01 || Kita Imam, bukan makmum!

94.8K 7.4K 691
                                    

السلام عليكم

Refresh dulu wp-nya, atau yang belum di-update, update dulu biar nggak error



≪•≪•◦ ❈ ◦•≫•≫

"Tidak salah jika laki-laki mencari wanita yang lebih baik darinya. Namun, lebih baik lagi jika laki-laki itu mampu membuat wanitanya menjadi lebih baik."

≪•≪•◦ ❈ ◦•≫•≫


Cuaca sore ini sangat mendung. Rintik-rintik hujan mulai berjatuhan. Empat orang laki-laki sedang terjebak di sebuah kafe bergaya kekinian. Ingin pulang sepertinya tidak memungkinkan. Sebagian dari mereka memang ada yang membawa mobil, tapi sepertinya mereka lebih memilih untuk menetap, sebab momen mereka berkumpul seperti ini sangat jarang terjadi karena kesibukan masing-masing.

"Gue perhatikan si Elvano makin jaya-jaya aja, nih. Enak nggak jadi CEO muda, El?" Laki-laki berambut pirang dengan jaket denim melekat pada tubuh atletisnya mulai membuka suara setelah terjadi keheningan yang melanda. Eki Nugroho, panggil saja dia Eki.

"Bener banget, Ki. Buat kumpul-kumpul sama kita aja susah banget. Kasih rahasia suksesnya, dong? Backingan-nya siapa?" imbuh laki-laki di sebelah Eki. Namanya Galih Saguna, biasa dipanggil Galih. Pemilik iris mata biru yang memukau itu tersenyum ke arah orang yang ditanya.

Zayyan Elvano Raymond. Dialah yang menjadi perbincangan. Sosok itu terlihat terkekeh sambil sesekali menyesap kopi miliknya. Sukses di usia muda membuat para sahabatnya seringkali merasa iri kepadanya. Terlebih lagi mereka tau bagaimana seorang Elvano di masa lalu. Laki-laki yang sangat acuh dengan masa depan, berbuat semaunya dan sekarang justru menjadi laki-laki yang paling sukses di antara mereka.

Memang benar jika definisi sukses menurut orang berbeda-beda, tapi sukses menurut mereka semua sudah digapai oleh Elvano. Hidup mapan, memiliki istri yang cantik dan sholehah, bonus mempunyai dua buah hati yang sangat menggemaskan. Siapa yang tidak iri kepada Elvano? Begitu pikir mereka bertiga.

"Pertanyaan yang seharusnya nggak perlu dipertanyakan. Lo semua pasti udah tau jawabannya," jawab Elvano.

"Dibalik kesuksesan dia, ada istri sholehah yang selalu setia dan selalu mendoakan dia." Bukan Elvano yang menjawab, melainkan laki-laki yang duduk di samping Elvano.

Zayden Abdijaya.

Laki-laki itulah yang menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Galih dan Eki.

"Seratus untuk Zayden," balas Elvano sambil menjentikkan jarinya, lalu ia merangkul pundak Zayden. Namun, yang dirangkul justru dengan cepat menepisnya.

"Kenapa, Zay?" tanya Elvano terkekeh. Menurut Elvano, sahabatnya yang satu itu akhir-akhir ini nampak murung seperti punya banyak masalah.

Zayden menggeleng sebagai jawaban.

"Zay, lo nggak iri, kan, sama keberhasilan Elvano?" selidik Eki.

Zayden memutar bola matanya malas. "Iri itu cuma bisa membakar hati diri sendiri. Buat apa gue iri sama Elvano?" jawab Zayden. "Gue bisa gapai yang lebih dari apa yang Elvano udah capai," lanjutnya. Laki-laki berwatak ambisius itu mengetukkan jari-jarinya ke atas meja.

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang