Permintaan

9.1K 1.4K 72
                                    

"YAH!" Arkana memanggil di sela-sela perjalanan mereka.

"Hari Rabu Arkana ada pembagian rapor harus orang tua yang ambil, ayah bisa nggak ambil rapor milikku?" padahal Arkana sudah tahu jawaban dari ayah nantinya, tetapi mencoba lagi barangkali ayah bisa berubah pikiran.

"Jam?"

"Dari jam delapan sampai selesai paling ada rapat dulu," jawab Arkana.

"Bunda?"

"Nggak bisa. Ada kerjaan di Batam." Jawab Arkana. Keduanya lebih mementingkan kerjaan dibanding anaknya. Arkana terkadang bertanya-tanya sebenarnya ia anak kandung mereka atau bukan.

"Sama sekali nggak bisa?"

Arkana menggeleng. Dilihat dari wajah ayahnya, Arkana yakin ayah tidak bisa juga, Arkana sudah seperti anak Mbak Asih karena perempuan paruh bayah itu yang bisa diandalkan.

"Nggak bisa juga, Yah?"

"Bisa. Tetapi Ayah nggak bisa janji, kalau misal Rabu ada rapat dadakan di kantor biar Aunty Larisa yang menggantikan tetapi nanti Ayah usahakan, gimana?"

"Arka butuh jawaban yang tepat bukan jawaban itu. Kalau Ayah nggak bisa bilang nggak bisa jangan kasih harapan ke aku," sahut Arkana sedikit kesal.

"Ayah takut sibuk. Tunggu ... Ayah telepon bundamu, masa tidak pernah bisa datang ke acara sekolahmu." Axel mengambil ponselnya kembali.

Sedangkan Fredella hanya menyimak pembicaraan antara ayah dan anak. Kalau boleh jujur, nasib Arkana sama dengan Fredella yaitu korban perceraian, Fredella merasakan fase ketika ia butuh orang tua tetapi mereka sibuk.

"Kamu ini gimana sih, Far? Arka minta waktu kamu, masa nggak bisa?"

Samar-samar Fredella mendengar Axel sedang berdebat dengan seseoang yang Fredella yakini bunda dari Arkana.

"Kamu dong sebagai ayahnya antar dia ambil rapor. Aku benar-benar tidak bisa Xel. Kamu tahu kerjaan sedang banyak apalagi sekarang aku sedang menangani kasus perceraian artis."

"Banyak sekali alasan."

"Apa maksudmu?!" Nada bicara Fara meninggi. Ia tak suka dengan ucapan mantan suaminya, "Pikir dong Xel, kamu lebih dekat dengan Arkana harusnya datang ke acara sekolah. Lagi pula satu tahun sekali, kamu takut pabrikmu rugi?"

"Jaga bicaramu. Harusnya kamu juga sebagai ibu harusnya lebih banyak memperhatikan Arkana." Balas Axel. Axel mematikan ponsel dengan kasar. Lalu melanjutkan perjalanan mereka untuk pulang.

"Kalau nggak bisa jangan dipaksa biar Mbak Asih yang datang," ucap Arkana.

"Nanti Ayah usahakan dulu." Axel ingin datang tetapi jujur hari Rabu jadwal kerja sangat padat, pagi ada rapat, siang bertemu rekan bisnis, memeriksa hasil penjualan.

"Ar?"

"Ya, Kak?"

"Bagaimana kalau Kakak saja yang mengambil, boleh?" tanya Fredella takut-takut. Melihat wajah sedih Arkana membuat Fredella menawarkan diri, tidak tega.

"Jangan. Biar saya ambil waktu kosong hari Rabu." Bagaimana bisa orang lain yang mengambil, Arkana adalah putranya.

"Ayah pasti nggak bisa."

"Bisa."

Sudah berapa kali ia dibohongi ayahnya. Sampai kapan pun ia akan sulit percaya. "Memang Kak Fredella tidak sibuk?" Arkana mengalihkan pertanyaan pada Fredella

"Nggak. Boleh?"

"Boleh, kalau memang tidak merepotkan Kakak," jawab Arkana

"Tentu tidak. Ingatkan lagi hari Selasa malam agar tidak lupa."

Falling In Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang