60 || Hanya Firasat?

9.9K 1.1K 805
                                    

"Nggak, Sayang. Ini nggak penting. Ayo lanjutkan makannya," jawab Zayden tersenyum kaku. "Makan yang banyak, ya," imbuhnya sambil mengusap punggung tangan Zaina.

Zaina merasa ada yang disembunyikan oleh Zayden. Gelagat suaminya itu aneh, mungkin hanya dirinya yang sadar, tidak dengan ibu dan abangnya.

Panggilan ketiga kembali masuk. Kali ini Zayden kalah cepat, karena Zaina lebih dulu menggapai ponsel Zayden yang berada di antaranya dan juga Zayden, kemudian mengangkatnya.

"Ay—"

"Hallo? Ini siapa?"

"Hallo, Zainab? Oh, gue ganggu kalian nggak? Mana si Zayden?"

Zaina langsung melihat nama yang tertera di layar ponsel Zayden. Nama Elvano terpampang di sana. Zaina merasa bersalah sekarang karena ia sudah mengira yang tidak-tidak tentang suaminya.

"Kak Zayden ada. Sebentar, ya, Kak."  Zaina mengembalikan ponsel di tangannya kepada si pemilik ponsel.

"Kak Elvano yang nelepon," gumam Zaina. Walau begitu Zayden dapat mengerti hanya melihat dari gerak bibir Zaina.

"Ada apa, El?" tanya Zayden ketika ponsel sudah di genggamannya.

"Data yang gue minta waktu itu udah lo kirim belum, Zay?"

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Elvano, Zayden berdecak.

"Udah gue kirim kemarin," jawab Zayden.

"Kok, nggak ada?"

"Ya mana gue tau." Zayden kembali menjawab.

"Kirim ulang, Zay... sekarang, ya," pinta Elvano.

"Nggak bisa, gue lagi di pesantren, datanya ada di laptop dan laptopnya di rumah," balas Zayden.

"Aih, lo pulang sekarang, kirim file-nya ke gue segera. Penting banget, Zay," paksa Elvano.

Zayden menarik napas panjang. Resiko menjadi karyawan Elvano yang teramat bossy.

Ya, dia memang bos, sih.

"Iya," pasrah Zayden.

Setelah itu Zayden langsung memutuskan sambungan teleponnya dengan Elvano.

Melihat wajah menantunya yang kesal, Akifah tersenyum lembut.

"Masalah kerjaan, Nak?" tanya Akifah.

"Iya, Bu. Ngeselin si bosnya," jawab Zayden.

Gus Arfa terkekeh. "Sabar," ucapnya.

"Kak...."

Zayden langsung menoleh ke arah Zaina yang memanggilnya dengan nada lesu.

"Kenapa, Ay?"

"Maaf, ya... tadi aku lancang rebut hp kamu dan menjawab teleponnya, terus sampai berpikir yang nggak-nggak tentang kamu, Kak. Maafin aku, ya," ucap Zaina dengan jujur.

Zayden meraih tangan Zaina, kemudian menggelengkan kepalanya.

"Nggak apa-apa, kamu wajar merasa was-was. Maaf juga karena sikap aku bikin kamu terganggu," balas Zayden.

Akifah lagi-lagi tersenyum. "Lain kali jangan diulangi, ya, Nak. Kamu harus percaya sama suami kamu. Zayden pun begitu, kamu harus percaya sama istri kamu. Nanti kalau kalian udah saling percaya, jangan malah memanfaatkan kepercayaan itu. Maksud ibu, Jika kalian sepakat untuk saling percaya, jangan sampai ada kebohongan di antara kalian," nasihat Akifah

Setelah mendengar itu Zayden kembali merasa bersalah. Ia baru saja membohongi Zaina. Nyatanya yang sedari tadi mencoba menelponnya bukanlah Elvano. Entah bagaimana bisa, Elvano bisa menjadi si penelepon ketiga ketika Zaina yang mengangkatnya.

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang