Pendekatan

7.4K 1.2K 89
                                    

FREDELLA melihat wajah tidak nyaman Axel ketika melakukan panggilan telepon dengan seorang pria paruh baya, terkadang Axel menoleh ke Fredella mencari bantuan, tetapi maaf Fredella tidak bisa melakukan apa-apa. Dari yang Fredella dengar keduanya membahas tentang makan malam, Axel terlihat ragu mungkin karena Axel sudah tidak lagi menjadi bagian dari mereka.

Sedang menikmati dansa mereka tetapi harus terputus, ketika suara telepon mengingatkan mereka untuk segera diangkat.

"Nanti Axel kabari ya, Pa," kata Axel via video call dengan pria itu.

Meski ucapan pria yang disebut papa itu tidak terlalu jelas, tetapi asisten rumah tangga mereka menjelaskan maksudnya.

"Kalau nggak sibuk pasti datang, kalau sibuk kita bisa cari lain hari," ucap Axel.

Fredella menepuk-nepuk bahu Axel memberikan ketenangan padanya. Panggilan mereka berakhir, berganti menjadi suara Arkana.

"Ayah lagi di mana?"

"Apartemen lah."

"Kok kaya bukan apartemen Ayah."

Fredella ingin bersuara, tetapi tangan sudah diletakan pada bibir Fredella, menyuruh diam.

"Ini apartemen sendiri, curiga mulu kaya istrinya Ayah." Jawab Axel asal.

"Biarin. Lagi pula Ayah sudah lama tidak dicurigai. Jadi sekarang selain perempuan, Arka yang curiga sama Ayah."

Axel terkekeh geli. Ada-ada saja putra semata wayangnya yang terlewat dewasa itu. Jujur Axel masih tidak menyangka jika Arkana bisa hidup sampai hari ini, bisa tertawa meski keadaan orang tuanya sudah berantakan. Sama halnya dengan Fredella tidak bisa menahan tawa, hingga terdengar oleh Arkana.

"Tuh ... tuh, ada suara perempuan tertawa. Ayah sama siapa?"

"Nggak ada, Ar, perasaan kamu."

"Aku nggak tuli, Yah, siapa hayo?" Arkana tetap tak percaya. Suara tawanya terdengar jelas di rungunya.

"Ayah tutup dulu."

"Ayah jangan, belum ja—"

Panggilan telepon terputus sepihak, tidak ingin mendengar pertanyaan dari Arkana. Hampir saja Axel ketahuan karena suara tawa Fredella, Axel terkejut Fredella mengeluarkan tawa.

"Mas, maaf. Saya tidak bisa menahan diri," ucap Fredella tidak enak.

"Biasa saja, Arkana memang seperti itu."

Untung saja Axel pengertian, tidak marah dengan Fredella. "Saya suka interaksi kalian, sangat dekat."

"Sudah selayaknya antara Ayah dan anak, tapi dia memang menyebalkan." jawab Axel.

"Beda, Mas. Dulu saya tidak seperti itu. Setelah mama dan papa pisah, papa pergi bahkan dia mengingkari janji untuk menafkahi kami."

Axel menggerakkan sebentar tubuhnya, mencari kenyamanan bercerita dengan Fredella. Memang tidak mudah bagi siapa pun yang mengalami perceraian, Axel sendiri tidak menyangka tidak bisa mengikuti jejak rumah tangga seperti kedua orang tuanya.

"Kami sepakat berpisah secara baik-baik dan janji kami akan membesarkan Arkana bersama, agar Arkana merasa bahwa orang tuanya masih peduli meski keadaan berbeda," jelas Axel

"Bagus, dong. Andai semua orang tua memiliki pemikiran seperti kalian."

"Jangan sedih karena keadaan keluarga, Fredella, kamu perempuan kuat. Saya yakin itu."

"Itu sudah pasti. Kalau tidak kuat minum kopi deh." Fredella terkekeh.

Ah, Axel rasanya sudah tergila-gila dengan senyum Fredella yang jarang, sekali senyum langsung membuat dadanya berdebar.

Falling In Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang