Sesuai Titik, Ya?

By Stephn_

7.2M 964K 177K

[PROSES PENERBITAN] "Setahu gue ada banyak banget abang ojek online di Indonesia. Kenapa selalu lo yang muncu... More

Gojack and Me
Pertemuan
Kebetulan ?
Ramalan
Pembalasan
Misterius
Gosip
Peka
Jutek
Bingung
Salah siapa?
Bondan is real
Bondan is real (2)
Masa lalu
Misterius (2)
Teman
Ganjil
Gaguna
Pamit
Firasat buruk
Party
Party (2)
Patah
Pelarian
You're fired!
Gara-gara obat
Pencakar langit
Kotak makan
Flashback
Rumit
Ngambek
Till i make you mine
Hai Adel
Lampu hijau
Chat
Kangen (sedikit)
Kondangan Mantan
Kondangan Mantan (2)
Jadi gimana?
Day One
Gara-gara Cecilia
Bekal
Vitamin
Buah jatuh
Tentang Marchellino
Kelam
Fashion Week
Brother Conflict
Berdamai
Seharusnya
Satu cerita di Monas
Usai
Relakan
Sebuah pilihan
Surat
Akhir cerita
Bersambung
Bertatapan
Pecahan kenangan
Sang Penakluk
Rindu
R(euni)apat
Bola-bola ikan
Our Story
She said....
Tahap serius
Coach
Bachelorette Party
Sold Out
Perjalanan JumAdel
TRILOGI

Dia Jumardi

92.9K 12.9K 852
By Stephn_


Sepanjang hidupnya, Adel belum pernah menemukan seseorang yang tidak tahu malu melebihi pria dihadapannya itu. Padahal sudah jelas pria itu melakukan kesalahan dan sudah sangat jelas Adel dengan kasar memintanya untuk tidak lagi muncul di hadapannya apalagi ikut campur dalam kehidupannya. Mungkin Adel lupa sedang berurusan dengan siapa. Marchelino Feraz Harianto,  pewaris perusahaan sukses di Indonesia? Bukan.

Dia Jumardi.

Pria norak, keras kepala, dan tidak tahu malu. Sekeras apapun Adel memperlakukannya, pria itu akan tetap kembali dengan senyuman di bibir. Tak sedikitpun mengacuhkan sikap kasar Adel, pria itu tetap kembali.

Padahal Adel tidak main-main saat mengucapkan ancaman agar pria itu tidak lagi mengusiknya. Adel terlanjur kecewa dengan pria itu. Tentang kebohongannya dan semua hal yang membuat Adel sakit hati. Mengingat hal itu, Adel refleks melirik kedua tangan Jack yang masih bertengger di meja kerjanya. Adel tanpa sadar mendengus sinis.

Tidak ada cincin di sana.

Ternyata begini cara bermain mantan ojek onlinenya itu. Menutupi status hubungan dengan perempuan lain untuk mendekatinya. Tiba-tiba debaran yang semula mendominasi hatinya berubah memanas dan sesak. Ada kemarahan dan juga kecewa yang kembali bergejolak.

Adel menghembuskan nafas yang tanpa sadar ia tahan sejak tadi. Sesaat ia sempat melihat Bondan yang menatapnya khawatir. Adel tersenyum tipis memberikan tatapan bersalah padanya sebelum memberanikan diri mendongak. Tatapan Adel berubah tajam, sama sekali tidak ada senyuman di sana.  Adel sempat melihat Jack tertegun menyadari perubahan mimik wajahnya. Namun ternyata pria itu tidak cukup peka untuk menjauh atau pria itu sengaja berlagak tidak tahu dan tetap diam tak bergeming.

Melihat Jack balas menatapnya dalam tanpa berniat memutus kontak mata membuat emosi Adel tanpa sadar perlahan melunak. Tatapannya yang semula tajam dan berapi-api kini meneduh seolah terhipnotis iris kecokelatan yang menatapnya lembut sejak tadi. Tangan Adel meremas pelan rok sepan selututnya, berusaha keras menyadarkan dirinya untuk segera mengalihkan wajah. Namun yang terjadi justru sebaliknya, gadis itu hanya diam tanpa sedikitpun berniat melepas tatapannya.

Mungkin benar, Adel memang telah jatuh dalam permainan Jack. Bahkan pria itu berhasil meruntuhkan pertahanan Adel untuk tidak pernah bergantung pada seorang pria. Kenyataannya, Adel kembali lengah. Adel benar-benar merindukan pria itu. Pria yang dengan seenaknya datang kemudian pergi di saat Adel tahu hidupnya tidak akan pernah sama tanpa kehadiran pria itu.

