Chance

By YolandaMailia

101K 7.5K 691

Sequel of Seducing James Beberapa tahun berlalu, James menjadi seseorang yang dingin dan tidak tersentuh. Per... More

Prakata
Visual Character
Prolog 1.1
Prolog 1.2
Chapter 1 - Meet Again
Chapter 2 - I know You're Lie To Me
Chapter 3 - You're Mine, Nadine
Chapter 4 - Jealous
Chapter 5 - Bad Situation
Chapter 6 - After Sleep
Chapter 7 - Try Again?
Chapter 8 - Our Wild Fantasy
Chapter 9 - Confused
Chapter 10 - I'm the Controller
Chapter 11 - Las Vegas
Chapter 12 - Who Are You, Reid?
Chapter 13 - Hiltzalea
Chapter 14 - Bad Boy
Chapter 15 - Haziel Gerardo
Chapter 16 - Thief
Chapter 17 - Amazing Plan
Chapter 18 - Yes and Die
Chapter 19 - Don't Leave Me Alone
Chapter 20 - Damn it!
Chapter 21 - Welcome to My Hell
Chapter 22 - An Accident
Chapter 23 - Rival?
Chapter 24 - The Lost Story
Chapter 25 - Trap For Everyone
Chapter 26 - I've Playing With Demon
Chapter 27 - Finally, Mrs. Reid
Chapter 28 - The Land of Beauty
Chapter 30 - Now It's Just Between You and I
Chapter 31 - Don't Go With No Gun
Chapter 32 - Reid Legacy : Jayden Nicolas Reid
Chapter 33 - The Beginning of The Destruction
Chapter 34 - We Lost Each Other
Chapter 35 - The War : When Death Comes (Last Chapter)
Epilog 1.1
Epilog 1.2

Chapter 29 - Wolfram : The War Begins

807 76 9
By YolandaMailia

Update!!!

Jangan lupa vote dan komen
Koreksi kalo ada typo.

FYI, belakangan ini aku lagi suka banget denger lagu Harry Styles - Watermelon Sugar sama Michele Marrone - Dark Room

Coba deh dengerin juga :)

Hope you love it!

***

Nadine mengerjapkan matanya saat mendengar suara Roy Robinson yang menyanyikan lagu berjudul Pretty Woman melalui pengeras suara model tua yang masih berfungsi dengan baik.

Dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya, Nadine mengusap matanya sembari berusaha menemukan jejak James di sisi tempat tidurnya.

Nihil.

Nadine tidak menemukan James di sampingnya. Kedua alisnya bertaut, tidak biasanya James meninggalkannya sendirian di tempat tidur. Apalagi saat ini mereka sedang berbulan madu.

Well, semalam ia dan James benar-benar menghabiskan waktu di kamar ini. Bahkan mereka tidak sengaja merobek sebuah bantal sehingga membuat bulu angsa halus berhamburan memenuhi kamar ini.

Nadine bangkit dari termpat tidur, membiarkan pinggul telanjangnya mengikuti irama lagu. James sepertinya tidak meninggalan pesan untuknya, berarti pria itu sedang berkeliaran di suatu bagian di rumah-istana-ini.

Ia berjalan ke arah kopernya untuk menemukan pakaian yang dapat menutupi tubuh telaanjangnya saat ini.

Nadine tersenyum senang, karna Ida melakukan pekerjaannya dengan baik. Wanita paruh baya itu mengepak semua hal yang ia butuhkan.

Akhirnya pilihan Nadine jatuh pada sebuah chemise cantik berwarna putih transparan dengan sebuah pita yang menggantung tepat di bagian bawah payudara.

Nadine mengenakan celana dalam merah tua berendanya, namun ia membiarkan payudaranya begitu saja tanpa tertutupi bra hingga seseorang dapat melihat jelas gundukan kenyal tersebut. Chemise tersebut hanya dapat menutupi putingnya.

Chemise itu sangat pendek, hanya dapat menutupi selangkangnya 10 centi meter lebih panjang. Namun karna perut Nadine yang sudah membesar, membuat bagian bawah chemise tersebut terangkat lebih pendek dari seharusnya.

Mematikan pengeras suara yang sepertinya dinyalakan James, Nadine keluar dari kamar untuk pergi ke lantai satu.

Saat ia berada di ujung tangga, ia dapat melihat James sedang berbicara dengan seorang pria yang tidak Nadine kenali-pria itu duduk membelakanginya.

Tidak peduli jika ia akan mengganggu pembicaraan kedua orang tersebut, Nadine tetap berjalan mendekati mereka.

Ia sadar kalau pria yang duduk membelakanginya adalah Lucas saat ia hanya berjarak satu meter dari kedua pria tersebut.

Entah untuk alasan apa, Nadine merasa sangat kesal. Ia menghentakkan kakinya, berdiri di hadapan dua orang yang langsung diam saat Nadine menghampirinya.

"Kenapa kalian diam? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Nadine.

James menatap wanita itu dengan sorot mata tajam. Ia terkejut melihat Nadine yang mengenakan pakaian yang begitu terbuka. James tidak leberatan dengan hal itu, tapi ada Lucas di rumah ini sekarang.

"Mengapa kau menggunakan ini?" tanya James tak suka

Bukannya Nadine tidak sadar dengan tatapan James, ia hanya berusaha untuk tidak menghiraukannya. Untung saja Lucas tidak seperti pria lain yang akan menatapnya dengan sorot nafsu yang menjijikan.

Nadine balik bertanya, "Ada apa? Kau tak suka?"

"Sial. Ini terlalu terbuka."

Nadine diam. Matanya menangkap pulpen yang ada di saku kemeja Lucas. Tangan Nadine bergerak mengambil pulpen tersebut. Memajukan sedikit tubuhnya, sehingga membuat Lucas harus menjauh agar bibirnya tidak mencium pucuk kepala istri sahabatnya tersebut.

Melakukan kebiasannya, Nadine menggulung rambutnya dengan pulpen tersebut yang menjadi penyangganya. Gerakan yang dilakukan wanita itu, membuat chemise pendeknya semakin terangkat.

James langsung menarik ujung chemise yang dikenakan Nadine, membawa wanita itu ke sisi tubuhnya.

"Sial, Nadine. Apa yang kau lakukan?!" suaranya terdengar sangat kesal.

Dengan wajah polosnya Nadine menjawab, "Apa? Aku hanya menggulung rambukku."

"Pergi ke kamar, dan ganti bajumu sekarang!"

Nadine tidak mengindahkan. "Apa yang dilakukan Lucas di sini?"

"Damn it, Nadine! Aku bilang ganti bajumu!"

"Kupikir kita sedang berbulan madu?!" Nadine menaikkan suara.

"Ya. Kita memang sedang melakukannya," balas James yang tanpa sadar juga ikut menaikan suaranya.

Membiarkan Lucas menonton drama keduanya sambil menyesap kopinya dengan tatapan tak peduli. Ia terlihat sama sekali tidak terganggu dengan pertengkaran kecil pasangan tersebut. Bahkan dia yang menjadi topiknya.

"Lalu kenapa dia ada di sini?" tanya Nadine untuk ke sekian kalinya. Benar-benar mengejutkan melihat Lucas tiba-tiba ada di sini.

"Dia hanya datang untuk menyampaikan beberapa hal penting," jelas James.

Nadine semakin tidak suka. Ia berucap dengan sinis, "Aku tidak tahu kalau sekarang ponsel tidak biasa digunakan untuk berkomunikasi antarbenua."

"Hal ini tidak bisa dibicarakan melalui panggilan telepon."

"Kalau kalian ingin saling berhadapan, lakukan saja panggilan video!" cerca Nadine.

Bukannya Nadine tidak menyukai Lucas karna pembicaraan terakhir mereka. Hanya saja ia tidak begitu suka saat seseorang menganggu waktunya bersama James. Siapa pun itu. Demi Tuhan, ia sekarang sedang bulan madu.

"Panggilan video? Yang benar saja!" protes James. "Sebelum kau menyuruhku untuk melakukannya, aku ingin kau mengganti bajumu terlebih dahulu."

Nadine diam sesaat. Ia menatap Lucas dan James dengan tatapan tak suka bercampur kekesalan.

"Lupakan. Lanjutkan saja pembicaraan penting kalian! Aku akan pergi untuk berenang." Kata Nadine, lalu melenggang meninggalkan kedua pria itu.

Lucas hanya terkekeh kecil, menikmati kekesalan James karena kelakuan Nadine. Ia tidak pernah melihat sahabat sekaligus bosnya ini kesal hanya karna masalah kecil seperti itu.

Lucas semakin yakin kalau James memang tergila-gila dengan Nadine. Sama seperti dirinya yang tergila-gila dengan Zoe.

James mendengus. "Berhentilah tertawa, dan singkirkan tatapan cabulmu dari bokong istriku!"

"Chill, dude. Nadine not looks intersting to me. Zoey have been made me crazy of her." Balas Lucas.

Kemudian ia melanjutkan, "Di mana Nadine akan berenang? Ini mungkin musim panas, tapi temperatur Sisilia di pagi hari benar-benar kacau."

James menggelengkan kepalanya sambil mengangkat kedua bahunya. "Dia tidak akan jauh. Mungkin hanya pergi untuk merendam kakinya di kolam renang."

Lucas tidak langsung menjawab. Ia mengambil rokok Malboro merah beserta pematik model kuno dari saku celana. Mengapit batang nikotin tersebut di antara dua bibitnya. Menyalakannya, menyesap dan menghembuskan asapnya ke udara.

"Kau yakin dia tidak pergi ke pantai? Itu tepat di halaman belakang."

James langsung mengeleng. Pria itu juga mengikuti Lucas dengan menyesap batang nikotin yang ia pinta dari pria itu. "Dia tidak mungkin melakukannya."

"Kau yakin?" tanya Lucas santai. Ia begitu menikmati mempermainkan James di saat-saat seperti ini. "Ingin bertaruh?"

James menatap Lucas yang menyeringai padanya. Ia terdiam sesaat memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu.

Sadar apa yang akan terjadi jika yang dikatakan Lucas memang benar, James segera bangkit dari duduknya, melemparkan batang rokok yang masih tersisa setengah ke lantai marmer mahal, dan menginjaknya menggunakaan sendal sampai padam.

"Sialan!"

Pria itu berbalik untuk menuju ke arah halaman belakang, mengabaikan Lucas yang masih menertawakannya. James tidak peduli, yang ia pedulikan saat ini hanyalah keselamatan Nadine dan bayi mereka.

James tidak melarang Nadine untuk bermain di pantai. Hanya saja ini masih terlalu pagi, air laut masih dingin sekali.

Di tambah lagi, terlalu berbahaya untuk membiarkan Nadine bermain sedirian di pantai. Bisa saja wanita itu ceroboh, hingga menyebabkannya terpeleset dan tergulung ombak.

James langsung menggelengkan kepalanya, menangkis pemikiran konyol yang baru saja singgah di kepalanya.

Saat ia sampai di pantai yang letaknya tepat di belakang rumahnya, bukannya mendapati Nadine yang sedang bermain air dengan kakinya atau hanya berjalan santai di pinggir pantai-James malah melihat Nadine benar-benar sedang berenang di pinggiran laut.

Chemisenya sudah tergeletak tak berguna di atas pasir pantai, sehingga membuat Nadine hanya mengenakan celana dalamnya di dalam air. Nadine menyelamkan seluruh tubuhnya ke dalam air dan kembali ke permukaan beberapa saat kemudian.

"Apa yang kau lakukan?!" James berteriak, melawan suara gemuruh dari ombak laut.

"Sudah kukatakan padamu kalau aku akan pergi berenang!" balas Nadine yang juga berteriak.

"Tapi kau tidak bilang kalau kau akan berenang di pantai, Nadine."

"Aku juga tidak pernah bilang kalau aku akan berenang di kolam renangmu!" balas Nadine.

Ia tertawa sambil bermain air. Menyelam beberapa dan menggerakkan tubuhnya dengan anggun di dalam air. Kulit Nadine seakan mati rasa, ia bahkan tidak terganggu dengan suhu air yang begitu dingin.

James melepaskan kemeja dan sendalnya di dekat chemise Nadine, dan hanya menyisakan celana pendek selutut dan bentuk tubuh yang begitu menggiurkan untuk dinikmati setiap hari.

James mendekat ke arah bibir pantai. Namun ketika ujung kakinya menyentuh air, ia kembali mundur. "Sialan. Ini sangat dingin!"

Nadine yang berada di dalam air memutar bola matanya. "Ayolah! Jangan berlebihan. Ini tidak sedingin yang kau katakan."

"Naiklah ke daratan, Sweetheart. Kau bisa membeku di sana!" kata James dengan lebih halus. James sadar kalau pagi ini, ia sudah terlalu banyak mengumpat dan berteriak pada Nadine.

Nadine semakin jahil. "Kalau begitu jemput aku di sini."

Rahang James mengeras seketika. "Kau tahu kalau aku dan suhu yang dingin, tidak memiliki hubungan yang cukup baik."

"You think, it's you are?" Nadine mendengus. "Semua orang akan mati membeku hanya karna berdiri di sampingmu. Kau benar-benar memiliki sikap dingin yang menyebalkan."

"Terima kasih pujiannya," kata James. "Nah, Sweetheart. Sekarang waktunya untuk naik ke sini, dan kau juga harus mengisi perutmu."

Nadine memutar bola matanya sekali lagi. Ia menyerah. "Oke, aku akan ke sana."

Wanita itu mencoba berenang. Namun seketika Nadine merasakan kalau kakinya terasa sangat keram. Ia kesulitan untuk menggerak kakinya, sehingga membuat Nadine tenggelam dan sulit untuk kembali muncul ke permukaan air.

Nadine mengepakkan tangannya yang masih berada di permukaan air. Berusaha meminta tolong, agar James segera membantunya. Ia tidak ingin mati konyol hanya karna tenggelam saat berenang.

James yang awalnya merasa lega karna Nadine akan kembali ke daratan, kini kembali panik. Otot jantungnya berpacu lebih cepat saat sadar kalau istrinya sedang kesulitan di dalam air. Kepala Nadine tidak kembali ke permukaan. Nadine akan tenggelam.

"Nadine, what's going on?" tanya James dengan cemas. "Bertahanlah! Aku akan menolongmu!"

Tanpa memikirkan dinginnya temperatur air, James segera melompat ke dalam air. Ia berenang ke arah Nadine dengan cepat. Pikiran-pikiraan negatif mulai memenuhi kepalanya.

Membiarkannya berfantasi tentang Nadine yang menutup matanya dan terbaring di dalam peti mati dengan gaun pengantin yang baru saja dikenakannya kemarin.

Mempercepat laju renangnya, James segera menyingkirkan pikiran itu. Ia tidak akan kehilangan Nadine. Tidak dengan cara seperti ini.

James menyelam ke dalam air, menemukan Nadine yang sudah menutup matanya, tak sadarkan diri. Dengan susah payah, James membawa Nadine ke daratan. Menggendong wanita itu ala bridal style dan sisa-sisa air yang terus mengalir dari kepala sampai ujung kakinya.

James merebahkan tubuh Nadine ke pasir. Ia benar-benar merasakan setengah nyawanya telah hilang entah ke mana saat menyaksikan dua malaikat kecilnya dalam bahaya.

Dengan perasaan cemas, james memeriksa denyut nadi Nadine. Denyutnya terasa sangat lemah sehingga membuat James semakin kehilangan akalnya.

"Nadine!" ia terus meneriakkan nama wanita itu.

"Ya Tuhan! Kumohon buka matamu!"

"Sial. Aku tidak akan kehilanganmu!"

Sambil berusaha menekan dada Nadine untuk melakukan pertolongan pertama dengan Cardiopulmonary Resuscitation agar mengeluarkan air dari dalam tenggorokan dan paru-paru wanita itu, James terus saja berbicara. Ia meracau tidak jelas, terlihat sangat frustasi saat Nadine tidak juga membuka matanya juga.

