30. Melepaskan Masa Lalu

428 106 12
                                    

Lama setelah Viola meninggalkannya di bandara, Nero masih belum memutuskan apa yang akan dilakukannya. Seharusnya, ia bisa langsung pergi ke rumah sakit dan bicara dengan ayahnya seperti apa yang Viola minta. Namun nyatanya, hal itu tidak semudah saat ia mengiyakan permintaan tersebut.

Berbagai hal berlarian di kepalanya. Bicara, terutama dengan sang ayah, tidak akan pernah menjadi sesuatu yang mudah. Bagaimana jika akhirnya tidak seperti yang Viola harapkan? Bagaimana jika ia dan ayahnya tidak bisa bicara tanpa beradu mulut seperti biasanya?

Walaupun sejujurnya Nero memang mulai sedikit peduli pada ayahnya, terutama setelah mendengar apa yang terjadi pada pria itu beberapa tahun ini, tetapi mereka berdua sudah terlalu lama tidak saling bicara dengan semestinya. Mungkin keadaan malah akan semakin memanas jika mereka saling memaksa untuk bicara.

Akhirnya, setelah mengalami pergulatan batin yang begitu besar, Nero justru mengarahkan mobilnya ke rumah Paman Stevan, dan menghabiskan Sabtu itu bersama Bibi Shella dan Luke. Setidaknya, ia bisa mendapatkan akhir pekan yang normal bersama mereka.

Luke bahkan mengajaknya menonton pertandingan base ball seperti saat mereka masih kecil. Dan Nero hampir kehilangan suaranya karena terlalu banyak berteriak kegirangan. Luke berjanji akan sering pulang setiap akhir pekan dan melakukan banyak hal yang selama ini tidak bisa mereka lakukan bersama.

Nero tahu jika itu hanya upayanya untuk menunda apa yang seharusnya dilakukannya. Akan tetapi, setidaknya penundaan itu membuatnya memiliki lebih banyak keberanian.

Menghabiskan satu hari bersama keluarga Paman Stevan membuat Nero kembali merasakan kehangatan keluarga yang tidak pernah ia dapatkan dari orang tuanya sendiri. Paman Stevan bahkan menyempatkan diri untuk menonton pertandingan bersama mereka meskipun pria itu baru saja pulang dari Washington.

Hanya hal-hal kecil seperti tertawa bersama, makan bersama, dan juga saling berbicara dengan riang itulah yang Nero inginkan dari ayahnya. Sayangnya, bahkan hal itupun, ayahnya tidak bisa memberikan.

Atau, seperti yang Viola katakan, apakah itu karena ia sendirilah yang terlalu menutup diri dan memilih untuk pergi? Apa jika dirinya tetap di sini, hubungannya dengan Dad akan jauh lebih baik dari sekarang?

Nero menyibak selimutnya dan baru saja akan mandi saat mendengar ponselnya di atas meja berbunyi. Bibirnya langsung melengkungkan senyum saat melihat nama yang terpampang di sana.

"Sudah merindukanku, Piggie Biggie?" sapanya dengan riang.

Dengkusan terdengar dari seberang sana hingga membuat Nero tertawa. Luar biasa bahwa suasana hatinya yang buruk tadi, tiba-tiba saja menghilang hanya karena mendengar dengkusan yang sangat tidak anggun itu.

"Sudah bicara dengan ayahmu?"

Bukan Viola namanya jika tidak mengenal kata basa-basi. Tentu saja wanita itu menelepon bukan karena merindukannya kan?

"Aku sedang berencana melakukannya hari ini," sahut Nero sambil kembali naik ke atas tempat tidur dan bersandar di kepala ranjang.

"Bukankah seharusnya kau melakukannya kemarin setelah mengantarku? Kau sengaja menundanya ya?"

"Ya. Aku makan siang dengan Luke dan Bibi Shella."

"Siapa mereka?"

"Istri dan anak Paman Stevan."

"Dan mengingat kau orang yang sulit dekat dengan orang lain, mereka pasti sangat berarti untukmu."

Nero tersenyum dan mengangguk meskipun menyadari jika Viola tidak akan bisa melihatnya. "Kau sendiri pasti bersenang-senang bersama dengan keluargamu."

It Takes Two To TangoWhere stories live. Discover now