Lebih parahnya lagi, pria itu kembali dengan membawa kenyataan bahwa ia telah bertunangan atau mungkin menikah. Adel tidak tahu jelas mana yang lebih membuatnya merasa kecewa. Kenyataan pria itu menyembunyikan latar belakangnya atau cincin yang melekat di jari manis seorang gadis cantik yang kala itu menggandeng tangannya mesra.

Mengingat itu Adel sontak mengalihkan wajah, memutus paksa kontak mata yang sempat membuatnya mabuk. Menahan diri untuk tidak meluapkan kembali perasaan aneh itu. Adel sudah bersikeras membunuhnya, ia tidak butuh perasaan itu. Adel tidak butuh cinta atau perasaan apapun yang berhubungan dengan itu.

Tapi gagal.
Bagaimana bisa Adel merasa sakit hati dan rindu disaat yang bersamaan?

"Saya bisa pulang sendiri," ucap Adel setelah berhasil mengendalikan diri meski masih belum berani balas menatap lawan bicaranya.

Walaupun tidak melihat secara langsung, Adel dapat merasakan pergerakan tubuh Jack yang kini berdiri tegak, memandanginya dalam diam.

Menyadari tidak ada tanggapan Adel lanjut berbicara, "Saya sudah cukup dewasa untuk mengurus diri sendiri. Bapak tidak perlu ikut campur."

Adel segera merapikan meja kerjanya, menyimpan file ke dalam flashdisk kemudian memasukannya ke dalam tas. Tiba-tiba pulang jauh lebih menyenangkan dibanding harus berlama-lama di tempat ini. Adel mulai jengah dengan tatapan Jack yang sejak tadi masih mengamatinya. Bahkan Adel tidak lagi peduli dengan tatapan para karyawan yang sejak tadi memandang kearahnya dengan tatapan ingin tahu. Adel hanya memikirkan bagaimana caranya ia dapat segera kabur dari tempat ini.

Pergerakan Adel terhenti, tubuhnya menegang saat merasakan sebuah telapak tangan menyentuh lembut keningnya.

"Apa kamu tidak cukup dewasa untuk membedakan mana ikut campur dan mana khawatir?"

Seolah tidak menyadari tatapan terkejut Adel dan juga orang-orang disekelilingnya, Jack dengan tak acuh kembali menundukkan wajah mendekat. Jack meletakkan telapak tangannya yang lain di keningnya sendiri, memeriksa suhu tubuh Adel.

Adel ingin sekali penepis tangan Jack yang masih menempel di keningnya, tetapi tubuhnya terlalu lemas untuk melakukan itu. Tanpa mampu ditahan, Adel justru menikmati perlakuan Jack. Dalam jarak sedekat ini, Adel dapat melihat kerutan halus di kening Jack saat pria itu sedang serius mengukur suhu tubuhnya. Adel juga dapat melihat lingkar hitam yang menghiasi bawah mata Jack, terlihat jelas pria itu memiliki jam tidur yang berantakan. Tubuh Jack juga terlihat lebih kurus dibanding saat pria itu masih menjadi ojek onlinenya dulu. Saat di pesta malam itu Adel tidak sempat memperhatikan perubahan penampilan Jack.

Sama seperti Jack, tiba-tiba saja Adel merasa khawatir melihat keadaan pria itu, namun alih-alih menunjukannya Adel justru membungkam bibirnya rapat-rapat. Berlagak tak acuh dengan ekspresi menyorot tak suka.

"Kamu pulang sama saya," Jack menjauhkan tangannya dari kening Adel beralih menatap George yang berdiri tak jauh darinya, "Lo bisa balik ke kantor sendirian, kan?"

George sempat menatap ragu Jack meski akhirnya pria itu menyanggupi permintaan sahabatnya. Meski sedikit dongkol tentunya.

"Gue bisa pulang sendiri!"protes Adel.

Gadis itu sampai lupa berbicara formal karena terlalu marah membuat karyawan lain menatapnya tak percaya. Mungkin Adel lupa posisi Jack sekarang adalah atasannya bukan ojek online yang bisa dibentak seenaknya.

"Dengan keadaan kamu sekarang?" Jack menaikkan sebelah alis, "Saya yakin kamu bahkan enggak sanggup jalan ke luar."

