Chapter 44

7.9K 791 130
                                    

*Pic of Emma Roberts as Elizabeth Styles on multimedia!

***

Edward termenung dengan kedua tangannya yang terlipat di belakang pinggang. Ia terlihat tengah memandangi lukisan besar yang menempel di dinding aula besarnya. Istri tercintanya, Elizabeth, adalah sosok wanita yang paling ia cintai sekaligus paling ia puja. 120 tahun yang lalu Elizabeth tewas setelah ia menyerahkan diri pada seorang pemburu vampir. Kontra yang dialaminya dengan Edward membuat Elizabeth muak dan lebih memilih untuk mati sebagai tanda bahwa Elizabeth tidak main-main.

Memang tidak ada yang mengetahui hal itu selain Edward sendiri. Sehingga yang orang-orang ketahui hingga saat ini, Elizabeth tewas dikarenakan pemburuan besar-besaran yang dilakukan vampire hunter dan bukannya bunuh diri.

Hal itu pun menjadi salah satu pemicu yang membuat Edward murka—entah kepada siapa karena sampai saat ini tujuannya saja masih belum jelas. Tapi yang pasti kematian Elizabeth belum bisa ia terima hingga sekarang. Kendati seperti itu, perbedaan pendapat diantara dirinya dan sang mendiang istri seolah menjadi hal yang juga mendorongnya membenci Elizabeth di waktu yang bersamaan.

Mengapa ia begitu keras kepala? Pikirnya.

Well, pada dasarnya manusia adalah makhluk lemah dan tidak berguna. Mereka hanya akan menjadi sampah jika terus dibiarkan berkembang biak. Setidaknya itu lah yang ada di pikiran Edward! Populasi manusia yang mendominasi jagad raya membuatnya ingin berkuasa dan menggantikan posisi mereka dengan kaumnya (terutama darah murni). Sayangnya, Elizabeth tidak setuju dengan hal itu. Akan tetapi jika mempertanyakan soal pertahanan hidup, Edward bisa saja memperlakukan manusia seperti hewan ternak.

Tapi beberapa tahun setelah kematian Elizabeth, Edward bertemu dengan vampir lain bernama Rebecca—yang berbeda level dengannya—dan mereka memutuskan untuk menikah. Lalu lahir lah Lucas ke dunia ini. Akan tetapi Rebecca sendiri menghilang entah kemana. Edward yang malang... ia selalu ditinggalkan.

“Kau tega sekali meninggalkanku seorang diri, Elizabeth.” Gumam Edward, masih memandangi lukisan besar di hadapannya.

“Tuan.” Panggil Noah secara tiba-tiba.

Pria itu pun berbalik dan memindahkan tangannya ke depan kali ini. “Ada apa?”

Noah menendukkan kepalanya selama beberapa detik sebelum mendongak dan menatap sang kakek dengan tatapan yang menyiratkan kewaspadaan dan kehati-hatian, “Ada yang tidak beres, tuan.”

***

“Kira-kira jika kita berhasil melewatinya, apakah semua akan kembali seperti semula?” tanya Niall mengusik kesunyian yang sedari tadi membuatnya hampir gila. Tahu sendiri ia orang yang suka banyak bicara dan bertingkah.

“Tidak ada yang namanya ‘semula’. Ini akan menjadi awal dari revolusi kaum kita, Niall.” jawab Carmen.

Mengerti apa maksudnya, Niall pun (berusaha) mendengus lega. Dan ya, semoga saja mereka berhasil tanpa ada nyawa yang harus dikorbankan.

The Night Class - (Harry Styles / Louis Tomlinson Fanfiction)Where stories live. Discover now