39. Debaran-Debaran

293 93 5
                                    

Tidak butuh waktu lama bagi Ola untuk menunggu Nero mengambil jaketnya. Namun, saat pria itu turun, ia hampir ternganga ketika melihat jaket kulit yang melekat di tubuh Nero, celana jins berwarna hitam seperti jaket yang dipakainya, juga helm full face yang ada di genggaman tangan pria itu.

Nero adalah wujud dari kesempurnaan. Mungkin saja Tuhan sedang tersenyum saat menciptakannya. Tubuh pria itu setinggi lebih dari seratus delapan puluh dengan bobot proporsional tanpa lemak berlebih di otot-ototnya yang liat itu. Ola bisa tahu karena ia masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana Nero memeluknya tadi.

Ia sering melihat Nero dalam setelan formal di kantor, juga pakaian kasual yang dikenakannya tadi ketika Ola datang kemari. Namun ini, melihat Nero dalam balutan jaket kulit dan wajah tanpa cela, Ola yakin jika banyak wanita di luar sana yang akan rela membunuh demi memiliki Nero.

Apa ia harus menjadi jendral yang akan menyerang para wanita itu dengan tangannya sendiri untuk melindungi Nero?

"K...kau menaiki sepeda motor?" tanya Ola setelah memulihkan diri dari keterkejutan itu, meskipun masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Damar sering menaiki sepeda motor ke sekolah, tetapi sepupunya itu memang lebih senang naik motor ke mana-mana. Damar baru mulai naik mobil setelah kembali kemari dan ada ular Jepang yang memaksa berangkat dan pulang bersamanya setiap hari.

Sekarang, alasan Damar naik mobil ke sekolah setiap hari adalah karena Muti, dan Ola tidak pernah heran dengan kebiasaan naik motor Damar sebelumnya.

Akan tetapi, saat melihat Nero yang akan menaiki sepeda motor, mau tidak mau, benak Ola berkelana membayangkan saat tubuh tegap pria itu berada di atas kuda besinya dan melesat menembus jalanan. Dan sialnya, Ola membayangkan dirinya membonceng pria itu. Membayangkan memeluk pinggang pria itu dan bersandar di punggungnya yang tegap saat Nero mengebut.

"Jauh lebih mudah mengikutimu menggunakan sepeda motor. Aku mungkin akan kehilanganmu jika naik mobil juga."

Aku mungkin akan kehilanganmu. Kenapa hanya mendengar Nero mengucapkan kata-kata seperti itu saja membuat wajah Ola memanas dan, ia yakin, sudah memerah sekarang? Juga, jantungnya yang seakan tidak mau bekerja sama itu, sekarang berdetak dengan kencang seperti ia baru saja berlari di treadmill selama satu jam tanpa henti.

Ini salah. Seharusnya tidak boleh seperti ini. Ingat, Viola, perasaan-perasaan itu hanya membuatmu rentan, bisik hatinya dengan lantang. Ya, ini tidak boleh terjadi. Tidak ada satu hal pun di dunia ini yang bisa membuatnya merasa rentan termasuk semua perhatian dan kata-kata manis itu.

Ola menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskannya perlahan untuk menenangkan diri. berharap jika Nero tidak akan menyadari wajahnya yang memerah atau jantungnya yang mungkin akan melompat keluar itu saking cepatnya berdetak.

"T...tapi, ini...sudah malam. Mungkin akan bahaya bagimu menaiki sepeda motor malam-malam," lirih Ola dengan gugup.

Sejak kapan dia bisa merasa gugup di depan lawan jenis seperti ini? Bahkan dalam rapat yang hampir selalu dipenuhi pria-pria yang lebih tua dan lebih berpengalaman darinya dalam bekerja, Ola tidak pernah merasa gugup.

Nero tersenyum. Sebuah senyum yang lagi-lagi mampu membuat jantungnya hampir saja melompat dan jatuh tepat di kaki pria itu. Ola benar-benar harus segera pergi jika ia tidak mau jantungnya benar-benar melompat.

Sayangnya, meskipun otaknya menyuruh untuk pergi, kaki Ola terpijak kuat di lantai seperti sesuatu sedang menahannya di sana. Ketika Nero mendekat padanya hingga jarak mereka berdua tidak lebih dari satu kaki, Ola semakin menyadari wajahnya yang memanas.

Apa yang akan terjadi ketika Nero berdiri sedekat ini dengannya? Apa pria itu akan menciumnya? Di film-film yang sering bunda tonton, biasanya hal itu terjadi pada pemeran utama pria dan wanita.

It Takes Two To TangoWhere stories live. Discover now