SEMESTA

By hfcreations

1.8M 187K 16.3K

Bintang, kerlap-kerlip yang menghiasi malam. Bintang dengan cahayanya yang terang dan Bintang yang selalu men... More

SEMESTA 1
SEMESTA 2
SEMESTA 3
SEMESTA 4
SEMESTA 5
SEMESTA 6
SEMESTA 7
SEMESTA 8
SEMESTA 9
SEMESTA 10
SEMESTA 11
SEMESTA 12
SEMESTA 13
SEMESTA 14
SEMESTA 15
SEMESTA 16
SEMESTA 17
SEMESTA 18
SEMESTA 19
SEMESTA 20
SEMESTA 21
SEMESTA 22
SEMESTA 23
SEMESTA 24
SEMESTA 25
SEMESTA 26
SEMESTA 27
SEMESTA 28
SEMESTA 29
GIVE AWAY
SEMESTA 30
SEMESTA 31
SEMESTA 32
SEMESTA 33
PENGUMUMAN
SEMESTA 34
SEMESTA 35
SEMESTA 36
SEMESTA 37
SEMESTA 38
SEMESTA 39
SEMESTA 40
SEMESTA 41
SEMESTA 42
SEMESTA 43
SEMESTA 44
SEMESTA 45
SEMESTA 46
SEMESTA 47
SEMESTA 49
SEMESTA 50
SEMESTA 51
SEMESTA 52
SEMESTA 53
SEMESTA 54
SEMESTA 55
SEMESTA 56
SEMESTA 57
SEMESTA 58
SEMESTA 59
SEMESTA 60
SEMESTA 61
SEMESTA 62
SEMESTA 63
SEMESTA 64
SEMESTA 65
SEMESTA 66
SEMESTA 67
SEMESTA 68
SEMESTA 70
SEMESTA 71 [TAMAT]
EKSTRA PART 1
SEMESTA 48

SEMESTA 69

13.3K 1.4K 234
By hfcreations

Terima kasih sudah membuat bahagia

Tapi pada akhirnya, kita menyerah juga

- Semesta -

Jangan lupa sambil putar Playlist : Natalie Taylor - Surrender di atas.

Bintang bahkan tak sempat memikirkan apa yang akan dilaluinya bersama Angkasa di hari terakhir ini. Namun ketika kakinya berpijak di tempat wisata yang sebelumnya tak pernah ia duga. Senyumnya tiba-tiba mengembang.

Melupakan kejadian kemarin. Sekarang yang ada dipikiran Bintang hanya; ini hari mereka. Biarkan mereka menikmatinya bersama.

Kemudian, Bintang kembali memusatkan pandangan di depan tulisan Sea World Ancol. Dengan mengikuti langkah Angkasa, kesan pertama pada saat masuk yang Bintang lihat adalah banyaknya bentuk akuarium disetiap penjuru, serta pencahayaan yang agak minim.

Berusaha untuk tidak takjub. Tapi Bintang tetaplah Bintang. Melihat makhluk kecil yang berenang kesana-kemari sungguh tak bisa membendung kebahagiannya.

Apalagi ketika matanya menangkap segerombolan ikan dengan hiasan dasar akuariumnya lapangan sepak bola. Itu benar-benar menggemaskan.

"Ini namanya ikan nemo." Angkasa yang sedari tadi di samping Bintang bersuara. Sedikit mengambil jarak, agak mendekat. "Karena warna dan bentuknya yang lucu. Ikan ini biasanya dijadikan ikan hias di rumah."

Bintang yang masih memperhatikan ikan tersebut mengangguk. Mungkin jika mereka membahas benda luar angkasa, nama rasi bintang dan bagaimana bentuknya, Bintang tak akan seawam ini.

Dan sepertinya, Angkasa memilih tempat yang tepat hari ini.

"Kalo yang ini, Kak?" tanya Bintang antusias, menunjuk akuarium di sebelahnya. Lain dari yang tadi, hiasan dasar akuarium ini hanya diisi dengan batu karang dan rumput-rumputan.

"Ini ikan manfish, Bintang. Bentuknya kayak layangan gitu, terus warnanya mirip sama kuda zebra."

Bintang terkekeh pelan. "Baru aku mau bilang tadi. Tapi lucu, ya?"

"Iya." Angkasa mengangguk. Lanjut menjelaskan ikan apa saja yang berada di akuarium-akuarium lainnya, hingga mereka sampai di depan akuarium besar di area itu.

"Waw... aku baru tau ada akuarium sebesar ini."

Dari nada bicara serta senyum mengembangnya, Angkasa tau bahwa Bintang menyukai tempat ini, apalagi ketika gadis itu melihat ikan paling besar di sana. Binar matanya jelas tidak berbohong.

Dan seharusnya, Angkasa tidak diam untuk memperhatikan–mengamati lebih lekat seakan ia ingin senyum itu terus ada bersama Bintang-nya.

"Kak?" Panggil Bintang, Angkasa tersentak. "Di sana ada apa? Kok rame."

Buru-buru Angkasa mengendalikan perasaannya, kemudian melihat arah tunjuk Bintang. "Oh, itu. Di sana ada penyelam yang memberi makan ikan. Kamu mau lihat?" tawar Angkasa, yang dengan senang hati dapat anggukan dari Bintang.

Angkasa tak tau hal apa yang membuatnya bahagia. Mengajak Bintang ke tempat ini, atau merasakan genggaman tangan Bintang yang sedari tadi tak ia lakukan. Dan sepertinya Angkasa salah jika mengartikan ini hari terakhir kencan mereka. Karena kenyataan, Bintang tak berpikir demikian.

"Bintang." Nama yang dipanggil menoleh, menunggu kalimat selanjutnya. Angkasa menghentikan langkah, memposisikan diri di depan Bintangdengan genggaman tangan yang masih bertautan. "Setiap waktu yang aku habiskan sama kamu, semuanya berharga."

Bintang terdiam, memperhatikan Angkasa. Sadar akan genggaman tangan Angkasa yang semakin mengerat, Bintang tersenyum kembali.

"Aku tau," jawabnya. Tak ingin membuat hari bahagianya berubah hanya karena kalimat Angkasa–yang Bintang sangat tau apa maksudnya.

"Aku tau, Kak," Bintang meyakinkan lagi. "Jadi aku harap kita bersenang-senang di sini, hm?"

Angkasa mengangguk, membalas senyum Bintang. Tangannya terangkat membelai puncak kepala Bintang yang memang sudah dari tadi ingin ia lakukan.

Andai semuanya sesederhana pada saat pertama kali mereka bertemu. Sesederhana mereka tertawa hanya karena hal biasa. Namun sayangnya, hal sederhana ternyata tak mampu menyatukan mereka. Akhirnya pasrah.

***

Mungkin tak cukup hanya menonton pertunjukan penyelam yang memberi makan ikan, karena setelahnya muncul mermaid dengan ekor berwarna pink keunguan yang menjadi bahan lelucunonan. Apalagi yang menjadi mermaid itu laki-laki. Mengingat pertunjukan tadi, rasanya Bintang masih ingin tertawa geli.

"Kamu kayaknya seneng banget liat mermaid tadi?" ucap Angkasa. Setia berada di samping Bintang, menjaga agar gadis itu tidak tersenggol sama orang lain–saking ramainya pengunjung. "Sampai ngakak gitu."

Bintang menyeka sisa air matanya. "Emang Kak Angkasa nggak ngerasa itu lucu, ya? Aku aja nggak berhenti ketawa dari tadi."

"Aku malah ngeri liatnya," jawab Angkasa seraya mengusap tengkuknya, dan Bintang tertawa lagi.

"Ngeri liat bulu dadanya atau warna ekornya?" goda Bintang dengan kekehan.

"Dua-duanya mungkin," sahut Angkasa, membawa Bintang menjauh dari tempat pertunjukan itu. "Kayaknya aku salah kasih liat kamu pertunjukan tadi."

"Kenapa?" tanya Bintang cepat. Mengambil posisi di depan dengan langkah mundur pelan-pelan.

"Jalannya yang benar, Bintang," peringat Angkasa. Tapi Bintang tak menggubris, malah gadis itu menggoyang-goyangkan tangan mereka, seperti anak kecil yang sedang merayu untuk minta dibelikan sesuatu.

"Jawab dulu kenapa?" desak Bintang tak sabaran.

Melihat tingkah Bintang yang tak kunjung mendapatkan jawaban, Angkasa hanya bisa menggeleng sambil tertawa geli. Tak ayal hal seperti ini membuat perasaanya menghangat. Apalagi ketika mereka sampai di area jellyfish, dan kolam bintang laut menjadi pilihan pertama Bintang.

"Kasian dia kesepian."

Gumaman Bintang menaikkan sebelah alis Angkasa. Tangan Bintang yang terus mengusap badan bintang laut tersebut membuat Angkasa bertanya-tanya apa kelanjutan dari ucapan Bintang setelah ini.

"Sahabatnya nggak ada. Pasti dia kesepian."

"Dia bukan Patrick, Bintang," sahut Angkasa yang mengerti akan ucapan 'kasihan' Bintang tadi.

"Tetap aja, dia kan bintang laut. Mana tetangganya juga nggak ada."

Angkasa menggeleng, membiarkan Bintang dengan dunianya tanpa ingin menganggu. Hingga suara serta arah tunjuk Bintang membuat Angkasa menoleh.

"Aku baru sadar. Ini bintang lautnya kok warna cokelat ya, bukan merah jambu."

Pertanyaan polos Bintang berhasil menarik Angkasa dari keterdiamannya. "Kan aku udah bilang dia bukan Patrick, Bintang," jawab Angkasa dengan tawanya.

Untuk beberapa menit Bintang menatap Angkasa, tanpa bersuara. Angkasa yang sadar langsung mengatupkan mulut. Dan baru saja Angkasa ingin berucap, Bintang lebih dulu pergi meninggalkannya. Angkasa kembali dibuat tertawa.

"Bintang," Mengikuti langkah gadis itu, Angkasa terus memanggil. "Itu bintang lautnya kasihan nggak punya tetangga. Pasti dia kesepian."

Mendengar ejekan Angkasa, Bintang semakin mempercepat langkahnya. Bukan marah akan tawa Angkasa yang membuat Bintang pergi, tapi rasa malunya. Mana tadi ia memberi simpatik lagi sama bintang laut tersebut supaya tidak kesepian karena tak ada sahabat dan tetangganya.

"Bintang."

Akhirnya Bintang menghentikan langkah, karena jalan yang ia ambil tak punya belokan lagi. Bersiap mendengarkan kembali ejekan Angkasa, malah yang Bintang terima adalah tepukan pelan di kepalanya serta ucapan yang tiba-tiba membuat debaran jantung terpacu.

"Lucu."

Bintang bersemu. Mukanya mendadak panas. Tunggu... sepertinya Bintang sudah lama tak merasakan sensasi ini. Bahkan di dalam keadaan tak bergerak semakin memperjelas bunyi debarannya.

Dan Bintang tau ini salah. Ini adalah akhir yang tak Bintang ingini.

"Kak Angkasa," Sebisa mungkin Bintang mengalihkan tangan Angkasa dari kepalanya. Mencoba mengambil alih dari perasaan aneh yang menggerogoti. Sungguh perasaan barusan diluar kendali Bintang.

"Aku nggak ada bilang, ya kalau itu Patrick. Aku cuma bilang kalo itu bintang laut tadi," ucap Bintang membela diri.

"Iya, iya."

"Aku beneran nggak ada bilang."

"Aku udah iyain nih."

"Kak Angkasa reaksinya kayak gitu. Buat nggak percaya aja."

"Terus kamu mau aku reaksinya kayak gimana."

Bintang menyipitkan mata, mengamati. "Kan ketawa lagi. Males jadinya."

Sungguh, rasanya Angkasa tak ingin berhenti tertawa hari ini. Terlebih ketika melihat Bintang yang kembali meninggalkannya dengan muka cemberut.

"Bintang," Angkasa yang sudah menyamakan langkah, menoleh ke arah Bintang yang masih menatap lurus–tak mau melihatnya. "Kalo yang tadi bintang laut, terus kamu bintang apa?"

Langkah Bintang terhenti, lalu menatap Angkasa. "Aku?" tanyanya menunjuk diri.

"Iya, kamu." Angkasa membenarkan. Membiarkan Bintang berpikir beberapa menit dengan Angkasa yang tak sabar menunggu jawabannya.

Kemudian Angkasa melihat kedua sudut bibir Bintang tertarik ke atas, dengan jawaban, "Aku, Bintang-nya Angkasa."

Kontan Angkasa terdiam. Ucapan percaya diri Bintang tadi membuat Angkasa kehilangan kata-katanya. Bintang yang sadar akan perubahan Angkasa langsung bersuara lagi. "Bercanda Tuan Angkasa. Aku kan mau jadi Bintang untuk menerangi semua orang."

Lantas tak ingin larut dengan suasana canggung, Bintang langsung menarik Angkasa, masuk ke dalam terowongan yang dipenuhi dengan berbagai ikan yang berenang disekeliling mereka.

Bintang paham, mungkin ucapannya tadi menyenggol ego Angkasa, tapi Bintang juga tak berbohong akan ucapannya. Memang benar, ia akan menjadi Bintang-nya Angkasatak peduli seberapa jauh nanti mereka berpisah.

Bagaimana Angkasa menentukan hubungan mereka, Bintang juga akan melakukan hal yang sama. Hanya mungkin pilihan mereka saja yang tak searah.

Larut dalam keterdiaman, tanpa sadar terowongan yang mereka lewati sudah sampai di ujung. Melewati beberapa akuarium yang terpajang, langkah mereka sama-sama berhenti di depan akuarium besar dengan ikan hiu berada di dalamnya.

Masih belum cukup juga rasa antusiasnya, Bintang mendekat, namun tertahan karena sentuhan tangan Angkasa. Menunggu apa yang akan dilakukan cowok itu, arah pandang Bintang beralih ke bawah pada saat Angkasa berlutut untuk membenarkan tali sepatunya.

"Kak Angkasa" Kalimat Bintang tertahan.

Angkasa lebih dulu bersuara. "Ikat tali sepatu yang erat, Bintang, supaya kamu bisa berlari kencang."

Bintang ingin membalas ucapan Angkasa, tapi suaranya tersekat–entah kerena alasan apa. Suasana tenang disekitar mereka pun seperti mendukung semua.

"Pada saat apa yang kamu harapkan tapi mendapatkan balasan kekecewaan. Seharusnya kamu pergi, bukan malah berdiri tenang seperti ini." Angkasa menegakkan tubuh, memperhatikan Bintang. "Atau berteriak kencang seperti orang-orang. Kamu bisa lakukan itu."

"Tumpahkan semua. Rasa sakit hati kamu. Rasa benci kamu. Rasa kecewa kamu. Aku siap menerima."

Melihat keterdiaman Bintang, Angkasa ingin berucap lagi. Namun kembali ditelan karena mendengar hembusan napas Bintang.

Dengan menutup mata sebentar lalu membukanya, Angkasa sudah siap menerima semua rasa kecewa Bintang terhadapnya. Semuanya. Bahkan dengan langkah Bintang yang mendekat, Angkasa semakin siap menerima.

"Aku boleh nunggu?"

Kemudian ... Angkasa kehilangan kesiapannya.

"Apa aku boleh nunggu?"

Dan ini, bukan keinginan Angkasa. "Bintang..." Angkasa ingin meluruskan. Bukan kalimat seperti itu yang ingin Angkasa dengar. Jelas bukan.

"Aku tau," Bintang mengangguk, paham akan maksud Angkasa. "Kak Angkasa hanya perlu jawab iya atau tidak. Aku cuma mau dengar itu."

Hembusan napas dalam terdengar. "Jangan bertanya dengan akhiran yang sudah kamu tau jawabannya." Angkasa menunduk, melihat sepatu Bintang, lalu menatap gadis itu kembali. "Aku ikat kencang tali sepatu kamu itu untuk berlari, bukan menunggu sesuatu yang tak pasti."

Bintang tersenyum getir, sudah bisa menangkap jawaban Angkasa. "Tidak," gumamnya pelan bersamaan sesuatu yang menusuk hatinya. Pedih.

Dengan pacuan dada, tapi bukan rasa berdebar, Bintang menarik paksa kedua sudut bibirnya. "Aku akan ingat ucapan Kak Angkasa, tapi," Bintang menjeda ucapannya, menarik napas dalam lalu melanjutkan, "aku nggak bisa janji akan menepati. Karena sebagian dari segala sesuatu itu di luar kendali aku."

Angkasa tak lagi membantah. Tak ingin juga memaksa Bintang agar melupakan semua kenangan mereka. Namun diantara semua yang terus Angkasa ulang–dengan mengingatkan Bintang, bahwa gadis itu harus melanjutkan kebahagiaannya.

Tidak bersama Angkasa. Tidak juga dengan hubungan mereka. Semua benar-benar selesai. Dan tidak akan ada lagi Angkasa Bintang beserta takdir mereka.

Bahkan dengan kenangan di depan rumah Bintang seperti ini sekalipun. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Pijakan tanah dengan rumput liar menjadi saksi akhir hubungan mereka.

"Sampai ketemu lagi, Bintang."

Ditengah kekacauan perasaan mereka pun, Bintang masih berharap Angkasa mengucapkan 'sampai ketemu besok, Bintang', bukan salam perpisahan seperti ini.

Apalagi ketika Angkasa mendekat. Membenturkan kening mereka dengan senyumnya yang sama sekali tak bisa Bintang terima, semuanya tampak menyakitkan.

Perasaan sakitnya muncul kembali.

"Jaga diri baik-baik. Janji kamu harus bahagia."

Entah bagian mana yang harus Bintang iyakan. Nyatanya pelupuk mata sudah memanas. Hatinya pun sudah sesak sejak tadi. Tapi sebagaimana Angkasa memberi semangat, tak seharusnya Bintang menangis sejadi-jadinya di sini.

Untuk terakhir kali, Bintang tak ingin Angkasa pergi dengan melihat tangisnya. Bintang tak ingin membuat Angkasa kembali merasa bersalah.

"Ka... Kak Angkasa juga. Jaga diri baik-baik." Bintang tau tak seharusnya ia mendekat, membenamkan wajahnya di dada Angkasa untuk menghirup aroma cowok itu sedalam-dalamnya.

Tapi biarlah. Biarkan semua yang tak pernah Bintang lakukan, malam ini Bintang memberanikan diri. Mengecup pelan pipi Angkasa. Mengusap lembut kepala cowok itu.

"Aku biarkan Kak Angkasa pergi. Sembuhkan apa yang seharusnya disembuhkan. Semoga kebahagiaan selalu mengiringi Kak Angkasa." Dan jangan lupa kembali.

Sebelum mundur beberapa langkah, Bintang dapat melihat mata Angkasa yang memerah. Dan di sini bukan hanya Bintang yang manahan tangisnya tapi juga Angkasa.

Tak kuat membendung kesedihannya, Bintang memutuskan untuk masuk ke rumah, tanpa menoleh lagi. Karena jika ia menoleh atau Angkasa memanggilnya, Bintang tak jamin akan kembali melepaskan Angkasa.

Bersamaan pintu tertutup, begitu juga dengan hubungan mereka. Semuanya selesai.

******

Puas ga sama part ini? Perpisahan Bintang sama Angkasa.

Janga diri baik-baik dan jangan lupa kembali Angkasa....

Sedih sekali baca part ini :(

Gimana nih kira-kira kelanjutannya?

PUAS GA SAMA PART INI? ATAU KURANG?

Jangan lupa follow wattpad hfcreations biar kalian dapat notifikasi langsung klau SEMESTA update.

Kalian juga bisa follow instagram : gueralyaz , karena di instagram tersebut kalian bisa dapat spoiler kelanjutan part Semesta lohh.

Jangan lupa coment and vote yaa. Biar penulismya tambah semangat ngelanjutinnya

Dan juga jangan lupa share cerita ini di instagram atau di akun sosmed yang lainnya dan buat wajib banget untuk rekomendasiin cerita ini ke teman, sodara, keluarga kamu , pokoknya semuanya untuk baca SEMESTA

Ayo rekomendasikan cerita SEMESTA ke teman - teman kamu yaa.

Untuk info - info mengenai cerita hfcreations bisa di cek di instagram: @hf.creations

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 99.2K 52
"Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan dengan saudara sendiri...
383K 60.1K 23
SERI KETIGA KLANDESTIN UNIVERSE (Klandestin edisi Spesial Ramadan) Season 1 : Asrama Lantai 7 Season 2 : Sapta Harsa Puasa bareng lagi nih sama Kla...
433K 22.5K 53
Bagaimana jika kalian berada dalam posisi seorang gadis bernama Auraline yang pada saat membuka matanya, dia sudah berada dikehidupan sebuah novel mi...
1.9M 68.2K 44
Seorang santriwati yang terkenal nakal dan bar-barnya ternyata di jodohkan dengan seorang Gus yang suka menghukumya. Gus galak itu adalah musuh bebuy...