Galang dan Naura ✔

By IsmiiNingrum

913K 74.4K 5.1K

-Sampai jumpa di titik terindah menurut takdir- 15+ CERITANYA MENGURAS EMOSI. HATI-HATI! AKU NGGAK BERCANDA... More

1. Kota Bandung as Prolog
2. Perjodohan
3. Senyuman Naura untuk Galang
4. Perjodohan
5. Datang Tanpa Permisi
6. Tunangan?
7. Sebuah Ikatan
8. Daniel dan Cemburu
9. Terikat
10. Awal perjuangan
11. Tidak Mudah
12. Terbongkar
13. Terbongkar (2)
14. Mengungkap
15. Cause I'm A Fool For You
16. Apa Sudah Ada?
17. Taman Galang dan Naura
18. Membuka Celah
19. Perlahan Daun Itu Gugur
20. Pengertian Naura
22. Pil pahit perasaan Naura
23. Batin dan Ego
24. SKAK MAT
25. Titik Lelah yang Hampir Tergapai
26. Mawar Untuknya
27. Sebatas Pengagum
28. Karena Hujan
29. Sebuah Harapan Kecil untuk Naura
30. Belati Tak Bertuan
31. Retak
32. Putusnya Ikatan
33. love is gone
34. Susun Rencana
35. Ruang Kisah
36. Bangkai
37. Bertekuk Lutut
38. Permainan Takdir
39. Galang dan Daniel
40. Akal dan Hati
41. Perasaan Bersalah
42. Goresan Ujung Mata Pena Bertinta Biru
43. Good Bye sunshine
44. Matahari Kita Pergi
45. After her go
46. Untuk yang Tersayang
47. Hai Danielku.
48. Galang ... Terima Kasih
49. Kosong dan Jackpot
50. Bajingan Tengik
51. Terima Kasih Takdir
BAD GIRL STORY

21. Bimbang

12.6K 1.3K 112
By IsmiiNingrum

"Waktu terus berjalan. Memakan semua kenangan yang di jalani. Begitu juga dengan perasaan ini. Termakan waktu," —Naura Gabriella.

"Tenang. Untuk saat ini aku masih akan berjuang. Tapi ada satu hal yang harus kamu tahu Gal. Suatu saat disaat aku benar-benar sudah lelah dari semua ini, tolong jangan baru lihat aku. Mungkin disaat itu nanti terjadi, aku sudah menemukan orang yang juga menerima aku dengan tulus tanpa harus berjuang dulu, seperti apa yang aku lakukan sama kamu."

Tidak ada kata-kata lagi yang keluar dari mulut Galang. Lidahnya kelu, bibirnya terkatup rapat serta hatinya merasa cemas saat itu juga. Mendengar bagaimana nanti Naura yang akan memilih laki-laki lain yang mencintainya tanpa harus berjuang membuat hatinya tidak rela untuk kehilangan perempuan sebaik Naura.

Naura menaikkan selimut Galang sampai batas pinggang laki-laki itu. Matanya menatap Galang dalam diam. Seolah tatapannya kosong.

"Yang terpenting kamu harus sembuh. Kalau kamu sakit aku juga sakit," ujar Naura lagi.

"Gue gak pernah minta lo jagain gue, tapi kenapa sampai saat ini lo tetep berjuang demi gue, Ra?" tanya Galang parau. Ia tidak menyangka kalimat itu keluar dari mulutnya. Namun saat itu hanya kalimat itulah yang terlintas di benaknya dan hatinya menyuruh untuk mempertanyakan kepada Naura.

Naura tersenyum lembut menatap Galang, "Ini bentuk kewajiban aku, Gal. Udah aku bilang ke kamu, kalau aku bakal terus mempertahankan apa yang aku punya. Hingga nanti waktu yang menyakitkan tiba. Tapi aku gak yakin kalau waktu itu akan datang. Yang terpenting saat ini, aku harus ada di kamu dan gak peduli dengan kamu yang terus menghindar." Naura menghirup udara sejenak, "Ya seperti yang aku bilang juga, kalau suatu saat nanti hati aku udah bukan milik kamu lagi, kamu jangan baru lihat aku. Mungkin di saat itu pula hati aku udah harus berpaling dari kamu."

Sebenarnya hati Naura sakit saat mengucapkan kalimat tadi. Namun entah mengapa juga, pikiran dan hatinya seolah sejalan agar mengatakan itu.

Hingga pada waktunya nanti hati Naura akan berpindah haluan. Bukan milik Galang Atlanta lagi.

******

Seminggu sudah Galang dan Naura berada di rumah sakit. Siang ini Galang sudah di perbolehkan untuk pulang.

"Aku seneng deh kamu udah boleh pulang," ujar Dita manja. Perempuan itu berada di samping Galang seraya memeluk lengan Galang dengan erat.

Bram dan Haris merasa muak dengan pemandangan itu lantas bergerak untuk membantu Naura membereskan baju ke dalam tas untuk dibawa pulang. Sedangkan Denis dan Detra berdecak kesal namun tetap membantu Daniel dalam mengurus surat-surat penting.

Setelah selesai membereskan pakaian, Naura bergerak ke nakas yang berada di samping ranjang Galang.

"Galang, kamu harus minum obat sekarang ya, takutnya nanti waktu di rumah kamu udah ketiduran," ujar Naura seraya memegang gelas yang berisi air hangat dan beberapa pil obat.

"Udah biar gue aja." Dita yang dengan cepatnya merampas gelas dan obat yang Naura pegang.

Semua orang yang melihat itu memutar bola matanya malas. Dita sangatlah menyebalkan plus sangat menjengkelkan.

"Gal," panggil Denis.

"Hm?"

"Lo udah liat sendiri kelakuan Dita yang kasar, tapi kenapa lo diam aja?" tanya Denis kesal.

"Terus urusan sama gue apa? Lagian kan cewek gue sendiri yang mau kasih obat," balas Galang santai. Dan hal itu mampu membuat mereka meremang karena emosi.

"Terlalu bodoh," ujar Daniel.

"Lo semua kenapa sih, kayanya gak suka banget sama gue? Salah gue apa?" tanya Dita dengan kesal.

"Heh! Lo punya kaca gak, hm? Atau kurang gede?" ujar Detra nyolot.

"Maksud lo apa hah?!"

"Akhlak lo minus!"

"Lo semua musuhin gue karena dia kan! Jawab!" Dita menunjuk wajah Naura.

"Jauhin tangan lo dari Naura," ucap Daniel dingin.

Dita menatap Daniel dengan wajah terkejut. "Lo takut kalau gue sentuh pacar lo ini?" tanya Dita seraya mendorong bahu Naura dengan telunjuknya.

Galang yang melihat itu pun mengepalkan tangannya di balik selimut. Sebenarnya ia sudah muak dengan pertikaian antara Dita dengan para sahabatnya. Apalagi entah mengapa saat ia melihat Naura diperlakukan kasar oleh Dita, ia merasa jengkel dan tidak suka. Padahal ia sendiri melakukan hal yang lebih dari Dita.

"Mulut lo racun banget, Dit," ujar Bram.

"Kenapa? gak suka? Oh tunggu dulu." Dita menjeda ucapannya. Kini telunjuknya ia letakkan di dagu. "Gue jadi curiga sama lo semua. Atau lo semua ada perasaan juga ke Naura?" tanya Dita yang mampu membuat semuanya tidak habis pikir.

"Otak lo cetek bener," tutur Denis.

( dangkal)

"Di otak lo cuma bisa negative thinking doang," timpal Detra.

"Gue gak gitu. Mustahil aja lo semua pada belain Naura terus, 'kan? Atau Naura sendiri yang ngehasut kalian buat benci gue?"

"Jaga mul—"

"UDAH!!!" teriak Naura frustasi.

Naura menjadi pusat perhatian saat ini. Mereka melihat raut wajah Naura yang tampak lelah.

"Udah gak usah berdebat. Tolong," ujarnya lirih. Lelah. Sungguh sangat lelah. Tidak ada yang bisa mengerti di posisi Naura. Berjuang sendiri tanpa ada balasan dari Galang, ditambah lagi dengan keadaan sekitar yang selalu membuatnya seolah-olah terpojok. Seolah mengatakan betapa bodohnya Naura saat ini.

Naura menatap Dita dalam hening. "Kalau kamu memang mau merawat Galang, silahkan. Jaga dia. Aku kasih kamu satu harian bersama Galang tapi tolong jaga dia," ujarnya, "dan Gal. Aku bakal nemenin kamu lagi nanti malam. Aku bakal dateng ke rumah kamu. Untuk siang ini sampai waktunya aku datang, kamu sama Dita dulu. Biar pacar kamu yang urus kamu," ujar Naura menekankan kata 'pacar'.

Semuanya tampak diam dengan keputusan Naura. Mereka tahu ini adalah titik awal lelahnya Naura dalam mempertahankan Galang.

Naura beranjak dari tempatnya dan mengambil ponsel serta ransel yang berisikan pakaian miliknya sendiri keluar ruangan. Bram, Daniel, Denis, Detra dan Haris segera menyusul Naura keluar ruangan.

Saat Naura pergi meninggalkan dirinya sendiri, barulah ia merasakan kesunyian yang teramat besar. Bahkan ia bisa mendengar suara detik jam. Bukan suasananya saja yang tampak sunyi, namun hatinya. Hatinya terasa seakan benar-benar kosong.

Jika ditanya apakah sudah ada perasaan Galang terhadap Naura, maka jawabannya adalah sudah ada. Namun lagi dan lagi, kita harus mengingat betapa susahnya Galang untuk membuka hatinya untuk Naura dan meninggalkan Dita.

Dita menatap Galang dengan alis yang bertautan. "Kenapa? Kamu ngerasa keberatan kalau Naura pergi?" tanya Dita tidak suka.

Galang menggeleng lalu tersenyum manis. "Mana mungkin aku keberatan di tinggal dia. Kan ada kamu."

Dita tampak senang mendengar ucapan Galang, "Bagus deh. Pokoknya kamu gak boleh suka sama Naura. Kamu sukanya harus sama aku aja, oke?"

"Iya, Sayang."

*****

Kini Naura, Bram, Daniel, Detra, Denis dan Haris berada di taman rumah Naura. Mereka memutuskan untuk ke rumah Naura daripada harus ikut dengan Galang.

Naura menyeruput jus jeruk serta tatapan lurus kosong ke depan. Bram dan Daniel saling tatap sejenak lalu menggidikkan bahunya tidak tahu.

"Kalau capek berhenti, Ra," ujar Daniel.

"Gak usah dipaksakan yang nantinya malah buat lo sakit hati doang." Bram menimpali.

"Lepasin aja Galang, masih banyak laki-laki di luar sana yang lebih dari Galang," sahut Denis yang sedari tadi diam karena bermain game dengan Detra.

Naura melirik ketiganya dengan senyuman. Diletakkannya jus jeruk itu ke meja mini berbentuk bundar di hadapannya. "Aku juga gak tau kenapa gak bisa lepaskan Galang buat siapa pun. Aahh .... Entahlah," ujarnya pasrah dengan hembusan napas kuat di akhir.

"Kenapa?" tanya Detra yang mulai tertarik dengan obrolan kali ini. Namun matanya masih setia menatap layar ponsel yang ia genggam.

Naura menggidikkan bahunya tidak tahu. "Mungkin bener kalau aku memang untuk Galang gitu juga sebaliknya," ujarnya.

"Kenapa lo bisa nyimpulkan kaya gitu? Apa lo tau gimana perasaan Galang ke lo?" tanya Haris.

"Aku rasa Galang udah mulai terbuka hatinya untuk bisa nerima aku," sahut Naura, "Walau aku gak yakin."

"Semua itu ada titik lelahnya. Mungkin saat ini aku lagi ujian buat tetap pertahankan Galang, jagain Galang dari perempuan yang gak baik..."

"Termasuk Dita," ujar Bram memotong.

"Ah ya," balas Naura tertawa ringan, "Dan aku yakin kalau pilihan orang tua aku itu yang terbaik."

