MENIKAH DENGAN INTEGRITAS

By VorellaVe

264K 8.3K 472

Jerry sangat mencintai istrinya. Berikut segala kekurangannya... Meski istrinya itu selalu saja protes dengan... More

MENIKAH DENGAN INTEGRITAS
BAGIAN I: WANDA
BAGIAN II: USAHA WANDA
BAGIAN III: HARI PERTAMA WANDA
BAGIAN IV: DILEMA JERRY
BAGIAN V: KASUS PERTAMA WANDA
BAGIAN VI: SEGALA YANG TERSEMBUNYI
BAGIAN VII: BELAJAR DARI RUDY
BAGIAN VIII: AWAL BADAI
BAGIAN IX: AKAL BULUS WANDA
BAGIAN X: JENDELA HATI
BAGIAN XI: HAMBALI
BAGIAN XII: AKAL BULUS HAMBALI
BAGIAN XIII: HAMBALI BERAKSI
BAGIAN XIV: DUA PILIHAN
BAGIAN XV: CARA KERJA
BAGIAN XVI: PAGI YANG BARU
BAGIAN XVII: SEPI
BAGIAN XVIII: SPK ICHAL
BAGIAN XIX: TERLALU MENCINTAI
BAGIAN XX: AJARKU MERENDAHKAN HATI
BAGIAN XXI: MENUNGGU TEAM AUDIT
BAGIAN XXII: CINTA MATI
BAGIAN XXIII: KEBUTUHAN HIDUP
BAGIAN XXIV: KELEBIHAN BEBAN
BAGIAN XXV: CINTA LAMA
BAGIAN XXVI: JONGOS KAMPRET
BAGIAN XXVII: AIR MATA HAMBALI
BAGIAN XXVIII: AWAL LEMBARAN BARU
BAGIAN XXIX: KEMENANGAN SEMU
BAGIAN XXX: GAS AJAIB PELIPUR LARA
BAGIAN XXXI: CARA YANG SEDERHANA
BAGIAN XXXII: KETERBUKAAN
BAGIAN XXXIII: JANGAN BILANG SIAPA-SIAPA
BAGIAN XXXIV: CEMBURU BUTA
BAGIAN XXXV: BAKU HANTAM
BAGIAN XXXVI: BURUNG PIPIT
BAGIAN XXXVII: PAS DI DADA
BAGIAN XXXVIII: BERANI TAMPIL BEDA
BAGIAN XXXIX: RUDY, TEMAN YANG BAIK
BAGIAN XXXX: GOOD BYE, WERDI
BAGIAN XXXXI: BERITA BURUK
BAGIAN XXXXII: PANGKUAN HATI WANDA
BAGIAN XXXXIII: HARI PERTAMA DI CABANG BARU
BAGIAN XXXXIIII: SELINGKUH?
BAGIAN XXXXV: NASIB ORANG KETIGA
BAGIAN XXXXVI: TANTANGAN
BAGIAN XXXXVII: STRATEGI JERRY
BAGIAN XXXXVIII: TERJATUH,,,
BAGIAN XXXXIX: "I LOVE YOU"
BAGIAN XXXXX: BEGITU SALAH, BEGITU BENAR
BAGIAN XXXXXI: MENGGILA
BAGIAN XXXXXIII: KEHILANGAN
BAGIAN LIV: MELEPASKAN
BAGIAN LV: PENGAKUAN DAN KEBERSAMAAN
BAGIAN LVI: BELAHAN JIWA
BAGIAN LVII: TO THE TOP
BAGIAN LVIII: PEMENANG
BAGIAN LIX: AKHIR DESEMBER
BAGIAN LX: LUAR BIASA
BAGIAN LXI: PERPISAHAN
BAGIAN LXII: TAMAT

BAGIAN XXXXXII: TETAP YANG TERINDAH

3.1K 114 14
By VorellaVe

BAGIAN XXXXXII: TETAP YANG TERINDAH

Jerry menyibukkan dirinya dengan merapikan data SPK dan D.O. harian yang di dapat oleh cabangnya sejauh ini. Juga merapikan daftar prospek yang ia dapat dari relasinya dan mediatornya. Ia berniat melempar beberapa point pada beberapa anak buahnya yang di anggap sudah bekerja keras dan sudah memberikan hasil yang baik atau pada anak buahnya yang meski sudah berusaha keras, tapi belum juga mendapatkan hasil. Jerry memiliki kerinduan hati agar setiap anak buahnya bisa turut menikmati hasil kerja keras mereka bersama.

