62. San Quentin

262 80 7
                                    

Meskipun dirinya masih menjadi warga negara Amerika semenjak dirinya lahir, Nero jarang pergi keluar New York. Ia tidak terlalu suka bepergian. Jauh lebih menyenangkan baginya tinggal di rumah dan membaca. Atau, dalam kasusnya dulu, Nero akan pergi dari rumahnya yang dingin dan sunyi menuju ke perpustakaan di pusat kota.

Ayahnya juga suka membaca sama seperti dirinya, rumah mereka memiliki fasilitas bacaan yang mungkin lebih lengkap dari perpustakaan nasional, tetapi berlama-lama di rumah itu bukan sesuatu yang Nero inginkan.

Ia lebih suka pulang saat hari sudah gelap, dan langsung masuk ke kamarnya tanpa bicara dengan siapa-siapa. Kadang, Eleanor akan mencegatnya dan memaksanya untuk makan lebih dulu sebelum masuk ke kamar.

Sekarang, Eleanor bisa berduet dengan Shannon untuk mengingatkannya makan. Juga Viola.

Mata Nero beralih pada kotak makan yang ada di sampingnya dan tersenyum. Wanita itu memaksanya untuk membawa makan siang itu walaupun Nero tidak tahu apakah ia masih akan bisa makan setelah menemui pria itu. Ini sudah lewat jam makan siang di negara bagian ini, tetapi Nero tidak bisa makan sekarang. Perutnya terasa mual karena antisipasi.

Sekarang, ia sedang dalam perjalanan ke San Quentin, salah satu penjara tertua di California. Dan berhubung Nero tidak tahu apapun tentang kota itu selain cabang Goldman Company di Sacramento. Ia meminta salah satu sopirnya di sana untuk mengantarkannya ke penjara tersebut.

Dari yang Nero tahu, penjara itu adalah satu-satunya penjara yang memiliki 'ruang kematian' di dalamnya. Banyak penjahat terkenal dan para pembunuh keji berada di sana untuk menunggu eksekusi mereka. Namun, gubernur wilayah tersebut baru-baru ini sedang mengatur undang-undang pencabutan hukuman mati di penjara tersebut.

Nero menghela napas dan memandang keluar jendela untuk menatap cuaca California yang panas. Mirip dengan New York.

Ponsel di sakunya berdengung, dan ia tidak pernah tersenyum sebelumnya saat melihat nama ayahnya di layar. Hubungan mereka benar-benar sudah membaik. Ia bicara di telepon beberapa kali dengan Dad sejak dirinya pindah. Pria itu sudah pulang dari rumah sakit, tetapi Nero masih belum mengijinkannya masuk ke kantor.

"Aku dengar kau terbang ke California pagi-pagi sekali. Ada masalah?"

Selalu langsung menuju sasaran. Dad bukan pria yang suka berbasa-basi. Pria itu juga pasti sudah tahu alasannya berada di sini.

"Bukan masalah perusahaan."

Dad menghela napas. "Pertama aku mencoba untuk diam saat tahu kau menyuruh Stevan melakukan penyelidikan itu. Kupikir, ada hal yang membuatmu curiga pada CFO kita, dan itu ada hubungannya dengan pekerjaannya. Tetapi setelah pagi ini, aku tidak yakin itu berhubungan dengan pekerjaan."

Berbohong mungkin akan jauh lebih mudah, tetapi Nero tidak akan mengambil pilihan itu karena tahu hal tersebut tidak akan ada gunanya. Pada akhirnya, Dad akan tahu semuanya. Alasan-alasan di balik dirinya melakukan semua ini. Meskipun hubungan mereka tidak terlalu dekat, Dad selalu mudah membacanya.

"Aku takut pria itu akan muncul dan mengacaukan hidup Viola lagi, Dad."

Apa suaranya terdengar bergetar sekarang? Jika itu terjadi dulu, Dad mungkin akan memarahinya dan berkata bahwa pria tidak boleh bersikap lemah.

"Apa dia seberharga itu untukmu, Nak?"

Dulu, Nero bisa menghitung hanya dengan satu jarinya, kapan Dad akan bicara dengan lembut padanya. Namun sekarang, Dad selalu menggunakan nada bicara seperti itu setiap kali mereka mengobrol, dan sialnya, hari ini hal tersebut membuat matanya terasa memanas.

Ia tidak membuka mulutnya, berharap Dad bisa mencari jawaban sendiri atas pertanyaan itu dari keterdiaman Nero. Viola memang sangat berharga untuknya, tetapi mengucapkan itu dengan lantang di depan Dad, ia belum siap untuk dilakukannya.

It Takes Two To TangoWhere stories live. Discover now