"Gue gak ngerti lagi sama jalan pikir Galang. Udah jelas-jelas di kasih perempuan yang baik kaya Naura masih aja milih iblis," ujar Haris kesal.

"Itu kan karena Galang gak tau. Mungkin kalau Galang tau dia gak bakal mau sama Dita," timpal Daniel.

"Ya setidaknya Galang bisa lihat dari tingkah Dita yang kasar sama Naura, ya termasuk ke kita juga," ujar Denis.

"Tuh bocah kalau tau Dita yang sebenarnya pasti seru tuh," ucap Detra.

"Ada waktunya, mungkin gak sekarang," balas Bram.

Semuanya mengangguk setuju. Hanya waktu yang akan menjawab semuanya.

Haris menatap Daniel. Ada sesuatu yang harus ia tanyakan kepada laki-laki itu.

"Niel," panggil Haris.

"Hm."

Namun, saat Haris ingin mengatakan apa yang ia ingin katakan. Hatinya berkata untuk tidak bertanya sekarang. Ini bukan waktu yang tepat.

Haris menggeleng kikuk, "Nggak jadi."

"Nanti malam aku bakal ke rumah Galang lagi. Kalian gak usah ke sana juga gak pa-pa, biar aku yang jaga Galang sendirian," ujar Naura yang mulai bersuara lagi.

"Lo yakin?" tanya Daniel.

"Iya."

"Serius?" tanya Bram.

"Iya, kalian gak usah repot-repot untuk ke rumah Galang. Semoga aja dengan cara kaya gini Galang bisa nerima aku sebelum aku sendiri yang mundur," ujar Naura.

"Kalau lo capek berhenti, Ra. Jangan dipaksa," celetuk Detra.

"Kita udah berulang kali ngingetin lo kayak gini supaya lo gak tambah sakit aja, Ra. Lo itu udah kita anggap adek sendiri," timpal Denis dan diangguki yang lain, kecuali Daniel yang mana dia menganggap Naura adalah gadis yang spesial.

Naura tersenyum lembut namun matanya masih terus menatap lurus ke depan tanpa minat. Ia beruntung dikelilingi manusia-manusia yang baik seperti mereka. Menganggap jika dirinya ada membuat Naura merasa bersemangat untuk terus berjuang demi Galang. Hal itu juga karena dukungan dari sahabat Galang yang menginginkan dirinya lah yang menjadi satu-satunya perempuan di hidup Galang bukan Dita si perempuan ular itu.

"Makasih buat dukungan kalian sama aku. Kalau tanpa kalian, mungkin aku gak bakal kuat. Dan untuk masalah capek atau apapun itu tentang perjuanganku, biar aku aja yang rasakan. Perasaanku lebih peka, dan mungkin juga perlahan rasa itu hilang seiring sakit hati yang aku rasakan," ujar Naura lirih.

"Tapi mau sampai kapan, Ra? Lo sendiri bilang kalau perasaan lo udah mulai hilang, kan?" tanya Haris.

"Iya. Perlahan udah memudar, tapi kalau aku nyerah sekarang gak bakal tau akhirnya kayak mana," balas Naura, "aku cuma berharap kalau Galang bisa menentukan mana yang terbaik. Tugasku di sini cuma bisa ngejaga Galang sebagai tunanganku dari perempuan jahat di luar sana. Karena udah seperti itu tugasku. Kalau bukan aku yang berjuang, siapa lagi? Ini bukan tentang perasaan belaka, tapi ini ikatan. Aku percaya kalau pilihan orang tua ku adalah yang terbaik. Jadi Galang juga yang terbaik. Walau aku juga sedikit gak yakin."

Kelimanya menatap Naura dengan kasihan. Bagaimana pun posisi Naura saat ini adalah posisi yang sangat sulit. Mereka tahu kalau Naura adalah anak yang baik, sampai mengorbankan hati dan dirinya untuk laki-laki pilihan orang tuanya.

Semua orang tua akan memilihkan calon yang terbaik untuk sang anak. Tetapi sepertinya pilihan orang tua Naura tidak tepat. Atau tepat tetapi hanya waktunya saja yang salah.