Jerry merasakan bahwa pemasukan yang mengalir ke rekeningnya sudah sangat berlebihan... karena ia hanya hidup berdua saja dengan Wanda. Sementara keluarga Jerry pun juga sudah hidup berkelimpahan.

Jerry sudah menyumbangkan sebagian hasil kerjanya untuk biaya kehidupan orang-orang yang ada di panti jompo dan di panti asuhan. Juga untuk membantu dana pembangunan rumah-rumah ibadah. Sebagian lagi dia simpan untuk bekal Wanda pribadi jika Wanda mau membuka usaha di suatu saat nanti. Ia juga membayar premi untuk asuransi jiwa, untuk jaga-jaga, kalau-kalau ia mengalami musibah yang bisa membuat Wanda mendadak menjadi janda. Semuanya sudah Jerry persiapkan di sepanjang jerih lelahnya, demi menjamin masa depannya bersama Wanda.

Jerry mulai meluruskan punggungnya yang nyeri, sambil melirik ke jam dinding di kamarnya. Pesan di telepon genggamnya belum di balas juga oleh Wanda. Sementara hari sudah semakin larut malam. Sudah pukul 12 malam tepat. Hujan pun mulai turun dengan derasnya.

Jerry pun segera menghubungi telepon genggam Wanda lagi. Tapi,,, sudah berkali-kali pun Jerry mencobanya, terus saja mendapat gangguan signal atau pemberitahuan kalau lokasi wanda sedang berada di luar jangkauan. Jerry pun mulai mondar-mandir dengan resah. Ia mulai melangkah keluar dari ruang kerjanya. Menunggu di kursi jati berukir di teras rumahnya. Sambil mengusap bahunya yang terciprat oleh derasnya hujan dan kencangnya angin yang bertiup. Di mana kamu, sayang?, batin Jerry. Tak biasanya Wanda belum pulang juga hingga selarut ini...

Bahkan hingga jam sudah menunjuk ke pukul satu dini hari,,, Wanda belum juga pulang. Tanpa kabar. Jerry pun tak mau diam menunggu di rumah lagi. Ia langsung menuju ke mobilnya di garasi. Ingin mencari Wanda ke tempat-tempat yang biasa Wanda kunjungi. Soneta, nama itu muncul di pikirannya... meskipun ia tahu, tempat makan itu hanya buka sampai jam sebelas malam saja...

***

Jerry sudah tiba di kawasan Semanggi yang masih penuh dengan tempat makan atau tempat tongkrongan yang cozy hingga lewat tengah malam. Berhubung malam ini adalah malam minggu. Hanya saja... terasa lebih sepi karena hujan begitu lebatnya.

Jerry terus memutar matanya. Setiap ia menemukan sosok yang mirip-mirip dengan Wanda, ia langsung menepi. Tapi bukan Wanda. Jerry juga berusaha menghubungi Rudy. Tapi telepon Rudy pun juga berada di luar jangkauan. Membuat dahi Jerry mulai berkerut. Memikirkan berbagai macam hal yang tak sanggup untuk dibayangkannya sebelumnya...

Jerry mengingat-ingat gelagat Rudy yang agak aneh belakangan ini. Rudy Menghindari kontak mata langsung dengan Jerry. Sikapnya juga lebih tertutup. Juga tidak melaporkan kegiatannya dengan rutin, tak seperti biasanya. Tapi tak ada yang aneh dengan Wanda. Sikapnya tetap seperti biasa-biasa saja...

Jerry pun menepiskan pikiran negatifnya itu jauh-jauh. Rudy dengan Wanda? Gak mungkin... Jerry menggelengkan kepalanya. Ia terus berusaha mencari istri yang sangat dicintainya itu...

Melewati sebuah taman, Jerry menemukan kembali sosok yang mirip sekali dengan Wanda. Jerry pun langsung menepikan mobilnya dan tanpa pikir panjang lagi, langsung saja berlari keluar dari mobilnya, menapaki trotoar menuju ke taman... di tengah derasnya hujan, mengejar sosok itu sebelum menghilang... "Wanda!!!", panggilnya, dengan suara yang tenggelam oleh keriuhan angin kencang dan derasnya hujan. Jerry terus mengejar. Dan ia sempat terpeleset di atas rerumputan taman yang licin. Ia memegangi pinggangnya yang terasa nyeri sambil berusaha bangkit berdiri. Sosok itu sudah menghilang. Hanya menyisakan keburaman sejauh mata memandang dan keadaan Jerry yang sudah basah kuyup. Jerry pun segera kembali ke mobilnya. Meraba-raba ke dalam dashboard mobilnya, mencoba menemukan handuk kecil yang biasa ia taruh di situ. Ia menyeka seluruh permukaan wajahnya yang sudah memucat dengan handuk tersebut.

Jerry mulai terkekeh geli sendiri,,, Ia menyadari, mencari Wanda tanpa arahan yang jelas di tempat-tempat umum hanyalah membuang waktu. Namun hatinya mulai resah tak menentu. Ia takut Wanda mengalami sesuatu. Ia tak mau kehilangan Wanda. Jerry mulai menghubungi siapa saja yang ia kenal, yang kemungkinan tahu di mana Wanda berada. Tapi Wanda memang tak memiliki teman ataupun relasi dekat selain relasi papanya. Hanya Rudy, yang Jerry tahu, berteman dekat dengan istrinya sendiri... Hati Jerry mulai cemas... ia tak pernah mengawasi bagaimana Wanda bergaul dengan Rudy selama ini. Ia percaya kepada Rudy, meski ia tahu... Wanda selalu membuat masalah. Jerry menggeleng-gelengkan kepalanya lagi... Rudy gak mungkin begitu, batin Jerry. Dia anak yang baik...

"Wanda sayang... di mana kamu sekarang?" Jerry menggumam lemah sambil mencari jalan memutar untuk kembali ke rumahnya.

Dan Setibanya di rumah, Jerry berharap akan melihat mobil Wanda terparkir di garasi. Tapi tidak. Jerry kembali berhujan-hujanan untuk membuka gerbang rumahnya dan mulai memarkir mobilnya untuk masuk ke garasi. Lalu langsung bergegas mengganti pakaiannya yang sudah basah kuyup dan kembali menunggu Wanda di teras rumahnya. Hingga waktu berlalu ke pukul 4 subuh... Jerry mulai merasakan berat yang luar biasa pada matanya. Ia pun melangkah masuk menapaki ruang tamunya dan mulai tertidur di sofa tanpa mengunci pintu gerbangnya ataupun mengunci pintu rumahnya lagi...

***

Pukul 6 pagi...

Wanda sudah memindik-mindi untuk masuk ke dalam rumahnya dan menemukan Jerry tertidur di sofa...

Ia pun menghampiri Jerry dengan cepat dan membangunkannya. Tapi suhu tubuh Jerry terasa lebih panas dari biasanya. "Sayang! Bangun, sayang!" Wanda meletakkan telapak tangannya ke kening Jerry. Panas...

Jerry terbangun dengan terkejut. Saat membuka matanya dan mendapati Wanda ada di hadapannya, Jerry langsung saja memeluknya dengan erat. "Astaga, sayang!!! Aku khawatir setengah mati!!! Kamu kemana aja?", tanya Jerry sambil memandangi Wanda dari ujung rambut sampai ujung kaki, memastikan tak ada yang kurang atau ada bagian dari tubuh Wanda yang terluka... Jerry melengos lega, menyadari Wanda terlihat sangat sehat. Dan lengkap.

"Kamu kemana aja?", tanya Jerry lagi. Wanda terdiam sejenak. Ia hanya terkenang bagaimana dirinya dan Rudy tertidur di dalam mobil yang terparkir di sebuah rest area.

"ng... aku... mobil mogok... aku tidur di rest area...", sahut Wanda berbohong. "Kamu..." Wanda menatap Jerry dengan prihatin. "Kenapa bobo di luar gini?"

Jerry mendesah. "Gimana aku bisa tenang... malem minggu, kamu ilang begitu aja... tanpa kabar. Semua hape gak aktif... mobil kamu kenapa? Mogok di mana? Kenapa gak telpon? aku pasti jemput kamu...", berondong Jerry tanpa jeda. Wanda merunduk. Enggan menatap mata suaminya itu.

"Di tol... arah ke Bandung...", sahut Wanda takut-takut.

"Hah? ngapa'in?"

"Dapet prospek di daerah situ... tapi mobil udah di benerin. Aku panggil derek t'rus", Wanda mulai lancar berbohong, "mobilnya di masukin ke bengkel,,, udah bener sekarang..."

"Sayang, itu kan mobil baru...", kata Jerry lagi. Dengan alis yang terangkat sebelah.

"ng..." Wanda semakin memutar otaknya untuk menemukan alasan yang lebih tepat. "ng... aku lupa isi karburatornya... rada kebakar gitu, deh..."

"Kebakar???" Jerry makin memicing. "Tapi aku selalu check mobil kamu tiap hari, sayang,,, sebelom aku berangkat kerja... karna aku takut kamu kenapa-napa di jalan... karburator gak pernah kosong. Dan itu mobil baru... semuanya fit. Bagus..."

Wanda mengibas, berlagak menguap lebar untuk menghindari pertanyaan Jerry itu. "Aku cape banget... kita bobo lagi, yuk... ke kamar...", ajak Wanda.

Jerry masih memicing. Ia melihat Wanda sedang memuntir helaian rambutnya sambil menggigit bibirnya. Kamu berbohong, batin Jerry. "Oh... Rudy juga udah ngabarin, sih... kalo mobil kamu itu udah bener...", pancing Jerry. Dan pancingannya kena. Wanda tampak terkejut. Mata bulatnya membelalak dan mulutnya mulai tergagap. "Oh... ya,,, aku langsung minta tolong Rudy telpon kamu waktu itu...", sahut Wanda cepat.

"Iya... gak apa-apa... Rudy juga bilang, kalo dia bisa jaga'in kamu. Kasian, dia sampe harus bergadang nemenin kamu... udah bilang terima kasih sama Rudy?", pancing Jerry lagi, lebih lanjut. Aku gak bodoh, sayang, batin Jerry diam-diam. Hatinya mulai terasa panas. Dadanya mulai bergemuruh...

Wanda semakin gelagapan. "Rudy... oh, iya... akhirnya aku minta Rudy untuk dateng temenin aku... soalnya, aku rada ngeri juga, sendirian di rest area..."

"um.." Jerry menggigit bibirnya. "Berarti Rudy bisa dihubungin, ya... dia lagi di sekitar situ juga. Soalnya, aku gak bisa. Di luar jangkauan..." Mata Jerry sudah menyorot tajam, memburu ke balik mata Wanda. Mata Wanda mulai berlarian ke sana-sini...

"oh... iya", Wanda semakin laju dengan kebohongannya. "Kebetulan,,, customernya di sekitar situ juga..."

"Kenapa dia gak anter kamu langsung aja ke rumah? Kan dia bawa mobil. Gak apa-apa, kok,,, kalo mobil kamu tetep di bengkel. Atau... dia kan bisa hubungin aku dari semalem untuk jemput kamu kan....?"

"Semalem kan ujan gede. Kadang ada gangguan signal juga, sayang... Dia juga datengnya agak subuh gitu", jawab Wanda lagi. "ng... emangnya dia kabarin kamu kapan?"

Jerry menggeleng. "Gak pernah. aku cuma mancing kamu. Karna aku sempet ke rumah Rudy semalem. Mobil Rudy ada di rumah. Tapi dia gak pulang juga semalem..." Mata Jerry sudah berkilat merah.

Wanda mengangakan mulutnya. Mendadak kaku. Ia baru saja ingin mencari-cari alasan lagi di saat telepon genggamnya berbunyi. Jantung Wanda semakin mau copot. Ia tahu, hanya Rudy yang sering meneleponnya tanpa mengingat waktu. Wanda masih terdiam.

"Angkat telpon kamu...", kata Jerry dengan suara datar dan dingin. "Kenapa gak di angkat? Aku udah tau soal Rudy..."

"Tunggu... kamu jangan salah paham", Wanda mulai menangis. Ia tahu, Jerry lebih pintar darinya untuk menganalisa gelagat orang. "Aku gak ngapa-ngapa'in sama dia semalem... aku cuma ketiduran di rest area... itu aja!!!"

Jerry mulai menggemeletukkan giginya. Tangannya mulai terkepal. "Rudy udah cerita semuanya,,, kalian ngapa'in aja... tergantung aku percaya versi kamu, atau versinya Rudy... kamu tau, kamu gak bisa bo'ongin aku..." Suara Jerry sudah bergetar. Antara geram dengan perih yang menyayat hatinya...

Wanda mulai menangis... "Kami... aku... aku sama dia... cuma ciuman... udah. Gak lebih..."

"Sering? Semalem?", tanya Jerry lagi.

