Chapter 11

9.7K 856 46
                                    

-Louis’ POV-

“Louis...” isak Alice.

Saat itu juga kurasakan sesuatu menyentuh dadaku sebelum taringku sempat menyentuh permukaan kulitnya. Aku tahu Alice mengarahkan Bloody Rose-nya tepat ke jantungku. Baguslah. Lebih baik aku mati sekarang dari pada harus menunggu lebih lama lagi.

Aku terdiam menunggu Alice untuk menarik pelatuknya. Namun, hingga detik ini tak satu pun dari kami yang bergerak. Dapat kurasakan tubuh Alice yang bergetar hebat serta napasnya yang memburu di tengkukku. Aku tahu ia begitu ketakutan sekarang. Ia pasti takut terhadapku.

Tapi jika tidak seperti ini, mana mungkin Alice mau membunuhku?

Namun, disamping itu aku sendiri tidak bisa menahan lebih lama lagi untuk tidak melukainya. Tapi aku tidak mau menggigit Alice. Tidak, aku tidak mau. Tetapi instingku berkata lain. Kerongkonganku memaksaku untuk segera dimandikan oleh darah segarnya.

“Louis.” Ia tersengal dan mendorong tubuhku menjauh darinya.

Sial. Mengapa ia tidak kunjung menarik pelatuknya?

Kini Alice memandangku nanar dengan air mata yang sudah tertimbun di ujungnya. Tangannya masih mengarahkan pistol berisi peluru perak itu ke dadaku.

Aku mengernyit, menampakkan deretan gigiku yang sempurna. Alice melenguh hebat dan air matanya mengalir dengan cepat.

“Mengapa?” bibirnya bergetar hebat seiring dengan kedua tangannya yang memegangi Bloody Rose.

Aku masih terdiam dan memandanginya bak seekor singa yang hendak menyerang mangsanya.

“Louis, kau tahu aku tidak akan pernah bisa melakukan ini padamu.” Ujarnya hampir berbisik

Bodoh. Tentu kau bisa melakukannya, Alice Smith. Kau harus bisa.

Tiba-tiba saja Alice mendundukkan kepalanya, jika aku tidak berusaha menahan godaan dari dalam tubuhku, mungkin aku sudah bisa menghabisinya dalam hitungan detik. Namun, entah ia nekat atau bagaimana tetapi ia meraih sebuah pisau lipat yang berada di dekat lampu tidurku dengan cepat. Ia membuka lipatan pisau itu dan menyanyat pergelangan tangannya sendiri.

Persetan!

Detik itu juga naluriku semakin menggila. Kerongkonganku semakin terbakar karena aromanya. Bahkan kini aku menggeram hebat berusaha untuk tetap menahan diri. Tapi sungguh ini sudah teramat keterlaluan.

Alice mengernyit dan menjulurkan tangannya yang terluka ke arahku, “Minumlah. Kau menginginkannya, kan?” tuturnya datar. “Kau membutuhkannya, kan, Louis?”

Kali ini giliranku yang menatapnya nanar. Bagaimana mungkin Alice melakukan hal semacam ini? Ia rela menyakiti dirinya sendiri untuk memberiku makan?

Demi Tuhan, Alice sudah begitu bodoh dengan berbuat seperti ini. Tapi aku memang menginginkannya, bahkan membutuhkannya.

The Night Class - (Harry Styles / Louis Tomlinson Fanfiction)Where stories live. Discover now