Untuk ke sekian kalinya James memberikan napas buatan kepada wanita itu. Akan tetapi tidak ada juga perubahan kondisi yang signifikan.

Namun, saat James kembali memberikan napasnya untuk wanita itu, tiba-tiba sebuah lengan melingkar di lehernya. Nadine membalas ciumannya.

James yang tidak mengerti apa yang baru saja terjadi, hanya memgikuti ritme yang di mulai Nadine. Nadine menciumnya dengan lembut dan penuh perasaan. Lengan Nadine yang melingkar di lehernya memeluknya dengan erat dan menciumnya semakin dalam.

Ketika keduanya kehabisan napas, Nadine terlebih dahulu menjauhkan diri. Ia menatap James yang berada di atasnya dengan seringai jahil yang menyebalkan. "Bagaimana airnya? Tidak sedingin itu bukan?"

James yang baru saja menyadari situasi yang terjadi membelakkan kedua matanya. Ia segera bangkit dari atas tubuh Nadine dan duduk di atas pasir yang basah.

James menatap Nadine tajam. "Kau membohongiku?"

Dengan tubuhnya yang penuh pasir, Nadine bangkit dan bergabung bersama James. Payudaranya yang tidak menggunakan bra tertutupi dengan pasir yang menempel di tubuhnya-tidak semuanya-tapi ia tidak peduli, tidak ada orang lain selain mereka berdua di sini.

Nadine memutar bola matanya tidak peduli. "Secara teknik mungkin iya."

Kemudian ia melanjutkan. "Tapi aku tidak sepenuhnya bohong. Kakiku memang sempat keram, tapi aku tidak kehilangan kesadaranku."

James yang mendengarkan penjelasaan Nadine tidak dapat berkata apa-apa. Ia tidak menyangka kalau Nadine akan menjahilinya dengan cara paling bodoh seperti ini. James sudah kehilangan akalnya saat melihat Nadine tidak sadarkan diri.

Ia benar-benar cemas, dan membayangkan Nadine tidak akan membuka matanya adalah hal terburuk yang pernah terjadi padanya.

"Kau tahu bagaimana perasaanku saat melihatmu tidak sadarkan diri?" James masih marah. Ia bahkan berucap dengan nada yang sangat dingin.

"Me cago en la madre que te parió!-motherfucker-Permainanmu benar-benar tidak lucu!"

Sadar dengan kemarahan yang menyelimuti James, Nadine mendekat. Ia duduk di atas paha James, melingkarkan kedua tangannya di sekeliling leher pria itu.

Nadine memberikan beberapa kecupan di seluruh wajah James. Namun pria itu tidak bergeming dan tetap mengabaikannya.

Nadine merengkuh wajah James yang dipenuhi kemarahan dengan kedua tangannya. Ia dapat merasakan rahang James yang mengeras di antara kulit telapak tangannya.

Lalu Nadine berkata, "Maafkan aku, oke. Aku janji aku tidak akan melakukannya lagi."

"Ide bodoh itu terlintas begitu saja. Aku berusaha kembali untuk naik kepermukaan saat kau sudah membawaku ke dalam pelukanmu. Aku tahu pura-pura pingsan merupakan ide yang sangat konyol."

Merendahkan kepalanya, Nadine mencium leher James hingga turun ke bahu pria itu. Serangkaian letupan kecil bergejolak di syaraf-syaraf pria itu, membawa James terbang tinggi dengan seorang malaikat cantik yang memandu perjalanannya.

Kepala James yang tadinya terasa sangat berat karena memikarkan kemungkinan-keemungkinan terburuk yang akan terjadi pada Nadine, tiba-tiba terasa sangat ringai. Rasanya seakan jiwanya sudah tidak berada di dalam tubuhnya. Sentuhan Nadine selalu berdampak sebesar ini kepadanya.

Ciuman Nadine berakhir saat wanita itu memberikan kecupakan terakhirnya di bibir James. "Aku tidak akan melalukan permainan bodoh itu lagi. But, to be honest.. you're so sweet, Babe."

Nadine tersenyum saat membayangkan betapa manisnya James yang sedang mengkhawatirkan dirinya. Apa yang dilakukan James membuat Nadine benar-benar merasa sangat di cintai.

Akhrinya James membalas Nadine dengan memeluk pinggang wanita itu. James menciumnya, meemberikan perasaan cemas dan rapuh itu kepada Nadine hingga ia juga dapat merasakan betapa frustasinya James karna permainana kecilnya.

Setelah sekian lama, akhirnya James membuka suara. Pria itu berucap dengan nada lemas, "Aku tidak ingin kehilanganmu, Mahal."

Nadine tersenyum lebar. Itu hal termanis yang di dengarnya dari mulut James hari ini. "Kau tidak akan pernah kehilanganku, Sayang."

Lalu ia melanjutkan, "Aku hidup untukmu. Jika kau tidak ada, begitu pula aku."

Pelukan James semakin erat. "Aku mencintaimu." James kembali menciumnya, namun kali ini dipenuhi dengan gairah yang meletup-letup.

Keduanya berbaring di atas pasir, saling memandang satu sama lain sebelum James mencumbu payudara Nadine. Tidak peduli dengan pasir yang memenuhi mulutnya. James yang ada di atas Nadine berusaha untuk tidak terlalu menekan perut wanita itu.

Keduanya tidak perlu khawatir jika ada orang yang akan melihat perbuatan mesum mereka saat ini. Pantai yang berada di belakang rumah James merupakan milik pribadi. Jadi tidak ada orang asing yang akan ke sini. Jika pun ada, itu hanya para pelaut yang mungkin melihat keduanya dari atas kapal menggunakan teropong tua.

Saat James ingin menyatukan keduanya, tiba-tiba perut Nadine berbunyi cukup keras. James dan Nadine saling menatap sebelum tawa keduanya pecah hingga menggema ke dasar samudera.

"Sepertinya kita harus mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Kurasa Jayden kecil kita sudah sangat kelaparan," kata James dengan lembut sambil mengelus perut Nadine.

"Aku ingin omlete dan bacon goreng. Dan segelas susu ibu hamil tentu saja," balas Nadine dengan manja.

James bangkit terlebih dahulu. Ia mengambil kemeja dan sandalnya yang tergeletak di pasir yang kering-meninggalkan chemise milik Nadine-sebelum membantu Nadine untuk bangkit.

"Baiklah, Mrs. Reid. Selagi kau pergi untuk membersihkan diri, aku akan memasak sarapan untukmu."

"Kau? Memasak?" tanya Nadine tidak percaya. Selama ini James hanya akan mengacau jika pria itu berada di dapur.

James memakai 'kan tubuh telanjang Nadine dengan kemejanya. Pria itu bahkan tidak lupa untuk mengancingnya walaupun beberapa kali tangan nakalnya menyentuh kulit telanjang istinya.

"Aku akan baik-baik saja dengan omlete dan bacon gorengmu, Sweetheart."

Tangan kanan James berada di pinggang Nadine, menggiring wanita itu untuk segera melangkah ke arah pintu belakang rumah.

Nadine menatap chemise miliknya yang tertinggal. Ia pun berkata pada James, "Bagaimana dengan chemise-ku?!"

"Tinggalkan saja. Lagi pula aku tidak suka kau kau berusaha menggoda Lucas dengan pakaian bodoh itu," balas James tidak peduli.

"Aku tidak menggodanya!" sahut Nadine tak terima.

"Aku hanya sedikit kesal saat kau membiarkan Lucas daan urusan penting kalian menganggu apa yang baru saja kita mulai." Nadine menekankan ucapannya di beberapa kata.

Langkah James berhenti saat keduanya telah berada di pintu belakang, hingga Nadine juga ikut menghentikan langkahnya.

James mengecup ujung hidung Nadine dan berkata, "Hentikan omelan mu, Mrs. Reid. Sekarang masuklah ke dalam, dan bersihkan dirimu."

Nadine yang mendengarkan perintah James hanya memutar bola matanya. Ia menghentakkan kakinya sebelum masuk ke dalam rumah dengan wajah kesal yang membuat James tertawa kecil.

***

Keduanya tidak menghabiskan sarapan di meja makan yang ada di lantai satu. James mambawa Nadine untuk sarapan di balkon kamar mereka sehingga Nadine bisa menikmati pemandangan laut lepas dan pegunungan dari atas sini.

Nadine menghabisan sarapan yang dibuat James dengan lahap. Rasanya tidak terlalu buruk, tapi juga tidak seenak masakan yang dibuat oleh juru masak profesional. Standar, untuk lidah orang awam seperti Nadine.

Dengan rambut yang digulung tidak rapi, Nadine terlihat sangat cantik saat wanita itu mengenakan terusan tanpa lengan berwarna hitam.

Terusan tersebut menggantung tepat di atas lutunya dengan ujung baju yang lebar sehingga membuat perutnya terasa sangat nyaman. Tidak lupa dengan sendal flat yang membalaut kakinya.

Begitu pula dengan James. Pria itu terlihat sangat tampan dengan mengenakan kemeja cokelat tua serta celana jins berwarna gelap.

Lengan kemejanya digulung hingga siku, dengan kemeja yang tidak terkancing di bagian dada. Memperlihatkan tato-tato James yang terlihat sangat memanjakan mata.

James membuka suaranya saat sudah menyelesaikan sarapannya. "Kau masih ingin pergi berlayar?"

Kedua mata Nadine berbinar, "Kita akan pergi berlayar?"

James mengangguk. "Jika kau masih menginginkannya."

Tanpa sengaja Nadine memukul meja dengan cukup keras. Ia begitu bersemangat saat James membahas tentang pergi berlayar. "Tentu saja!"

"Kalau begitu kita akan menghabiskan waktu di tengah lautan dengan sebuah kapal yatch."

Nadine tersenyum lebar samb menutup matanya, membayangkan angin laut yang menyapu wajahnya dengan bunyi deburan ombak saat kapal mereka berlayar di tengah lautan. Serta burung-burung yang mulai terbang di atas mereka untuk pergi berimigrasi.

Nadine melompat ke dalam pangkuan James. "Thank you, Husband." Ia begitu senang saat memberikan James sebuah ciuman yang dalam dan panjang.

Jamess tersenyum kecil. Ia mengelus ujung bibir wanita itu. "De nada, Wife."

***

Zoe senang saat ia bisa menghabiskan hari-harinya di dalam apartemennya yang nyaman. Walaupun tidak banyak yang dapat ia lakukan selain menyelesaikan naskahnya.

Di tambah lagi dengan Lucas yang sedang melakukan perjalanan bisnis, menggantikan James yang sedang pergi entah ke belahan bumi mana dengan membawa sahabatnya. Jadi ia hanya sendirian saat ini. Seperti biasanya.

Waktu sudah menunjukkan pukul satu malam. Namun Zoe masih betah berada di depan laptopnya, ditemani beberapa camilan dan dua cangkir kopi yang sudah ia habiskan sejak beberapa saat lalu.

Saat ia ingin kembali ke dapur untuk membuat kopi ketiganya, tiba-tiba Zoe mendengar pintu apartemennya diketuk .

Zoe mengurungkan niatnya untuk membuat kopi, ia kembali meletakkan kedua cangkirnya di atas meja. Berusaha untuk berjalan dengan cepat saat menuju ke arah pintu.

Saat pintu apartemennya terbuka, Zoe begitu terkejut ketika mendapati Lucas yang berdiri di depannya dengan kaos hitam berlengan pendek, celana jins yang menggantung di pinggulnya dan kaca mata hitam yang bertengger di pangkal hidungnya. Pria itu terlihat sepuluh kali lebih tampan sejak Zoe melihatnya untuk terakhir kali.

Lucas memberikannya ciuman singkat sebelum melenggang masuk ke dalam apartemen tanpa permisi.

Zoe menutup pintu, berbalik hanya untuk mendapati Lucas yang sedang melepaskan kaos hitamnya. Memperlihatkan otot-otot yang terbentuk dengan sempurna.

"Bagaimana perjalanan bisnismu?" tanya Zoe berusaha untuk mengabaikan santapan lezat yang tersaji di depannya. Zoe tidak sadar kalau sejak tadi ia sudah menahan napasnya.

"Tidak terlalu menarik," balas Lucas singkat. Pria itu membaringkan tubuhnya di sofa.

Zoe mematikan laptopnya, mengambil semua bahan-bahan risetnya dan menyimpannya di dalam kamar. Ia kembali ke ruang tamu dan mendapati Lucas yang sedang menutup mata.

Zoe tahu kalau Lucas tidak tidur. Namun garis-garis kelelahan tergambar jelas di wajah pria itu. Membuat Zoe merasa iba dan kasihan secara bersamaan.

Zoe mengambil cangkir kopi yang tadi ia lupakan dan membawanya ke dapur. Ia mulai membuat minuman untuk Lucas dan dirinya sendiri.

Saat sedang mengaduk kopi yang sudah dicampurkan dengan gula, Zoe melamun. Ia sedikit heran karna Lucas bersikap lebih diam dan dingin dari biasanya.

Lucas memang bukan pria yang ramah, apalagi orang yang banyak bicara. Tapi tidak biasanya pria itu akan mengabaikannya seperti ini setelah tidak bertemu beberapa hari.

Biasanya pria itu akan menciumnya dan langsung menyeretnya ke atas tempat tidur. Well, Zoe tidak bersikap seperti seorang pelacur yang dibutuhkan, namun memang itu kebiasaan Licas saat mereka tidak bertemu untuk beberapa hari.

Dari arah dapur, Zoe berteriak. "Apa kau ingin memakan sesuatu?" tanyanya.

Lucas begumam. "Cukup dengan apa yang sedang kau buat saat ini."

Zoe hanya mengangguk. Ia kembali ke ruang tamu dan meletakkan kopi milik Lucas di atas meja. Sedangkan dirinya duduk di sofa single sambil memegang kopinya yang masih panas. Zoe meniup kopinya beberapa kali sebelum menyesapnya.

Melihat Lucas yang tetap tidak bergeming, ia kembali bertanya. "Apa ada masalah?"

Lucas membuka matanya. Tatapannya langsung tertuju ke arah bola mata Zoe yang menenangkan. Pria itu hanya meresposnnya dengan gelengan dan senyuman yang sangat tipis.

Namun sebaliknya Lucas malah berkata, "Kemarilah. Aku merindukanmu."

"Sofa itu tidak akan muat untuk kita berdua," komentar Zoe

Namun kenyataannya Zoe tetap mendekati Lucas. Ia duduk di lantai, meletakkan kopinya di dekat cangkir kopi Lucas. Tangannya melingkar di pinggang pria itu dengan kepala yang berbaring di perut Lucas yang terasa aangat keras.

"Kita bahkan pernah melakukan seks di sofa ini," komentar Lucas.

Zoe dapat merasakan tangan Lucas yang mengelus kepalanya. Pria itu bermain-main dengan rambut panjang wanita itu.

"Jadi aku tidak keberatan jika kau harus berbaring di atas tubuhku," kata Lucas.

Zoe mengangkat kepalanya. Ia menatap Lucas, lalu menggeleng. "Kau terlihat sangat kelelahan."

Lucas terkekeh kecil. "Berat badanmu tidak akan terlalu mempengaruhiku, Zoey."

Zoe tidak bergeming, ia tetap duduk di lantai sambil memainkan jari telunjuknya di sekitar dada hingga perut Lucas. Saat Zoe mencoba menggoda Lucas dengan cara menjilati jari-jari pria itu, pintu apartemen tiba-tiba diketuk.

Refleks, Zoe menghentikan aktifitasnya. Dan Lucas menggeram kesal karna gangguan itu. Mengutuk siapa pun yang menganggu aktifitas malam mereka yang akan segera di mulai sebentar lagi.

Keduanya saling tatap satu sama lain, bertanya-tanya siapa yang bertamu selarut ini.

"Apa kau menunggu seseorang?" tanya Lucas.

Zoe sontak menggeleng. "Tidak."

Pintu terus diketuk dari luar, bahkan ritmenya menjadi semakin cepat dan kasar. Keduanya tetap bergeming di tempat. "Aku akan membukanya."

Lucas bangkit. "Tidak. Biar aku yang membukanya," katanya kesal karna gangguan tersebut.

Zoe yang tadi duduk di lantai berpindah ke sofa, sedangkan Lucas berjalan ke arah pintu utama. Saat pintu terbuka, Zoe begitu terkejut saat mendapati dua orang asing berpakaian hitam tiba-tiba menyerang Lucas.

Lucas terdorong ke belakang karna serangan yang tiba-tiba. Namun itu tidak bertahan lama. Ia langsung bangkit dan memberikan tendangan di perut pada salah satu pria berambut pirang yang tadi menyerangnya.

Zoe yang tidak mengerti apa yang terjadi di hadapannya, hanya bisa diam di sofa. Sesekali ia berteriak, saat orang-orang tersebut menyearng Lucas. Tubuhnya terasa kaku, ia kesulitan untuk menggerakkan tubuhnya. Dadanya sesak karna kesulitan untuk bernapas.

Pria berambut pirang ingin memukul wajahnya, ketika Lucas menunduk dan membalasnya dengan pukulan uppercut yang tepat mengenai ulu hati. Ia lalu melompat, memberi tendangan pada pria yang bertubuh gemuk.

Saat ingin mengeluarkan pistol dari saku celannya, tatapannya beralih ke arah Zoe yang terlihat ketakutan. Ia mengurungkan niatnya. Tentu saja Lucas tidak ingin Zoe melihat dirinya yang menembak mati dua orang asing di apartemen wanita itu.

Lucas mendekat ke arah Zoe, ia menarik wanita itu agar berdiri di belakangnya. "Sial. Zoe. Pergi ke kamar sekarang."

Zoe tidak bergeming. Ia benar-benar ketakutan sekarang. Tangannya menggenggam dengan erat pergelangan tangan Lucas. "Kita harus menelpon polisi," katanya dengan suara yang bergetar.

Melihat Zoe yang tetap diam tak merespon permintaannya, sementara ia sibuk dengan membalas serangan dua orang asing tersebut, dengan terpaksa Lucas harus menyeret wanita itu agar bergerak.

Sebuah tembakan tiba-tiba terdengar. Dengan cepat Lucas membawa Zoe berlindung di balik lemari yang menjadi sekat antara ruang tamu dan dapur.

Tembakan terus berdatangan, menghancurkan beberapa perabotan yang ada di apartemen milik Nadine dan Zoe. Lucas dapat merasakan tubuh Zoe yang bergetar hebat di pelukannya.

Lucas menangkup wajah Zoe. "Dengar. Aku akan melindungimu, kau lari dan masuk ke dalam kamar."

"Tapi bagaimana denganmu?" tanya Zoe dengan suara yang bergetar. Matanya berkaca-kaca menahan tangis.

"Aku akan baik-baik saja, Zoe." Lucas mencium pucuk kepala wanita itu untuk menenangkannya.

"Dalam hitungan ketiga, kau sudah harus berlari. Kau mengeti?" tanya Lucas.

Dengan ragu Zoe mengangguk.

"Oke. Dan jangan telpon polisi. Jangan mencoba untuk membuka pintu jika kau tidak mendengar apapun dariku. Kau mengerti?"

Untuk ke sekian kalianya, Zoe lagi-lagi hanya mengangguk. Mereka tidak perlu mengkhwatirkan jika ada tetangga yang tiba-tiba datang karna mendenggar keributan.

Tidak banyak yang tinggal di lantai ini. Bahkan beberapa apartemen di samping mereka sudah kosong sejak lama.

"Siap?" tanya Lucas yang hanya dibalas anggukan kecil.

Ketika Lucas mengeluarkan pistolnya, Zoe hampir saja menjerit karna terkejut. Ia tidak tahu kalau Lucas juga memiliki sebuah pistol yang selalu di bawa kemana pun bersamanya.

"Dari mana kau mendapan benda ini?" tanya Zoe. Pemikiran-pemikiran aneh mulai memenuhi kepalanya.

Lucas menatap Zoe sesaat, sebelum kembali fokus pada ritme tembakan yang di arahkan kepada mereka. Mencari celah, di saat yang tepat agar ia bisa membawa Zoe ke dalam tempat yang lebih aman.

"Kau tidak perlu memikirkannya. Aku tidak melanggar hukum untuk mendapatkan benda ini," kata Lucas dengan jujur.

Nyatanya senjata apinya memang terdaftar di catatan kepolisian Italia dengan dia sebagai pemiliknya.

"Baiklah, Zoe. Bersiap. Aku akan mulai menghitung," kata Lucas memberi instruksi.

"Satu..."

"Dua.."

"Tiga!"

Saat di hitungan ketiga, Lucas langsung menembaki keduanya. Sehingga membuat kedua pria tersebut terkejut dengan serang timah panas yang datang tiba-tiba.

Ketika dua orang tersebut keluar dari apartemen dan bersembunyi di balik dinding, saat itu juga Lucas menyuruh Zoe untuk segera masuk ke dalam kamar.

Lucas dapat bernapas lega kala mendengar suara pintu kamar yang dikunci. Ia pun mengarahkan segala fokusnya pada orang asing yang tiba-tiba menyerangnya.

Lucas berjalan dengan pelan, sesekali ia menembakkan pistolnya ke arah pintu hingga merusak gagangnya.

Lucas meenyembunyikan tubuhnya di balik dinding. Ia dapat merasakan kalau dua orang itu berada tepat di dinding yang sama dengannya. Menyembunyikan diri sepertinya, agar tidak terkena tembakan.

"Siapa yang mengutusmu?!" tanya Lucas. Ia menyempatkan diri untuk mengisi selongsong pelurnya yang sudah kosong.

Saat pria yang bertubuh gemuk mencoba untuk mengintip, Lucas langsung memberikan pukulan di wajahnya dengan siku, hingga membuat hidung pria itu patah dan berdarah.

Si pirang tidak tinggal diam. Dia mencoba untuk menyerang Lucas dengan cara menendang perut pria itu, Namun dengan tanggap Lucas menghindarinya dan meloncat tinggi untuk melakukan tendangan memutar yang langsung membuat si pirang terjatuh.

Pria yang bertubuh gemuk berusaha untuk menembakkanya. Namun nihil, saat ia tidak mendengar suara dari peluru yang keluar dari pistolnya. Selongsong pistolnya sudah kosong.

Dan Lucas mengambil kesempatan itu untuk menembaknya tepat di kepala hingga membuat lubang di bagian tengah dahinya.

Lucas beralih ke arah si pirang yang masih terkapar di lantai marmer yang dingin. Lucas mendekati pria itu, ia duduk di atas tubuh si pirang dan mulai melakukan pukulan hook yang berulang di rahang pria itu, hingga darah keluar dari hidung dan mulutnya.

Saat menyadari kalau pria itu sudah mulai kesulitan untuk menahaan diri agar tetap sadar, Lucas bangkit.

Ia menginjak leher pria itu dengan sepatu pantofelnya. Membuat pria berambut pirang tersebut memukul-mukulkan telapak tangannya ke lantai berusaha untuk meminta Lucas melepaskannya.

"Siapa yang mengirim mu?!" tanya Lucas dengan suara rendah yang mengerikan.

"A...aku tidak akan memberitahumu!" balas pria itu dengan suara yang tersendat.

Lucas menyeringai. Ia semakin menekan leher pria itu, membuat sedikit goresan yang tercetak dari alas sepatunya. "Kalau begitu kau akan mendapatkan kematian yang mengerikan."

"Aku tidak akan membunuhmu di sini. Tapi aku akan membawaku ke tempat di mana tidak ada orang yang akan menemukan mayatmu, hingga kau berubah menjadi tulang-belulang." Lucas melanjutkan.

Ia memberikan pria itu waktu untuk bernapas beberapa detik sebelum kembali menginjak lehernya. "Aku akan menguliti tubuhmu sedikit demi sedikit. Di mulai dari wajahmu, hingga ujung kakimu. Butuh waktu berjam-jam untuk melakukannya dengan sempurna. Aku tidak peduli jika kau terus berteriak agar aku segera membunuhmu atau memohon ampun. Jika kau pingsan, aku akan menyuntikmu dengan stimulan. Kau akan tetap sadar sampai aku selesai mengulitimu."

"Kau akan tetap diam?" tanya Lucas sekali lagi.

Pria itu menggeleng dengan keras. "A.. ak.. aku ak.. akan mem.. memberi ta.. tahumu."

Membayangkan rasa sakit yang akan di alaminya membuat dirinya bergidik ngeri. Lebih baik Lucas menembaknya saat ini juga dari pada ia harus merasakan tubuhnya dikuliti seperti seekor domba.

"Katakan!" ujar Lucas. Ia semakin memberikan tekatan pada kakinya yang menginjak leher pria itu.

"Wo... wolf.. Wolfram."

Dor.

Saat pria berambut pirang tersebut menyelesaikan perkatannnya, saat itu pula sebuah timah panas menembus jantung dan kepalanya. Darah mengalir membasahi lantai.

Sedangkan Lucas menggenggam pistolnya erat-erat. Rahangya mengeras saat mendengar nama itu setelah sekian lama. Apa yang dikatakan orang-orang benar. Tidak ada satu manusia pun yang bisa meninggalkan masa lalumya.

Tiba-tina perkataan Nadine beberapa hari lalu berputar di kepalanya seperti kaset rusat. Nadine benar. Zoe tidak akan hidup normal jika wanita itu terus berada di sisinya.

Wolfram Liu. Lucas akan selalu mengingat nama itu.

***

Hola Cariño....

Akhirnya aku update lagi.

Maaf ya minggu ini telat, soalnya minggu-minggu ini emang lagi sibuk banget. Punya waktu nulis juga cuma malem. Dna akhirnya ketiduran karna aktifitas di siang hari.

Kalian yang sekolah atau kuliah online semangat ya. Aku tau itu gak mudah. Apalagi yang kuliah online, di tambah maba. Pasti pusing banget deh.

Tetap semangat ya guys!!! Janga kesehatan kalian juga!

Pokoknya, love you banyak-banyak!!!

Continue Reading

You'll Also Like

660K 45.1K 43
𝐖𝐀𝐑𝐍𝐈𝐍𝐆 𝟏𝟖+ Bagai burung kecil yang tidak bisa berkicau. Hanya bisa pasrah kemana takdir akan membawanya. **** "𝙉𝙤 𝙢𝙖𝙩𝙩𝙚𝙧 𝙝𝙤𝙬 𝙢...
3.4M 49.7K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
3.5M 38.3K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
1.9M 8.5K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...