"Kita gak bisa salahkan Galang untuk sekarang. Dia juga udah cinta sama Dita sebelum kenal Naura. Semua orang bakal sayang dan nyaman sama sesuatu hal yang dia punya dari awal, dan Galang sendiri udah punya Dita. Kita juga tau kalau Galang sama Dita itu udah lama pacaran yang otomatis keduanya gak bisa pisah. Walau salah satunya ada yang busuk, tapi karena waktu yang cukup lama mereka bersama makanya sulit untuk gak saling percaya," ujar Bram panjang lebar.

"Sampai gak bisa liat sisi buruk si cewek." Denis menimpali.

Bram mengangguk. "Galang udah terlalu buta sama Dita sampai gak bisa liat sisi buruk Dita. Yang dia liat cuma sisi baiknya Dita doang. Liat dari luar, padahal kalau dia mau ikut ngelihat Dita dari sudut pandang lain, mungkin Galang tau kayak mana sifat aslinya Dita."

"Sampai Galang  tau sendiri kalau Dita cuma manfaatin Galang doang," timpal Detra.

Naura hanya bisa diam dan mendengarkan. Tidak ada yang bisa ia ucapkan untuk saat ini. Pikiran dan hatinya sedang bergelut tentang Galang. Pikiran atau akal sehatnya mengatakan untuk berhenti namun hatinya berkata lain. Seolah percaya bahwa seiring waktu berjalan maka Galang akan menerimanya. Walau tidak tahu kapan waktu itu datang. Entah saat ia sudah lelah dan berhenti berjuang atau saat ia hampir berhenti dan Galang datang untuk memperbaiki semuanya.

"Yaudah sekarang tergantung Naura sendiri mau kayak gimana. Mau terus berjuang atau gak itu urusan dia. Tugas kita ngedukung Naura dan bantu Galang lepas dari perempuan ular itu," ujar Denis.

Detra menatap Denis dengan kagum. Tidak biasanya Denis berpikiran dewasa seperti itu. "Tumben."

Denis menoleh menatap Detra dengan satu alis terangkat. "Apanya?"

"Tumben bijak."

Denis membusungkan dadanya ke depan dan menepuknya dengan bangga. "Gue gitu loh," ujarnya seraya menyugar rambutnya ke belakang.

Semuanya tertawa melihat Denis dan Detra. Setidaknya mereka membuat suasana yang awalnya serius menjadi sedikit mencair.

Naura kembali menatap lurus ke arah pohon rindang yang tidak jauh dari hadapannya. Lagi dan lagi ia harus di tempatkan pada perasaan ini. Bimbang. Bimbang antara berhenti atau lanjut.

Akal sehat dan hatinya lagi-lagi bergelut seolah mencari jalan yang terbaik. Namun sepertinya kali ini di menangkan oleh hatinya. Lagi.

Aku gak tau sampai kapan aku sanggup berjuang demi kamu, Gal. Ada waktunya aku berhenti dan aku berharap kamu bisa menerima aku sebelum waktu itu tiba, batinnya.

◌⑅●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅◌



Galang Atlanta
👇

Daniel Whiley
👇

Bram Meagley
👇

Denis Syahputra
👇

Detra Angkasa
👇

Haris Mahendra
👇

Dita Stephanie
👇

Continue Reading

You'll Also Like

663 63 32
Setahun telah berlalu sejak gadis manis itu melepas masa Sweet Seventeennya. Sebuah masa di mana seumuran gadis cantik itu telah memasuki jenjang p...
3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
READEN By Zee🦋

Teen Fiction

381K 34.4K 34
#1 in lifeschool April 2023 "Jangan mencintai orang yang belum selesai dengan masa lalunya" Mungkin kebanyakan orang berpegang teguh dengan kalimat...
Brilian By fmffara

Teen Fiction

392K 16.6K 45
[mohon maaf jika ada kesalahan dan ketidak nyamanan, cerita ini ditulis hanya dengan ketidak sengajaan, dengan pengetahuan yang masih minim] Brilian...