Chance

By YolandaMailia

103K 7.6K 694

Sequel of Seducing James Beberapa tahun berlalu, James menjadi seseorang yang dingin dan tidak tersentuh. Per... More

Prakata
Visual Character
Prolog 1.1
Prolog 1.2
Chapter 1 - Meet Again
Chapter 2 - I know You're Lie To Me
Chapter 3 - You're Mine, Nadine
Chapter 4 - Jealous
Chapter 5 - Bad Situation
Chapter 6 - After Sleep
Chapter 7 - Try Again?
Chapter 8 - Our Wild Fantasy
Chapter 9 - Confused
Chapter 10 - I'm the Controller
Chapter 11 - Las Vegas
Chapter 12 - Who Are You, Reid?
Chapter 13 - Hiltzalea
Chapter 14 - Bad Boy
Chapter 15 - Haziel Gerardo
Chapter 16 - Thief
Chapter 17 - Amazing Plan
Chapter 18 - Yes and Die
Chapter 19 - Don't Leave Me Alone
Chapter 20 - Damn it!
Chapter 21 - Welcome to My Hell
Chapter 22 - An Accident
Chapter 23 - Rival?
Chapter 24 - The Lost Story
Chapter 25 - Trap For Everyone
Chapter 26 - I've Playing With Demon
Chapter 27 - Finally, Mrs. Reid
Chapter 28 - The Land of Beauty
Chapter 29 - Wolfram : The War Begins
Chapter 30 - Now It's Just Between You and I
Chapter 32 - Reid Legacy : Jayden Nicolas Reid
Chapter 33 - The Beginning of The Destruction
Chapter 34 - We Lost Each Other
Chapter 35 - The War : When Death Comes (Last Chapter)
Epilog 1.1
Epilog 1.2

Chapter 31 - Don't Go With No Gun

549 67 12
By YolandaMailia

Hi! Masih ada yang bangun gak sih jam segini?

Jangan lupa vote dan komen!
Koreksi kalo ada typo!

Happy Reading!

***

Saat Lucas sampai di apartemen Zoe, keadaannya masih berantakan. Banyak serpihan kaca, perabotan yang rusak, dan bekas cairan kopi di lantai yang mulai mengering. Setidakmya dua mayat yang menyedihkan sudah di singkirkan sejak dini hari.

Setelah memastikan Zoe tidur dan mengistirahatkan dirinya dengan nyaman di rumah, Lucas segera kembali ke New York saat mendapat panggilan telepon darurat dari orang suruhannya.

Lucas menuju dapur. Menemui dua orang berbaju hitam yang sudah bekerja semalaman untuk membereskan kekacauan ini. Tucker dan Bryce sedang membicarakan sesuatu ketika ia berdiri di ambang pintu penyekat di antara ruang tamu dan dapur sambil bersandar di lemari yang penuh dengan bekas tembakan.

"Tucker," panggil Lucas mengalihkan perhatian mereka.

Tucker dan Bryce yang sadar dengan kedatangan bos mereka segera menghentikan pembicaraan mereka. Keduanya berbalik, sedikit menunduk untuk memberi hormat.

"Hal penting apa yang membuatmu menelponku?" tanya Lucas.

Namun sebelum keduanya menjawab, Lucas segera melanjutkan, "Bukankah aku sudah bilang pada kalian, hubungi aku saat semuanya sudah beres. Tapi aku tidak melihat pekerjaan kalian sudah selesai. Kalian mengobrol, alih-laih mencoba untuk bekerja."

"Maafkan kelancangan kami, Sir." Balas Bryce.

Tucker segera menambahkan. "Kami sedang membicarakan apa yang baru saja kami temukan. Sepertinya anda harus memeriksanya sendiri."

Lucas menajalan mendekati keduanya. Tucker membawanya ke sisi lemari dapur yang berhubung langsung dengan lemari kabinet untuk menyimpa beberapa gelas dan piring, serta bahan baku makanan yang tidak dapat membusuk.

Di antara dinding, tepat di sisi kiri bagian lemari, Lucas dapat melihat ada sedikit celah di sana. Seperti sebuah ruang yang sengaja dibuat namun disembunyikan di balik lemari.

"Sepertinya ini tidak hanya berfugsi sebagai furniture dapur," kata Bryce.

Lucas menarik celah tersebut, dan betapa terkejutnya pria itu ketika mendapati beberapa pistol dan benda tajam seperti pisau berburu, bomerang, dan sebuah peluru isi ulang untuk senjata api type AR-15 yang belum di gunakan tergantung di antara ruang di balik lemari tersebut.

"Jesus!" desah Lucas.

"Bukahkah ini tempat tinggal dua orang wanita?" Tucker bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

"Menurutmu siapa pemiliknya?" tanya Bryce.

"Tidak mungkin mereka bukan?" tidak ada jawaban yang pasti di antara pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan.

Semuanya terasa membingungkan bagi Lucas. Hanya Nadine dan Zoe yang pernah tinggal di apartemen ini. Namun, Lucas tidak cukup yakin kalau salah satu dari mereka adalah pemiliknya.

Dapur wanita yang seharusnya dipenuhi peralatan makan cantik, bahan makanan untuk satu bulan penuh, beberapa ornamen untuk kue atau apapun itu yang berhubungan dengan dapur dan memasak. Senjata api tidak seharusnya ada di anatara peralatan memasak. Itu sangan bertentangan. Kecuali pisau tentu saja.

Membiarkan Tucker dan Bryce yang masih bertanya-tanya, Lucas mengelilingi dapur itu. Ia mengamati setiap peralatan makan, furnitur, atau benda apapun yang ada di dapur. Saat merasa ada yang ganjil, perhatian Lucas langsung terfokuskan pada sebuah pemanggang berukuran besar yang tertempel di antara kebinet-kabinet lemari.

Seperti alat pemanggang lainnya, terdapat tombol untuk menyalakan dan mematikan. Sebuah tombol yang diputar untuk mengatur tingkat kepanasan, tombol pengatur waktu, dan hal-hal lainnya yang tidak dipahami Lucas.

Namun saat Lucas tak sengaja menekan kata turn on yang dibuat dengan tulisan timbul yang berbanding balik dengan kata turn off, seketika alat pemanggang tersebut bergerak naik secara perlahan. Menyisakan dua buah senapan runduk jenis Barrett M82 buatan Amerika dan Styer SSG 69 buatan Austria yang naik dari bagian bawah lemari, senapan runduk yang biasanya digunakan oleh penembak jitu.

"Holy shit!" Tucker dan Bruce terdengan sangat terkejut.

Sejak saat itu Lucas sadar, ada hal yang tidak ia ketahui tentang Nadine maupun Zoe. Wanita dengan senjata mematikan di apartemen, bukanlah hal yang biasa. Tidak ada alasan yang jelas kenapa mereka harus memiliki semua benda ini. Siapapun pemiliknya, Lucas harus mengetahui alasan di baliknya.

Sambil mengeluarkan rokonya dari saku celana, Lucas berkata pada kedua capo pemula tersebut. "Bereskan semuanya. Rapikan apa yang berantakan, kerjakan sesuai perintahku sebelumnya."

"Bagaimana dengan semua senjata ini?" tanya Bryce.

"Biarkan saja. Pemiliknya akan sadar jika kalian menyingkirkannya. Lakukan seperti kalian tidak tahu apapun tentang ini."

Tucker dan Bryce mengangguk paham. "Baik, Sir."

Lucas menyesap batang nikotinnya, dan mengeluarkan asapnya ke udara melalui hidung dan mulutnya. "Dan jangan beritahu siapa pun tentang ini."

"Aku sendiri yang akan menjahit mulut kalian jika hal ini sampai bocor ke orang lain," sambung Lucas dengan sedikit ancaman yang membuat Tucker dan Bryce hanya mengangguk dengan canggung.

"Kau dapat mengandalkan kami, Sir."

Lucas menatap keduanya sesaat. Ia menghembuskan napasnya dengan kasar dan berbalik untuk pergi dari apartemen tersebut. Mengapa rasanya hal ini sangat membebaninya.

Hubungannya dan Zoe cukup memiliki kemajuan dalam setahun ini. Kecuali tentang Lucas yang belum memberikan infromasi apapun pada wanita itu tentang dirinya dan Hiltzalea. Dan kejadian ini, membuat Lucas merasa kalau ia tidak mengetahui apapun tentang Zoe selama ini.

Tapi, bagaimana kalau Nadine yang memilikinya? Untuk apa seorang gadis dari keluarga kaya, memiliki kehidupan sempurna di New York menyimpan semua senjata itu? Apa ada hal yang tidak James beritahu padanya tentang Nadine? Atau James juga tidak tahu apa-apa seperti dirinya?

