil apartemen lalu membuka kulkas.

"Omelete?" tanya Radisti lagi.

Paundra mengerjapkan mata. Ini nyata...Radistinya benar-benar ada disini.

"Chief...mau makan apa? Disti udah nanya tuh," celetuk Abi menggoda. Ia bisa melihat wajah Paundra masih terlihat kebingungan, mungkin tak menyangka bahwa mereka semua akan berkumpul bersama di Apartemen. Yah, sangat mudah menerobos apartemen saat pemiliknya tertidur lelap karena segudang pekerjaan. Wait, menerobos bukan istilah yang tepat, karena password apartemen ternyata adalah tanggal ulang tahun Radisti. Sangat mudah ditebak.

Paundra tersenyum kikuk. Ia mengusap tengkuknya yang tak gatal lalu menghampiri Radisti yang tengah sibuk di dapur. Ia hampir tak pernah melihat aktifitas istrinya di area dapur karena mereka jarang sekali bersama. Paundra mendekat, mengamati Radisti yang sedang membuat omelete. "Kapan datang?"

Radisti menoleh, tersenyum. "Tadi pagi, mau bangunin kamu nggak tega, pules banget,"

"Kamu harusnya bangunin aku," protes Paundra.

The Mahesa'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang