Falling In Love With You

By Marronad

392K 44.8K 2.6K

Axel adalah seorang duda, tetangga sebelah apartemen Fredella. Don't copy paste. Hak miliki dilindungi oleh... More

Perkenalan
Tetangga Baru
Halo, Tante
Ayah Kesal
Wanita Dan Saham
Tertangkap Basah
Penawaran
Permintaan
Panik
Panik 2
Deg-Degan
Mereka
Tingkah
Axel Atau Bian
Modus Baru
Berdua
Pendekatan
Setelah Menyatakan
Duda dan Tingkahnya
Ketahuan?
Situasi Panas
Menjelaskan
Jilid 2
Dilamar?
Ke mana Arkana?
Mencari Arkana
Pelajaran
Yang Terbaik
Perjuangan Axel
Iya Atau Tidak
Berlin
Spesial Part On Karyakarsa.

Epilog

8.5K 1.2K 68
By Marronad

DI kafe paling terkenal di Jakarta, dua manusia yang disebut kekasih duduk di sana dengan penuh keheningan. Pertemuan kesekian kalinya meski katanya mereka adalah sepasang kekasih tetapi tidak bisa Megan rasakan, Bian terlalu diam, dingin dan tidak peduli dengan hubungan mereka. Ingatan Megan kembali menerawang beberapa bulan lalu ketika orang tua mereka saling bertemu lalu menjodohkan mereka, keadaan ayah Megan yang sedang sakit membuat pria berusia tiga puluh tahun mengiakan perjodohan yang ternyata hanya
melukai Megan Adisti. Bian hanya kasihan dengan Megan.

"Bi," tegur Megan.

Tumben, ditengah kesibukan Bian sebagai juru masak di restoran masih menyempatkan waktu bertemu setelah satu bulan jadwal mereka yang tidak bersahabat. Bian yang mengajak lebih dulu pertemuan ini meski Megan tidak tahu tujuannya.

"Baik-baik saja, 'kan?"

Bian mengangguk. Baru selesai membalas pesan, meletakan kembali ponselnya. Bian hanya bertanya bagaimana liburan Fredella di Jerman.

"Mau makan apa?" tanya Megan.

"Terserah kamu."

Megan menghela napasnya, sudah mengorbankan waktu untuk Bian tetapi diabaikan seperti ini. Padahal Megan lelah setelah bekerja dari pagi sampai sore bahkan tidak sempat mengganti baju dinasnya.

"Bi, hubungan kita membosankan sekali. Mau sampai kapan seperti ini, aku sadar diri kalau hubungan ini karena perjodohan dan kita dalam tahap pengenalan. Tetapi aku rasa tidak ada kemajuan," ucap Megan.

"Kamu maunya apa? Aku memang seperti ini."

"Ya, lebih baik kita berpisah Bian," ucap Megan. Lelah dengan hubungan selama empat bulan ini, Bian susah untuk menerima Megan sedangkan Megan dengan mudahnya sudah jatuh cinta dengan pria ini.

Perempuan dan hatinya selalu terlibat membuat menyesal akhirnya, tetapi tetap ingin berjuang, lagi-lagi hatinya yakin jika suatu saat Bian bisa mencintai Megan sepenuhnya.

"Kenapa kamu minta pisah, Meg? Punya pria lain?" tanya Bian heran.

"Nggak Bi. Kita berdua cuma saling nyakitin doang," jawab Megan.

"Bisa nggak, jangan minta pisah di saat situasi ayahmu sedang sakit?"

Megan mengusap wajah sebentar, memilih diam kembali. Percuma Bian dan egonya tidak akan pernah runtuh, salah apa Megan hingga bertemu dengan pria bernama Bian Bagaskara. "Padahal kalau kita jujur sama papa untuk tidak meneruskan ini semua, pasti aman Bi," ucap Megan.

"Aman, tetapi tidak untuk papa kamu!" balas Bian.

Susah memang, hatinya sudah tertutup rapat untuk satu nama, terlambat menyadari semua jika kedekatan bukan hanya sekadar sebagai kakak belaka. Nyaman dengan menganggumi diam-diam ingin mengatakan ketika sudah yakin tetapi terlambat.

Kini ia harus menerima setiap waktu yang berlalu memaksa membuka hati untuk Megan meski sulit. Nama Fredella masih menetap di hatinya semenjak bekerja di restoran.

"Kamu suka sama Fredella, 'kan?"

Bian terkejut, tetapi ia masih bersikap seperti biasa jangan membuat Megan curiga.

"Jujur, Bi! Kamu suka kan, matamu tidak bisa bohong."

"Wajar menyukai Fredella, dia perempuan yang baik. Sudahlah jangan bahas orang lain."

"Dugaanku selama ini benar, kamu menyukai Fredella. Kamu tidak menghargaiku. Lebih baik kita berpisah, Bi. Tolong lepaskan aku. Aku tidak ingin disakiti." Megan mulai terisak.

"Megan cukup!" bentak Bian.

Megan menunduk. Tetapi kegundahan hati tidak bisa ditahankan tatkala berhubungan dengan pria yang tida bisa mencintai Megan. Sejujurnya, dua kali Megan memergoki Bian mengirim pesan dengan Fredella, Megan tidak menyalahkan sahabatnya karena Bian lebih dulu memainkan api.

"Aku akan resign agar kamu tidak menganggu hidup Fredella."

"Tidak perlu."

"Aku tetap akan keluar, stop untuk katakan kita berpisah. Saya akan mencoba kembali memberikan hati untukmu," ucap Bian mengakhiri percakapan mereka malam ini.

Ada perasaan lega, itu artinya Bian ingin mencoba lagi meski Megan yakin itu tidak mudah mencintai seseorang.

****

Satu hari setelah kepulangan dari Jerman, setumpuk pekerjaan menanti di atas meja. Anggara memang membantu tetapi tetap saja Fredella mengecek laporan penjualan selama ia tinggal dan bulan ini, merasa sedih karena penjualan es krim Axel dalam dua bulan ini ada penurunan. Namun begitulah bisnis kadang kita harus dihadapi keuntungan dan kerugian.
 
Suara ketukan pintu terdengar, Fredella menyuruh masuk. Sudah pukul empat sore tetapi Fredella belum bersiap-siap untuk pulang.

"Hai apa kabar?" Bian basa-basi lalu mendekat ke arah Fredella.

"Tumben tanya kabar, ada apa Chef?"

Bian terkekeh, lalu memberi secarik dokumen tertulis surat pengunduran diri membuat Fredella terkejut.

"Kak?"

"Iya. Sudah direncanakan jauh-jauh hari Fredella, karena kamu ke Jerman jadi ditunda," Bian menjelaskan.

"Apa restoran ini membuatmu kekurangan gaji? Kak, tolong pikirkan baik-baik dari awal kita bekerja sama."

Ternyata Bian mengundurkan diri karena papa Megan sakit keras, papa Megan memiliki toko roti dan restoran berharap Bian—calon menantunya—menggantikan papa yang kini tidak bisa menjalankan aktivitas seperti biasa karena kanker kelenjar getah bening yang diderita. Megan anak tunggal, mama Megan sudah lebih dulu pergi. Sebagai seorang sahabat Fredella merasa jahat karena tidak tahu tentang keluarga Megan.
Mendengar penjelasan Bian, Fredella tidak bisa menahan lagi, jika ini jalan yang terbaik maka ia rela melepaskan juru masak terbaik untuk pergi dari restoran ini.

"Maaf jika ada kesalahan selama bekerja bersamamu, Fredella. Selamat sebentar lagi menjadi istri," ucap Bian.

"Kak." Mata Fredella berkaca-kaca. Bian sudah dianggap sebagai kakak sebelum bertemu Axel. Menemani Fredella dari nol hingga restoran semakin berkembang, berat tetapi harus rela.
Bian memberanikan diri memeluk Fredella untuk terakhir kalinya. Setelah keluar dari restoran ini ada dua hati yang mereka jaga, termasuk Megan yang perlahan akan menjadi perioritas Bian. Tidak bisa melepaskan begitu saja setelah papa Megan memberi amanah untuk Bian.

"Jangan lupakan aku, ya?"

"Nggaklah. Aneh kamu, nanti ke sini sama Megan juga," jawab Bian. Rasa cinta yang ia pendam biarkan menghilang dengan sendirinya, pelukan ini menjadi hadiah untuk Bian karena berhasil mencintai Fredella dalam diam hingga hari ini.