Ribuan pertanyaan memenuhi pikirannya. Membuat Lucas tanpa sadar hampir menabrak seseorang ketika melewati lampu merah di persimpangan.

"Shit!" umpatnya sambil memukul roda kemudi.

***

Bulan Madu James dan Nadine sudah berakhir. Keduanya sudah kembali ke New York dan James mulai sibuk mengurusi bisnis legalnya sehingga pria itu lebih sering menghabiskan waktu di perusahaan dari pada bersama Nadine.

James sudah menceritakan apa alasan Lucas datang menemui mereka di Sisilia. Ada bisnis yang harus mereka bicarakan. Lalu saat ia dan James sedang menikmati makan malam di sebuah restoran mewah di Roma, tiba-tiba James mendapat telpon dari Lucas dan mengatakan tentang penyerangan yang terjadi. Oleh karna itu, ia langsung meminta James untuk kembali ke New York.

Apartemennya baru saja menjadi arena pertarungan dengan puluhan tembakan yang merusak furnitur dan dindingnya. Tentu saja dengan Zoe yang berada di tengah pertarungan tersebut membuat Nadine semakin khawatir dengan keadaan wanita itu.

Tentu saja Nadine marah pada Lucas. Ia sudah memperingati pria itu untuk menjauhkan Zoe dari semua kekacauan ini. Dan dengan kejadian ini, Lucas malah semakin menarik Zoe ke dalam kegilaan mereka.

Jadi selagi James sibuk dengan pekerjaannya, Nadine memutuskan untuk mengunjungi Zoe ke Bronx dengan Dias yang mengemudikan mobilnya.

"Senang melihatmu setelah sekian lama, Dias." Nadine menatap pria itu dari kursi belakang. Mendapati wajah Dias yang dipenuhi bulu-bulu halus di wajahnya.

"Sebuah kehormatan, Mrs. Reid." Balas Dias sambil menatap Nadine dari kaca spion depan.

"Apa kau sudah lama bekerja dengan James?" tanya wanita itu lagi.

"Sejak pertama kali Tuan pindah ke Amerika."

Nadine terdiam sesaat. Ia mengamati mobil yang berbelok ke arah jalanan lintas negara bagian. "Dan kapan itu?"

"Beberapa minggu sebelum Anda bertemu dengan Mr. Reid."

Nadine tidak bertanya lagi. Ia terdiam melamun memikirkan pertemuan yang tidak disengaja beberapa tahun yang lalu. Pertemuan yang sekarang membuat Nadine berada di dua ujung mata pedang.

Tapi tunggu dulu. Apa benar pertemuan itu hanya kebetulan? Bagaimana kalau James sudah tahu lebih banyak dari pada hal yang disadari Nadine. Di tambah lagi, tidak semua orang di kantor federal dapat di percaya. Mereka bisa berkhianat kapan saja.

Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi membuat Nadine tidak sadar sudah melamun terlalu lama. Mobil sudah melewati perbatasan sejak lama. Dias mulai melambatkan mobilnya, berhenti di sebuah rumah sederhana tapi nyaman yang terbuat batu alam.

Dari dalam mobil, Nadine dapat melihat Zoe yang sedang duduk di kursi kayu berwarna putih dengan laptop di pangukuannya. Zoe terlihat sedang menyesap sesuatu dari cangkir kecil.

Dias membukakan pintu, membantunya untuk turun dari mobil dengan memegang tangannya. Zoe yang melihat dirinya turun bersama Dias, langsung berdiri dan meletakkan latopnya di atas kursi yang tadi di dudukinya.

Zoe berlari kecil menghampiri Nadine sambil merentangkan tangan ke udara. Keduanya langsung berpelukan cukup erat, menumpahkan rasa rindu yang sudah meluap-luap.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Nadine saat keduanya melepaskan pelukan.

"Aku dengar ada orang yang datang dan menembaki apartemen. Kau baik-baik saja bukan?"

"Aku langsung terbang kembali ke New York saat mendengarnya. James sialan! Dia baru saja memberitahuku."

"Aku benar-benar khawatir dengan keadaanmu. Kau baik-baik saja kan? Kau tidak terluka?" Nadine terus mencerca Zoe dengan berbagai pertanyaan. Bahkan wanita itu memutar tubuh Zoe memastikan kalau sahabatnya itu baik-baik saja.