"Enggak... kemarin... pagi", sahut Wanda sudah mulai terisak.

"Kemarin pagi?" Mata Jerry mulai menyembulkan air matanya. Suaranya semakin bergetar saja. Yang ia ingat, ia melambai pada istrinya itu kemarin pagi... sambil berkata, "I love you"...

"Di mana?", tanya Jerry lagi, dengan hati yang berat dan sesak. Seolah ada batu besar yang menyumbat aliran darah ke jantungnya. Sakitnya buka main... Kepalanya sudah mau pecah. "DI MANA?!!!" Suara Jerry mulai membentak kencang. Membuat Wanda beringsut mundur ke dinding. Nafasnya tercekat. Ia tak melihat Jerry yang biasa ia kenal, di hadapannya sekarang. Sepasang mata Jerry itu seolah ingin membunuhnya. Jerry melangkah berat mendekati Wanda hingga menghimpit tubuh Wanda sampai menempel ke dinding. Dengan suara lirih yang bergetar hebat, Jerry mulai berbisik di telinga kanan Wanda. "Bilang, sayang... bilang semuanya... di mana,,, dia mencium kamu,,, atau mencumbu kamu", Suara Jerry sudah mulai tercekat di situ, "atau bahkan... bercinta dengan kamu..." Nafas Jerry terdengar memburu cepat dan terasa panas.

Tubuh Wanda bergetar hebat. Tangisannya sudah menyeruak kencang dengan tersendat-sendat. "Aku... aku cuma bercumbu... aku gak pernah sampe jauh..."

"Jangan bohong, sayang... plissss..." Suara Jerry sudah mencicit seperti decitan kuku pada permukaan kaca. Terdengar memilukan. Nafasnya terasa semakin panas di telinga kanan Wanda. Wanda mulai merasa sesak di himpit tubuh kekar Jerry seperti itu. Hingga melekat habis ke dinding di belakangnya. "Aku... aku sesak,,, kamu gencet kayak gini...", rintih Wanda.

"Sama... hatiku juga begitu, sayang..." Jerry terdengar seperti orang yang kehabisan nafas. Air matanya sudah meluruk setitik demi setitik,,, meski suaranya tidak terdengar seperti orang yang menangis sedikitpun. "Hatiku... sesak... sakit, sayang... sakit, rasanya... perih..." Kedua tangan Jerry sudah terangkat ke atas, melekat ke dinding. Seolah menjaring Wanda di situ, seperti jaring nelayan memerangkap ikannya. Wanda sudah menangis hebat.

"Kenapa, sayang? Kenapaaaa....?", rintih Jerry, sudah mulai meledakkan isakannya yang membuat orang yang mendengarnya bisa mendadak sulit bernafas. Hawa yang semakin panas mulai membungkus Jerry. Wanda pun mulai merasa kepanasan. "KENAPA?!!!", bentak Jerry sambil meninju dinding di belakang Wanda dengan kencang. Membuat Wanda semakin menjadi-jadi dalam tangisannya.

"KENAPA?!!! KENAPA, SAYANG?!!! SEGALANYA UDAH AKU BERI UNTUK KAMU!!! LAHIR DAN BATIN!!!" Jerry berteriak tepat di depan wajah Wanda. "GAK TAU!!!", sahut Wanda dengan mata terpejam dan suara terisak yang kencang. Seolah takut Jerry akan membunuhnya di saat itu juga. "AKU GAK TAU KENAPA!!! AKU GAK NGERTI!!!" Wanda semakin menggelegar dalam isakannya. Jerry terenyuh melihat tubuh Wanda yang sudah bergetar hebat. Menggigil seperti habis tenggelam di dasar danau. Jerry menarik nafasnya kuat-kuat dan mengingatkan dirinya. Di hadapannya adalah Wanda. Apapun yang sudah Wanda lakukan,,, ia tetaplah Wanda... istri yang sangat dicintainya... sepenuh hatinya. Jerrypun menjauhkan tubuhnya sedikit agar Wanda bisa bernafas lebih lega. Wanda langsung meluruk lemas hingga berlutut ke bawah. Menangis dengan hebatnya... "Aku gak tau kenapa... aku juga gak ngerti kenapa bisa begituuu... huuuuu... Rudy cium aku... aku ngerasa terhipnotis begitu aja... aku gak nolak dia... tapi awal-awalnya, aku udah berusaha ngejauh dari dia... huuuuuu..."

