"Tuan muda sedang apa?" Tanya Kim, ramah.
Mrs. Lee menatapnya, lalu tersenyum saat melihat raut wajah anaknya begitu gembira.
"Menggambar, temani aku, Tn. Kim."
"Kenapa kamu memanggil Tuan pada Pak Kim?" Tanya Mrs. Lee, penasaran.
"Maaf, Ny. Saya lancang telah membuat Tuan Muda memanggil saya seperti itu, maaf."
"Tn. Kim kan lebih tua dari aku dan Mama, jadi kita berhak menghormatinya."
Mrs. Lee terdiam, lalu ia tersenyum. "Pintarnya anak Mama, kita memang harus saling menghormatinya. Begitu kan, Tn. Kim?"
"Ah, iya, Nyonya." Ujar Tn. Kim, tersenyum miris.
"Mama, lihat aku gambar apa?" Teriak Mark kecil, membuat ibunya memalingkan wajahnya dari Kim.
"Wah, bagus. Ini siapa? Kok pake jas seperti..."
"Tn. Kim, ini Tn. Kim yang baik hati, lalu Mama di sebelah Papa, aku di antara kalian. Dan putri Tn. Kim disebelah Tn. Kim."
"Anda punya seorang putri, Tn. Kim?"
"Ya, maaf, saya telah lancang menceritakan keluarga saya pada Tuan Muda, Nyonya."
"Tidak, kau tak salah. Mungkin suatu hari nanti, aku bisa bertemu gadis kecil itu. Umurnya berapa tahun?"
"Seumuran Tuan Muda, Nyonya. Saya tak pernah menemuinya lagi, sejak bekerja disini."
"Saya tau, maafkan saya, Tn. Kim."
"Nyonya tak perlu memanggil saya seperti itu, saya jadi merasa tak enak."
"Tidak, Mark benar, saya harus menghormati anda." Ujar Ny. Lee, pelan. "Saya harap, suatu saat nanti, Mark bisa bertemu putrimu dan bisa melindunginya seperti kamu melindungi Mark."
"I-iya, terima kasih, Nyonya."
.
"Kak Jaehyun, ini untuk Kakak..." Ujar seorang gadis, malu-malu.
"Terimakasih, ya?" Ujar Jaehyun, ia akan mengambil kado itu kalau saja tak melihat seseorang. "Sae, Saeron, Kim Saeron!!"
"Hei, Kak Jaehyun!!"
Jaehyun meninggalkan gadis itu untuk menghampiri Saeron yang menunggunya, gadis itu tersenyum melihatnya. "Kau baru pulang?"
Saeron mengangguk, ia menatap gadis yang cemberut disana kearahnya. "Kak, ngapain anak cewek itu?"
"Ngasih makanan, gak enak aku nolaknya, untung kamu lewat." Jawab Jaehyun, tersenyum.
Saeron mendengus, sebal. "Aku akan jadi bahan julid lagi deh, gara-gara kelakuan Kakak doang."
"Ya, maaf. Oh ya, sebenarnya ada yang mau aku bilang sama kamu, Sae?"
"Apa?"
"Tunggu sampai pulang tanding, ya?"
"Hah? Kenapa selama itu? Apa sih yang bakal Kakak bilang?"
Jaehyun tersenyum, lalu ia berlari. "Kim Saeron, aku akan melakukan pertandingan ini untukmu!!" Ujarnya, tangannya membentuk love sign singkat. Tentu saja itu menyita semua perhatian, seorang Jung Jaehyun, sang kapten basket sesempurna ini menyatakan cinta pada gadis yang tak pernah menjadi sorotan.
Saeron terdiam, ia menatap Jaehyun kaget.
Jaehyun menyadari perubahan raut wajah Saeron, pria itu terdiam. "Kau baik-baik saja? Aku tak memerlukan jawabanmu sekarang, kau pikirkan saja nanti."
"Nggak, aku jawab sekarang!!" Jawab Saeron, datar. "Aku gak bisa, maaf, Kak, untuk jawaban ini."
"Kenapa?"
"Aku mencintai pria lain, Kakak kan tau. Maaf ya, Kak, aku tak bisa menerima Kakak." Ujar Saeron, gadis itu pergi begitu saja, meninggalkan Jaehyun yang seperti kehilangan arah.
.
"Siapa kau?"
"Kau akan mengingatku, saat kau mengingat ibuku, Bin" Ujar pria itu, tersenyum sinis.
Mata Lee membulat, pria itu kaget. Hanya satu gadis yang memanggilnya seperti itu, dia adalah cinta pertamanya.
"Kau..."
"Dia menderita setelah kau hancurkan masa depannya, dia juga meninggal saat melahirkan anaknya, kematiannya juga jadi aib untuk keluarga besar kami. Sedangkan kau, kau bahkan tak terlihat menderita sedikitpun setelah kejadian itu."
"Apa maumu?"
"Aku ingin membunuhmu, Lee, setelah apa yang kau lakukan pada ibuku."
"Apa?"
"Ya, dia ibuku, Lee. Kau menghancurkan hidupnya, setelah sekian lama kalian tak bertemu. Apa kau tak pernah memikirkan bagaimana perasaannya? Psikisnya setelah itu? Anaknya?"
"Berhenti bicara omong kosong, kau tak bisa menipuku."
"Untuk apa aku menipumu? Kau tak memiliki apapun lagi, kau akan membusuk di penjara selamanya, bahkan penjara bukanlah tempat yang tepat untukmu, tempat ini terlalu baik untuk manusia sekeji dirimu."
"Kenapa kau melakukannya?"
"Apa?"
"Kini aku tau, kau yang merencanakan semuanya untuk membalas dendam padaku, kan? Kau mengirim Kim, kau bekerja dengan Jeongmin, lalu mendekati Mark dan teman-temannya. Kau dalang dari semua masalah yang kuhadapi sekarang."
"Tak ada yang akan menyadari semua itu, karna kini semua hal yang berhubungan denganmu ada ditanganku. Jeongmin, Mark, dan teman-temannya, mereka akan berada di pihakku."
"Jangan pernah menyentuh anakku, aku takkan memaafkanmu kalau kau melakukannya."
"Kita lihat saja, apa yang bisa kau lakukan di balik jeruji? Kau bisa membantu anakmu? Atau kau hanya bisa menonton awal dari sebuah permainan yang takkan berakhir sebelum salah satu dari kami mati."
Brak!!
"Sialan, kemari kamu!!'
"Ini akan sangat menyenangkan, apabila kau juga bergabung, Lee. Sayang sekali ya?"
Brak!!
"Lepaskan, biarkan aku menghajar pria disana!! Lepaskan!! Mark, Jeongmin, maafkan Papa!! Mark!! Jeongmin!! Lepaskan!!"
Beberapa anggota polisi segera meringkus Lee yang mengamuk, membuat pria itu menampilkan evil smirk-nya. "Kita akan lihat akhirnya, dan kuharap kau juga penasaran, Lee, karna kisah ini takkan menyenangkan bila tanpamu."
***
"Hei, Saeron!!"
"Kwangmin, aku merindukanmu."
"Aku juga merindukanmu, Sae. Tapi aku masih disini, aku belum bisa pergi?"
"Kenapa? Apa kau masih terikat denganku?"
"Bukan, kita tak pernah terikat perjanjian apapun. Tapi aku tak bisa meninggalkan kalian, ada bahaya besar yang menanti kalian."
"Maksudnya?"
"Maafkan aku, aku tak bisa melindungimu dari dekat seperti dulu, tapi aku akan mengawasi kalian."
"Kamu kenapa sih?"
"Aku hanya ingin kamu tau, ada salah satu orang yang palsu diantara kalian."
"A-apa?"
"Saeron!! Kim Saeron!!"
Saeron terperanjat kaget, saat Cho Ssaem berteriak dihadapannya yang tertidur itu.
"Kau tidur lagi? Sebenarnya apa yang kau lakukan semalaman suntuk, huh? Kebiasaan sekali, Bapak sampai lelah menghukummu."
Saeron hanya diam, ia menunduk. "Ada yang... Palsu?"
"Kau bilang apa?"
"Ah, maaf, Ssaem." Teriak Saeron, membuat Cho Ssaem terlonjak kaget, tentu saja hal itu membuat satu kelas tertawa. "Ma-maaf, Ssaem, saya kaget."
"Aishh, cuci muka sana!! Kali ini kamu saya bebaskan, lain kali awas kamu!!"
"Maaf, Ssaem!!" Ujar Saeron, gadis itu segera beranjak dari kursinya, keluar kelas.
"Saeron!!"
Saeron menoleh, saat Sohyun memanggilnya. "Eoh, Sohyun, kau keluar kelas?" Tanyanya, heran.
"Aku harus ke toilet sebentar, apa terjadi sesuatu?"
"Kebiasaan tidurku, hehe."
"Ck!! Padahal Kwangmin tak ada lagi di sekitarmu, tapi kebiasaan itu tak menghilang."
Saeron terdiam, ia kembali teringat mimpi itu. "Sohyun..."
"Ya?"
Saeron menghela nafas, lalu ia tersenyum. "Gak papa, aku hanya memanggilmu."
Sohyun menatap Saeron, ia merasa Saeron menyembunyikan sesuatu darinya. "Ada yang mau kamu katakan?"
"Tidak, maafkan aku."
Saeron menghindari pandangan Sohyun, membuat Sohyun semakin yakin gadis ini tengah menyembunyikan sesuatu darinya. "Eoh, ok."
Baiklah, mungkin hanya perasaanku saja. Lagipula dia mungkin masih kehilangan Kwangmin, aku tak boleh memaksanya.
"Ayo cepat, kita gak boleh telat ke kelas kan?"
TBC