"Nadine!" sela Zoe.

"Aku baik-baik saja. Lucas melindungiku dengan sangat baik. Dia memastikan kalau aku tidak terluka. Dia menyelamatkanku."

"Tetap saja Zoe! Kau bisa saja tertembak," sekali lagi Nadine mengecek tubuh Zoe.

"Kau tidak perlu khawatir, Nadine. Aku baik-baik saja."

"Lalu apa kau merasa terguncang? Apa kau perlu seorang psikiater. Kau tahu, tidak mudah menyaksikan itu semua."

Zoe tersenyum hangat sembari menggelengkan kepalanya. Ia sangat beruntung karna memiliki Nadine yang peduli padanya. "Percayalah, aku baik-baik saja."

"Bagaimana kalau kita masuk dan melanjutkan obrolan di dalam?" tanya Zoe. Ia membawa Nadine masuk ke dalam rumah Lucas sembari mengelus perut Nadine.

Zoe menyuruh Nadine untuk duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Sedangkan wanita itu pergi ke dapur untuk mengambil minuman dan camilan setelah menyalakan televisi untuk Nadine.

Nadine yang bingung ingin melakukan apa karna Zoe melarangnya bergerak, hanya memilih-milih film dari saluran netflix.

Setelah memilih film dengan acak, Nadine menatap interior rumah Lucas. Entah mengapa ia merasa sangat nyaman berada di sini. Mungkin karna rumah ini tidak terlalu besar, dan tidak ada penjaga yang selalu bersiaga atau seorang pelayan yang sibuk.

"Bagaimana bulan madunya?" tanya Zoe duduk di samping Nadine sambil menyerahkan segelas smootie.

Nadine tersenyum lebar. Semua kenangan bulan madu yang menyenangkan di Sisilia membuat Nadine kembali berdebar. "Dia membawaku ke Sisilia."

"Kampung halamannya?" tanya Zoe.

Nadine menggeleng dengan ragu. "Secara teknis mungkin."

Sisilia mungkin bukan tempat lahir James karna pria itu berasal dari Australia. Tapi James mempelajari hidup dan menghabiskan satu dekade yang keras dan kejam di tanah Sisilia.

"Ceritakan padaku! Aku dengar mereka memiliki laut yang sangat indah."

"Well, dia juga mengajakku berlayar."  Nadine tersipu malu saat mengatakannya. Pipinya memerah seperti tomat.

Zoe ikut bahagia, "Kau pasti sangat bahagia."

"Ya." Nadine mengangguk cepat. "Tentu saja sebelum Lucas datang dan memberikan berita yang menyebalkan. Lebih menyebalkan lagi karna James baru saja memberitahuku."

"Maafkan aku. Hal itu pasti merusak bulan madu kalian," kata Zoe dengan rasa bersalah.

"Tenang saja, itu tidak merusaknya. Lagi pula aku sudah merindukan New York. Dan Lucas baru saja menelpon James, jadi secara teknis aku baru saja mengetahuinya."

Film yang mereka tonton sudah berjalan setengah, namun tidak satupuk dari mereka memfokuskan diri untuk menikmati film, melainkan saling bercerita satu sama lain untuk mengobati rasa rindu.

"Serius Nadine, aku minta maaf karna merusak apartemenmu." Zoe berucap dengan nada menyesal.

Nadine terlihat tak suka. "Why you have to say sorry? Even thought isn't your fault, Honey."

"Tetap saja aku merasa bertanggung jawab. Aku tidak tahu kenapa mereka tiba-tiba menyerang Lucas dan aku." Zoe berkata sambil menggelengkan kepalanya pelan saat mengingat kejadian di malam itu.

Nadine tidak langsung menjawab. Matanya menatap televisi, namun fokusnya jauh memikirkan hal lain. Sembari mengutuk keras Lucas yang menjadi sumber kekacauan ini. Nadine sudah pernah memperingatkan pria itu, namun Lucas yang keras kepala tetap tidak mendengarkannya.

Zoe melanjutkan, "Tapi sepertinya apartemenmu sudah selesai di perbaiki."

"Di perbaiki?"

Nadine mengerutkan keningnya. "Siapa yang bertanggung jawab dengan itu?"

"Lucas menyuruh beberapa orang untuk memperbaikinya. Kau tidak akan percaya apa yang terjadi. Tempat itu benar-benar berantakan."