Adel memalingkan wajah mendengus sinis, "Sanggup nggak sanggup, bukan urusan lo."

Urus aja tunangan lo, kata-kata itu hampir terucap dari mulut Adel.

Sesaat Jack terdiam, terlihat jelas ada tatapan terluka di kedua matanya. Adel sendiri menyadari bahwa kata-katanya barusan sedikit keterlaluan, padahal niat Jack baik padanya. Tetapi egonya terlalu tinggi untuk sekadar meminta maaf dan menarik kembali ucapannya.

Jack mengangguk, "Oke, kamu boleh pulang sendiri. Cepat sembuh, hati-hati di jalan."

Adel terbelalak tak percaya melihat Jack membalikkan tubuh berjalan menjauhinya. Hanya dalam waktu sekejap pria itu telah meninggalkan ruangan.

"Hah, udah gitu doang?" Fion terbelalak tak percaya begitu pula beberapa karyawan yang sejak tadi sibuk menonton drama di antara Adel dan Jack.

Melihat kerasnya tekad Jack meminta Adel untuk pulang, setidaknya mereka berharap ada pertunjukan semacam film romantis lainnya. Seperti pria menggendong wanitanya secara paksa untuk pulang atau rayuan hingga pemeran wanitanya luluh.

Selang beberapa menit Jack meninggalkan ruangan, terdengar deru mesin mobil dinyalakan. Karena terlalu penasaran, Fion tidak dapat menahan diri melirik dari jendela. Benar saja mobil hitam Jack pergi meninggalkan gedung perusahaan tanpa sedikitpun berniat menunggu sampai Adel berubah pikiran.

Pundak Adel menurun, masih kaget semudah itu ditinggalkan. Padahal Jumardi dan Jack adalah satu orang yang sama, tapi kenyataannya mereka berbeda. Jumardi tidak pernah meninggalkannya meski Adel keras kepala mengusirnya. Meski sedikit, Adel sempat berharap setidaknya Jack masih berusaha keras mengantarnya pulang karena jujur saja kepalanya benar-benar pusing saat ini. Sepertinya vertigo dan asam lambungnya kumat bersamaan.

Saat Fion hendak menghampiri Adel, dengan cepat Bondan mendahului pria itu. Bondan sempat memberi tatapan tajam pada Fion seolah menyisyaratkan tanggung jawab mengantar Adel adalan miliknya.

"Gue anterin lo pulang," Bondan meraih tas Adel, "Tapi menurut gue mendingan lo pulang naik mobil. Panas banget di luar, gue takut lo makin pusing."

Adel sudah tidak mengindahkan apapun yang diucapkan Bondan. Gadis itu hanya mengangguk dan menuruti apapun yang Bondan usulkan. Adel masih kesal dan tak percaya Jack benar-benar pergi meninggalkannya. Padahal seharunya Adel yang meninggalkan pria itu, seharusnya Adel yang mencampakkannya. Bagaimana bisa keadaan justru berbalik seperti ini?

Harga dirinya terasa diinjak, emosinya semakin memuncak mengingat wajah pria itu. Adel menyesal sempat merindukan pria tidak tahu diri seperti Jack.

Menyadari perubahaan mood Adel, Bondan memilih diam. Takut menjadi bahan bual-bualan Adel jika sampai ia salah bicara. Bondan menuntun Adel perlahan ke luar parkiran. Benar ucapan Jack, tubuh Adel benar-benar lemas, untuk berjalan saja Adel sudah ngos-ngosan dan berkeringat.

Sesampainya di parkiran Bondan mendudukkan Adel di salah satu kursi kayu panjang yang biasa digunakan para karyawan selagi menunggu jemputan. Bondan telah memesan sebuah mobil untuk mengantar Adel pulang.

Beberapa saat menunggu mobil yang telah di pesan datang juga. Mobil itu memasuki parkiran dan berhenti tak jauh dari posisi Adel dan Bondan.

"Udah sampai mobilnya, ayo," ajak Bondan seraya membantu Adel mendekati mobil itu.

Bondan membuka pintu depan, membantu Adel masuk ke dalam mobil. Adel langsung memejamkan mata, kepalanya terasa pusing luar biasa karena perubahan posisi dari berdiri menjadi duduk. Bondan membantu memasangkan sabuk pengaman Adel sebelum menutup pintu mobil.

"Pelan-pelan ya, Mas. Temen saya lagi sakit, harus dilembutin kalau bisa diberi kasih sayang," ucap Bondan dijawab anggukan mengerti sopir mobil itu sementara Adel hanya diam tidak ada tenaga menanggapi ucapan sahabatnya.

"Alamat sudah sesuai aplikasi, mbak?"

"Iya," jawab Adel masih dengan mata terpejam.

"Mau isi saldo ojolnya sekalian, mbak?"

"Nggak dulu."

"Oke."

Adel menghela nafas kesal. Setidaknya Adel ingin bisa tidur barang hanya sebentar memejamkan mata karena kepalanya terasa berputar. Sialnya, Adel justru mendapatkan sopir cerewet yang sejak tadi tidak henti-hentinya mengajaknya bicara. Kening Adel berkerut dalam saat hidungnya mencium harum parfum yang sangat ia kenali. Terlebih suara sopir itu mengingatkannya pada seseorang. Cepat-cepat Adel menyingkirkan bayangan seseorang itu, ia mulai merasa gila dihantui wajah pria bernama Marchelino itu.

Untungnya setelah itu sopirnya tidak lagi mengajaknya bicara. Adel juga tidak berniat repot-repot mencari bahan pembicaraan. Gadis itu memilih memejamkan mata sepanjang perjalanan. Meskipun kedua matanya terpejam, Adel tidak benar-benar bisa tidur. Bahkan ia dapat merasakan mobil yang ia tumpangi menepi dan berhenti.

"Sudah sampai Mbak Adel."

Perlahan Adel membuka matanya perlahan, kedua matanya terbelalak kaget melihat siapa sopir yang sejak tadi mengajaknya bicara tanpa henti. Tidak, seharusnya Adel menyadari sejak pertama pria itu mengajaknya bicara atau bahkan saat aroma parfumnya menusuk hidung Adel saat pertama kali masuk ke dalam mobil itu. Dia Jumardi.

Bukan, dia Jack. Pria keras kepala yang rela menyamar menjadi ojek online norak dengan seribu rayuan maut.

Adel masih mengerjap tak percaya dengan pemandangan dihadapannya. Sementara Jack tetap tersenyum menatap Adel dengan kerlingan jahil.

"Enggak perlu bayar, saya ikhlas kok. Cukup inget nama saya aja."

Kedua mata Adel semakin terbelalak saat pria itu mengulurkan tangan di hadapannya, masih dengan senyuman khas yang membuat Adel teringat saat pertama kali mereka bertemu. Bedanya kini bukan pria berjaket hijau dan motor vespa yang berada di hadapannya, melainkan pria tampan dengan setelan jas rapi dan mobil mercy hitam. Dan pria itu adalah atasannya yang baru.

"Marchelino Feraz Harianto , biasa dipanggil Jack, Chelo, apapun boleh terserah mbaknya. Tapi plis jangan sayang, nanti saya baper. Kecuali mbaknya mau tanggung jawab, jadi saya enggak baper sendirian--Ah.. nggak," Jack menggeleng cepat sebelum kembali menatap lekat Adel yang masih memandanginya dengan ekspresi terkejut.

Kedua mata Adel semakin terbelalak saat dengan lancang Jack mencondongkan tubuh ke arahnya. Adel menahan nafas saat lagi-lagi merasakan hembusan nafas Jack menggelitik telinga dan juga jenjang lehernya membuat bulu kuduknya meremang.

"Saya sudah terlanjur baper. Itu artinya kamu harus tanggung jawab, Adelheid Lanira Devi."

Lagi, pertemuan yang sebenarnya baru akan di mulai hari ini.

🚴🏻‍♂️🚴🏻‍♂️🚴🏻‍♂️

Bondan nakal ya 😌
Hehehe..

Continue Reading

You'll Also Like

5M 711K 49
Nadia Sasmita Sandhi menyukai jendela. Baginya bingkai jendela seperti sebuah layar tempat dia bisa menyaksikan berbagai macam cerita. Dia suka hanya...
2.1M 234K 43
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
2M 178K 28
140 cm. Iya, gue tahu gue enggak tinggi dan gue selalu sadar akan hal itu. Tetapi gue selalu bersyukur kok. Gue selalu berterima kasih sama Tuhan, wa...
8.8M 94.2K 12
Aksa dan Fau merahasiakan "status" pernikahan, sehingga tidak ada yang tahu bahwa mereka adalah pasangan suami istri di usia muda. Tapi ternyata, tid...