Jerry ikut meluruk ke bawah. Membekap wajah Wanda dengan kedua telapak tangannya. Membuat wajah Wanda itu bertatapan lurus dengan matanya. Tapi Wanda melarikan matanya ke bawah. Tak mau menatap mata Jerry. Jerry mulai membuka mulutnya perlahan... "Sayang,,, tolong liat aku... jangan lari dari aku kayak gitu... aku masih sama... masih Jerry yang mencintai kamu..." Jerry menangis kecil dengan tersedu-sedu. "Kita lupa'in apa yang udah kamu lakukan. Hanya janji sama aku,,, itu gak akan terulang lagi..." Jerry mulai menyeka air mata Wanda dengan jemarinya. Lalu menarik wajah Wanda untuk terbenam ke dadanya. Ia menciumi kepala Wanda dalam-dalam. Lalu mengangkat tubuh Wanda yang seakan lemas,,, untuk terangkat dengan posisi terentang di depan dadanya. Ia memboyong Wanda ke kamar... seperti saat dulu, ia memboyong Wanda di malam pengantinnya.

"Kamu pasti cape", kata Jerry pelan. Memandangi mata Wanda yang sudah sembab dan bengkak. "Aku minta maaf, udah bikin kamu kaget... aku... sayang banget sama kamu..." Jerry masih dengan suara terisak, merebahkan tubuh Wanda yang masih menggigil hebat... ke atas ranjang. Lalu melepas semua pakaian kerja Wanda. Bahkan sampai ke pakaian dalamnya. Lalu Jerry juga melepaskan semua balutan pakaian yang membungkus tubuhnya sendiri, hingga tak menyisakan sehelai benangpun lagi. "Kamu liat, sayang...", kata Jerry lirih dan pelan, sambil merentangkan kedua tangannya, memperlihatkan setiap bagian tubuhnya di hadapan Wanda, "Aku telanjang di hadapan kamu dan di hadapan ikatan pernikahan kita. Gak ada rahasia lagi di antara kita. Dan kamu... kamu gak usah takut telanjang di hadapan aku. Aku bukan orang lain... kita satu..." Jerry menyisipkan tubuhnya perlahan ke sisi Wanda. Hingga saling berhadapan dengan Wanda. Namun Wanda melarikan matanya ke arah lain dengan risih. Ia merasa malu dengan tubuhnya yang telanjang.

"Kenapa kamu malu kalo aku liat kamu telanjang?", tanya Jerry lembut. "Aku suami kamu. Dalam suka, dalam duka. Kalo gak ada yang kamu sembunyi'in, kamu gak perlu malu dengan ketelanjangan kamu."

Wanda mulai menangis lagi dengan isakan yang menyayat hati. "Aku..." Wanda seperti bingung mau mengatakan apa. Ia tak bisa menggambarkan seperti apa perasaannya saat ini. Tapi Jerry langsung mengulum bibir Wanda dengan lembut, sebelum Jerry berkata-kata lagi,,,

"Aku tau kamu mikir apa...", kata Jerry lagi, berusaha tetap tersenyum dengan dahi berkerut, menahan beban di pikirannya, "Gak usah merasa gak layak. Kamu itu.. tetep yang terindah buat aku... Aku gak perduli, kamu udah lakukan apa di luar... kamu tetep yang terindah buat aku." Jerry pun memeluk Wanda dengan erat. Dan membiarkan Wanda terdiam aman sampai Wanda jatuh terlelap di dalam dekapannya.

Setelah Wanda benar-benar lelap dalam keletihannya,,, barulah Jerry mengerang kesakitan dalam pilu di hatinya... Ia menggelegarkan tangisannya yang meraung-raung seakan lupa kalau dirinya sudah berusia 31 tahun...

Ia bisa marah... tapi tidak boleh marah... ia bisa menangis... tapi tidak boleh menangis... ia ingin dicintai... tapi merasa tidak dicintai...

Continue Reading

You'll Also Like

123K 5.2K 50
Tulisan ini ialah, kumpulan tulisan/cerita yg menginspirasi yg saya peroleh dari berbagai grup kajian, ini bukanlah tulisan saya hanya saja saya mere...
82.5K 6.6K 41
Nathanael Pratama Romano sangat menyukai travelling seorang diri. Menelusuri tempat-tempat baru yang belum pernah dia kunjungi di muka bumi ini. Meng...
5.9M 309K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
1.6M 76.8K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...