48. Huru Hara

318 96 10
                                    

Huru hara yang terjadi di sekolah, dan di keluarganya sendiri, membuat Ola terpaksa harus menghabiskan lebih banyak waktu lagi di Jakarta. Ia tidak mungkin pergi saat keluarganya mengalami begitu banyak sorotan. Meskipun tidak bisa melakukan apapun, setidaknya ia berada bersama mereka semua.

Akhir-akhir ini, sekolah mengalami begitu banyak hal buruk. Mulai dari siswa yang bunuh diri, dan sekarang, gossip yang sengaja disebarkan Fuyumi bahwa ia sedang mengandung anak Damar.

Dasar gadis naif! Ia tahu Damar mungkin memang tidak sesuci itu, tetapi Ola juga tahu jika sepupunya itu tidak akan melakukan sesuatu yang bisa membuat keluarga mereka malu. Apalagi, sekarang Damar adalah anggota dewan sekolah seperti ayahnya.

Namun, jika Fuyumi benar-benar hamil, mereka harus mencari fakta tentang hal itu, juga siapa ayah dari bayi tersebut. Fuyumi tidak memiliki keluarga di sini, juga tidak mengenal siapapun. Bagaimana jika gadis itu sengaja membayar seseorang demi membuatnya hamil? Bukan tidak mungkin kan itu terjadi?

Pada akhirnya, Ola-lah yang menyelesaikan masalah itu dengan memanggil seorang psikiater. Ia sudah memikirkan dengan otak cerdasnya, keseharian Fuyumi yang hanya berkutat seputar sekolah dan rumah. Gadis itu tidak memiliki teman lain, atau pergi keluar rumah setelah sekolah, jadi bisa dipastikan jika apa yang Fuyumi katakan tentang kehamilannya hanya kebohongan belaka. Itu bukan cinta. Itu adalah obsesi dan Fuyumi harus mendapatkan perawatan yang tepat.

Dasar gadis bodoh. Secara tidak langsung, dia sudah merendahkan dirinya sendiri di hadapan Damar, anggota keluarga, dan juga para staff sekolah. Memangnya Fuyumi sebodoh itu? Bagaimana ia bisa berpikir untuk menyebarkan trik semurahan itu? Ia tidak berada di lingkungan orang-orang bodoh. Jika berniat berbohong, seharusnya Fuyumi memikirkannya dengan cerdas.

Cinta buta memang selalu membuat banyak orang menjadi gila karenanya. Beruntunglah dirinya karena tidak pernah merasakan hal seperti itu pada seseorang. Satu-satunya yang bisa membuatnya jatuh cinta hanyalah pekerjaan. Juga kopi.

Ia meraih cangkir di hadapannya dan meminum isinya sedikit, lalu kembali fokus pada laptop yang terbuka di hadapannya. Setelah huru hara yang terjadi di sekolah karena ulah Fuyumi, Ola memutuskan berhenti datang ke sekolah. Akan jauh lebih baik baginya jika ia menghabiskan waktunya dengan sesuatu yang lebih berguna. Seperti bekerja misalnya.

Bukan hal yang sulit untuk membuat Jamie mengirimkan email tentang pekerjaan mereka selama dirinya tidak ada. Pria itu bahkan sangat berterima kasih karena Ola menghubunginya, dan berharap dirinya segera pulang ke New York.

Itu juga adalah satu hal yang sangat Ola harapkan. Namun, tampaknya, ia masih harus menunda kepulangannya sebentar lagi. Kondisi kesehatan Opa sedikit memburuk setelah kejadian di sekolah, dan Ola tidak mungkin pergi begitu saja meskipun sekarang Opa sudah kembali di rumah setelah di rawat di rumah sakit selama dua malam.

Waktu liburnya masih belum habis tetapi Ola merasa sudah sangat tidak sabar untuk kembali. Kenapa waktu terasa begitu lambat saat kita tidak menikmatinya? Ola tidak bisa mengerti kenapa tempat yang dulunya ia anggap sebagai rumah, tempat begitu banyak orang yang ia sayangi berada, sekarang tidak seperti itu.

"Akhirnya kita bisa bertemu di sini."

Suara itu membuat Ola mendongak dari pekerjaannya, dan dalam hati mengumpat saat melihat Radit tersenyum di hadapannya.

Sejak pertemuan pertama mereka, Ola mengabaikan semua pesan dan telepon Radit, tidak mengirim pesan apapun saat pria itu mengirim bunga ke rumahnya, dan sangat berharap jika akhirnya pria itu akan mundur setelah beberapa hari ini tidak ada pesan yang masuk padanya.

Namun, rupanya Ola salah. Ia pikir hidupnya akan aman dari pria yang terang-terangan mengejarnya ini. Ia pikir, mereka tidak akan bertemu lagi di sini. Di kafe Nero ini. Sayangnya, saat ini pria itu tersenyum secerah matahari musim semi di hadapannya.

It Takes Two To TangoWhere stories live. Discover now