Suara deheman membuat pelukan keduanya terlepas, ada Axel di sana. Bian langsung pamit dari hadapan Fredella, melewati Axel lalu mengatakan sedikit kata-kata. "Tolong jaga Fredella." Bian berlalu begitu saja setelahnya, segera pulang. Ia yakin restoran ini akan berkembang tanpa Bian lagi.

"Hai, Mas!" sapa Fredella pada Axel.

Axel berjalan mendekati Fredella, ada yang pelukan tetapi bersikap biasa-biasa saja. "Pelukan Bian sama saya, lebih enak mana?"

"Kamulah, jangan marah dulu. Saya mau menjelaskan." Fredella kembali duduk di kursi kerjanya. Axel ingin membuka suara tetapi jemari Fredella membungkam, memberikan surat dari Bian pada Axel.

"Jangan marah lagi, Bian resign."

"Ini serius?"

Fredella mengangguk.

"Akhirnya ...." Axel melipat kembali surat tadi. Tanpa Axel minta ternyata Bian tahu diri.

Axel bangkit, mendekati Fredella lalu mengecup kening singkat. "Akhirnya satu-persatu mau mundur, Bian itu suka sama kamu. Tetapi untungnya kamu tidak sadar."

"Tetapi aku tidak suka," balas Fredella.

"Lebih baik kita ke tempat mama dan papa." Axel mengabaikan tentang Bian, sudah tidak penting lagi untuk dibahas.

Fredella hanya mengikuti seperti janji mereka sore ini akan ke sana, sebelum keluar dari ruangan. Axel memandang kedua manik mata Fredella, rasa marah melihat pelukan kini mereda. Sejujurnya Axel tidak bisa marah dengan Fredella.

"Kata Mas Anggara, kamu pernah jadi korban kekerasan? Dicaci maki, dibanting, tampar sama mantanmu. Benar? Kenapa tidak pernah cerita, Fredella. Percayalah, saya tidak seperti itu ketika menikah nanti." Gara-gara mendengar ucapan Anggara, Axel terus kepikiran dan lupa ketika hendak bertanya. Baru hari ini ia bisa ingat dan bertanya.

Fredella terdiam, detik kemudian tawanya menggelegar. Membuat Axel menatap sebal.

"Percaya sekali dengan Anggara, tidak Mas. Sumpah demi Tuhan tidak pernah seperti itu." Fredella menjelaskan.

Axel menyipitkan mata. "Tidak menyembunyikan?"

Fredella menggeleng, memang benar begitu. Sama sekali tidak pernah merasakan kekerasan dalam hubungan.

"Jancuk memang kakakmu!" Axel kesal.

"Jancuk itu apa?"

"Tidak perlu tahu, urusan pria. Ayo keluar." Axel menggandeng Fredella keluar dari ruangan, setelah ini Axel akan menghajar Anggara karena membuat Axel khawatir setengah mati.

***
Cerita Fredella sudah berakhir dan spesial part akan di-update di Karyakarsa. Sekedar saran kalau kalian buka dari web saja ya, jadi tidak perlu mengisi koin terlalu banyak. Kalian bisa bayar sesuai harga. Misal 2K bayar 2K. Terima kasih sudah mengikuti perkembangan kisah ini. Marronad pamit 🤗

Terima kasih banyak atas dukungan kalian ^^

Instagram: Marronad.wp

Marronad

Continue Reading

You'll Also Like

15.9K 2.2K 63
[Harap Follow dulu sebelum membaca ya. Terima kasih 😘] "Saya itu teh, anda itu kopi. Kita nggak akan bisa menyatu karena terlalu banyak kafein. Yang...
544K 20.8K 18
Pertemuan antara Orlin Aqila-seorang staf administrasi-dengan Deanka Elgis Pradipta-seorang design perhiasan-terjadi ketika Orlin tidak sengaja menem...
116K 16.2K 24
we through many things in our live. and we know that is not the end of our story.
173K 10.2K 32
Cover @Lilinbening Perjuangan mendapatkan cinta sejati, itu tidak mudah. Seperti kehidupan Irenia yang penuh lika-liku. Dikhianati, ditipu, bahkan di...