"Sejak kapan dia mengerjakan itu?"

Zoe mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak tahu kapan pastinya. Sepertinya saat pagi hari setelah kejadian."

"Aku harap kau tidak keberatan dengan beberapa furnitur yang berubah," kata Zoe melanjutkan.

Nadine tersenyum menenangkan. "Oh my dear... Kau tidak perlu merasa seakan aku akan membencinya. Lagi pula aku sudah tidak menempatinya lagi. Kau bisa mendekornya sesukamu."

"Ya. Tapi kau tetap membayar sewa apartemen. Aku merasa seperti parasit yang menumpang hidup."

Zoe benar-benar merasa tidak enak dengan Nadine. Wanita itu sudah terlalu baik padanya. Jika saja tidak ada Nadine, maka ia sudah terdampar di jalanan atau bahkan ia hanya bisa menyewa kamar kumuh dengan harga murah yang sangat tidak sehat.

"Berhentilah mengatakan omong kosong. Aku sudah meganggapmu seperti saudariku. Lagi pula Papa yang membayar sewanya. Dan dia tidak keberatan dengan itu." Nadine menyeruput smootie yang diberikan Zoe.

Zoe bergerak mendekati Nadine, memeluk wanita hamil tersebut dengan dekapan tulus yang penuh rasa terima kasih. "Aku sangat beruntung karna bertemu dengan orang-orang baik seperti kau dan orangtuamu."

"Oh ya!" Zoe melepaskan pelukannya. "Sepertinya Lucas juga mengubah sedikit dapurnya. Bekas tembakan ada di mana-mana."

Kedua mata Nadine membelak kaget. Tubuhnya membeku untuk sesaat. Memikirkan hal yang ia sembunyikan di dapur apartemennya bisa saja diketahui oleh Lucas. Dan jika Lucas mengetahuinya, Nadine yakin pria itu tidak akan berhenti mencari tahu dan berakhir dengan James yang akan mengetahui segalanya.

"Dapur?" tanya Nadine memastikan. Berharap kalau ia salah mendengar.

Zoe meanggukkan kepalanya. "Yap. Beberapa kabinet rusak karna tembakan peluru. Meja bar di dapur yang terbuat dari batu marmer juga pecah di beberapa bagian."

Sial! runtuk Nadine dalam hati.

Ia tidak mengharapkan ini sama sekali. Sepertinya ia harus pergi ke apartemennya, untuk memeriksanya sendiri. Nadine berharap semua senjatanya masih berada di sana. Semua benda itu sangat mahal dan sulit di dapatkan. Sebagian ia dapatkan dari federal, tapi sebagian lagi sengaja ia beli di pasar legal dengan harga yang sangat mahal.

Nadine meletakkan gelas minumannya di atas meja, ia berdiri dari duduknya dan berkata, "Sepertinya aku harus segera pulang."

Wanita itu terlihat kebingungan sekaligus panik. Nadine bahkan menggaruk tekuknya, dan memijat keningnya dengan gelisah.

Zoe yang kebingungan dengan perubahan sikap Nadine yang tiba-tiba menatap wanita itu dengan sorot bingung dan aneh. Ia bertanya-tanya dengan apa yang terjadi, kerna seingatnya Nadine baik-baik saja sebelumnya.

"Ada apa? Kau baik-baik saja? Apa kau merasakan hal aneh dengan perutmu?" tanya Zoe.

Nadine mengangguk menyakinkan sahabatnya tersebut. "Aku baik-baik saja. Ada hal yang harus kukerjakan."

"Tiba-tiba sekali?"

"Tidak, Zoey," Nadine tersenyum berusaha untuk membuat Zoe tidak menyadari perubahan sikapnya.

Ia menyentuh bahu wanita itu dan berkata, "Aku hanya melupakannya sejenak. Saat kau berbicara tentang dapur, aku baru ingat kalau aku harus melakukan sesuatu dengan Ida."

"Maafkan aku. Aku akan berkunjung kembali," kata Nadine. Ia membawa Zoe ke dalam pelukannya.

"Kau yakin tidak ada hal yang tak beres?" tanya Zoe sekali lagi.

Nadine mengangguk. "Ya. Kau tidak perlu khawatir."

Zoe menghembuskan napasnya. Berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak melontarkan banyak pertanyaan lainnya. "Baiklah. Aku akan mengantarmu keluar."

Nadine tersenyum lembut. Sambil memegangi perutnya, ia berjalan terlebih dahulu. Saat berada di depan pintu, Nadine kembali memeluk Zoe dan mengatakan kalau dirinya menyanyangi wanita itu, serta meminta Zoe agar wanita itu lebih berhati-hati.

"Aku akan baik-baik saja, Nadine."

Nadine mengangguk percaya. Ketika ia membuka pintu, Lucas berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam dan dingin. Tatapan biasa yang ia dapatkan ketika berpapasan dengan pria itu.

Namun kali ini rasanya berbeda. Saat Nadine menatap Lucas, ia merasa kalau tatapan pria itu lebih menusuk dari pada biasanya. Seakan Lucas baru saja menemukan musuhnya yang sudah lama bersembunyi.

Pria itu juga terlihat lebih waspada dari pada biasanya. Padahal tidak ada hal berbahaya di sekitar sini yang membuat Lucas harus bersikap seperti itu.

Apa Lucas menyadarinya? Apa pria itu menemukan apa yang ia sembunyikan selama ini?

"Lucas," sapa Nadine dengan canggung.

Lucas tidak langsung menjawab, pria itu semakin menyipitkan matanya, dengan kening yang mengkerut.

"Mrs. Reid," sapanya balik setelah beberapa saat.

***

Setelah mobil yang dikendarai Dias berhenti di lantai basement, Nadine dengan cepat keluar mobil tanpa menunggu Dias untuk membuka pintu belakang seperti biasanya.

Ia berjalan ke arah lift dengan perut besarnya. Namun saat Dias ingin bergabung dengannya ke dalam lift, Nadine mencegahnya. "Berhenti. Kau tidak perlu mengikutiku."

"Tapi, Mrs. Reid-"

"Tunggu aku di mobil, Dias," kata Nadine dengan tegas sebelum pintu lift tertutup dengan sempurna.

Saat lift berhenti di lantai unit apartemennya, Nadine segera berjalan menuju unitnya. Ia berjalan lebih pelan saat hampir sampai di unit apartemennya, mengintip dari luar dan berjaga kalau saja ada orang-orang Lucas di sana.

Saat memastikan kalau tidak ada siapa-siapa di sana, Nadine segera masuk dan menutup pintu yang sudah rusak. Kunci otomatis pada pintu itu sudah tidak berguna, sehingga Nadine dengan terpaksa harus menghalangi pintu dengan meja nakas di dekatnya.

Saat memastikan tidak ada satu orang pun yang bisa mengintipnya dari luar, Nadine segera pergi ke dapurnya.  Ia berjalan dengan hati-hati karna laintai yang dipenuhi pecahan kaca.

"Sial. Mereka benar-benar menghancurkan apartemenku."

Saat Nadine menatap kabinet yang sudah ia modifikasi, ia sadar kalau sebagian fungsinya rusak hingga menciptakan sebuah celah. Nadine menarik celah yang berada di balik lemari kabinetnya, ia dapat bernapas lega saat mendapati kalau semua senjata miliknya aman dan berada di tempat seharusnya.

Melihat semuanya rapi dan tidak tersentuh, membaut Nadine bertanya-tanya apakah Lucas atau anak buahnya menemukan semua benda ini atau tidak.

Saat Nadine menyentuh beberapa senjatanya, debu-debu masih berkumpul di sana. Menandakan kalau tidak ada satu orang pun yang menyentuh benda tersebut selain dirinya.

Nadine hanya bisa berharap kalau siapapun itu belum menemukan ini. Ia tidak ingin mengambil resiko yang merugikannya di masa depan. Jadi dengan cepat, ia segera memindahkan semua senjatanya dari tempat itu.

Nadine berbalik ke arah meja bar, ia membungkuk dengan kesulitan untuk menggapai sebuah sensor yang berada di baliknya, yang hanya bisa berfungsi dengan sidik jarinya.

Saat jari telunjuk Nadine menyentuh sensor tersebut, meja bar bergerak turun, hingga bersatu dengan lantai. Sebaliknya, langit-langit dapurnya terbuka, mengeluarkan tangga secara otomatis dari atas sana.

Itu merupakan ruang rahasia yang dibangun Nadine beberapa tahun yang lalu. Ini alasannya mengapa ia lebih memilih lantai paling atas, mereka memiliki cukup ruang untuk membuat ruang rahasia seperti ini.

Nadine mulai bergerak untuk memindahkan semua senjata yang berada di balik lemari kabinet ke dalam loteng. Ia melakukannnya berulang kali, sampai semua senjata yang berada di balik lemari berpindah ke atas.

Ketika semuanya sudah selesai, dan meja barnya baru saja kembali seperti semula. Nadine berpikir apakah ia harus memindahkan senjata lainnya seperti Barrett dan Styer yang berada di pemanggang, atau koleksi pisaunya yang ada di balik lemari penyimpanan anggur di dekat kulkas.

Akan tetapi, Nadine sadar kalau ia sudah terlalu lama di sini. Ia tidak memiliki waktu untuk membereskan semuanya. Seseorang bisa saja datang ke sini kapan pun.

Maka, dengan berat hati ia meninggalkan semuanya seperti semula. Nadine keluar dari apartemennya, berharap tidak ada orang yang menyadari apa yang ia sembunyikan.

Saat menuju lift, Nadine menelpon Zoe. Hal yang seharusnya tidak ia lakukan. Hal kecil yang akan membongkar semuanya. Bentuk awal kecurigaan yang semakin membuat wanita itu tersudut.

"Halo, Zoe!"

"Maaf kalau telponku terganggu. Aku baru saja ingat karna harus pergi buru-buru. Tapi bisakah kau meminta Lucas untuk tidak menyentuh dapurnya?"

"Kenapa? Jika kau ada masalah menggenai futnitur atau hal lainnya, aku akan meminta Lucas untuk mendiskusikannya padamu sebelum memperbaikinya,"  ujar Zoe di seberang sana.

"Tidak perlu, Sweetheart. Aku hanya saja aku sedikit sentimental dengan dapurnya. Tolong katakan kalau aku akan memperbaiki dan mendekorasinya sendiri."

"Baiklah, jika itu yang kau inginkan."

"Zoe," panggil Nadine. Ia terdiam sesaat sebelum berucap. "Bisakah kau berpura-pura bahwa itu keinginanmu?"

Zoe terdiam sesaat di sebarang sana. Namun wanita itu tidak bertanya lebih banyak. Ia hanya mengangguk dan mengatakan kalau ia akan melakukan itu untuk Nadine.

Saat panggilan telepon terputus, bertepatan dengan pintu lift yang terbuka. Dua orang berpakaian kasual berada di dalamnya sambil tertawa satu sama lain, Namun segera tersenyum dengan sopan saat mendapati Nadine berada di hadapan mereka.

Kedua pria itu keluar, dan Nadine masuk ke dalam lift tanpa memikirkan hal yang mencurigakan. Ia hanya berpikir mungkin ke dua pria itu adalah penghuni apartemen yang tidak pernah ia temui sebelumnya, karna ia tidak pernah peduli dengan para tetangganya.

Namun yang Nadine tidak tahu, kalau kedua orang itu saling tatap dengan sorot bingung  saat pintu lift tersebut tertutup.

Bryce dan Tucker segera kembali ke unit apartemen Nadine. Dan menyadari ada hal yang tidak beres yang sudah terjadi di sana sejak mereka meninggalkannya untuk makan siang.

Tucker segera mengirim pesan kepada Lucas, saat menyadari ada keanehan yang terjadi di sana. 

To. Signore Lucas.

Bos, ada hal buruk yang terjadi. Semua senjatanya hilang. Sepertinya ada yang sengaja memindahkannya.

Dan kami mendapati Ms. Reid berada di gedung apartemennya.

***

Merry Christmas everyone!!!! Do you guys got present from santa? I hope you guys have the best present ever after all this shit what happen in 2020.

I hope this chapter can be your christmas present to you ㅠㅠ send big love from my deepest heart. Love you kalian banyak-banyak pokoknya!







Continue Reading

You'll Also Like

21.5K 1.3K 26
Romance series #2 warning(s) : harsh words, kissing scenes, skinship, violence sexuality, and mature theme. judul awal : Uncontrollable Feelings "May...
3.4M 250K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...
47K 2.1K 18
Berterima kasihlah kepada pipi mu yang selalu membuat ku tidak berhenti mengoda mu -kyuhyun- Mengerti lah aku ini selalu cemburu jika kau selalu ber...
4.1M 30.6K 34
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!