Yang Terbaik

6.3K 1.3K 127
                                    

Baru saja kelar menghadapi persidangan dengan klien, dijemput kekasihnya dan akan makan malam bersama. Fara merentangkan tangan, melonggarkan otot yang terasa kaku sama kakunya seperti situasi saat persidangan berlangsung.

"Sudah?"

Fara mengangguk. Pekerjaan selesai tetap saja hatinya tidak lega karena minggu depan akan menghadapi sidang lanjutan tentang keputusan klien yang akan bercerai, sudah berapa banyak ia menangani kasus serupa, mengingatkan tentang perpisahan bersama Axel dulu. Fara pernah ada di posisi itu bahkan pernah disuruh mediasi agar mereka tidak berpisah, apalah daya ketika ego menyelimuti keduanya. Hubungan yang harusnya sama-sama membangun malah memilih runtuh di saat mereka sudah memiliki buah hati, kini menjadi korban broken home karena ulah Fara dan Axel.

"Kenapa melamun?" tanya Hendra.

"Tidak apa-apa."

"Masih kepikiran Arkana?"

Fara mengangguk lemah.

"Arkana sudah ketemu, 'kan?"

"Sudah tetapi bersama calon mama tirinya, sedang mencari muka di depan Arkana," jawab Fara.

"Tidak boleh seperti itu. Kamu gampang sekali menuduh."

"Kenyataan. Kepergian Arkana bisa jadi karena dia yang menyuruh untuk pergi ke rumahnya, aku kesal Hendra. Axel memarahiku gara-gara perempuan itu," jawab Fara tersungut- sungut.

"Kamu jangan keras kepala, Far, kalau salah akui saja. Arkana pergi karena kamu tidak datang ke sekolah. Aku rasa perempuan itu tidak ada kaitannya."

Fara mengembuskan napasnya, menetralkan amarahnya.

"Kamu tidak menyukainya atau masih berharap rujuk dengan Axel?" tanya Hendra serius.

"Rujuk? Tentu tidak. Aku hanya iri dan marah dengan kehadiran perempuan itu di kehidupan Arkana, Arkana jadi lebih respect dengan perempuan itu belum lagi Arkana masih sulit menerimamu sebagai papanya. Berbeda dengan calon ibu dari ayahnya langsung akrab, Hen. Aku merasa gagal ... maaf," jelas Fara.

Hendra mengusap punggung tangan kekasihnya. "Aku tidak apa-apa, Far, Arkana tetap menjadi anakku nantinya. Turunkan ego dan netralkan amarahmu, Far, fokuslah dengan tujuan kita meminta restu dengan papamu, tolong yakinkan papa bahwa aku dan papaku berbeda, aku dekat dan mencintaimu tulus tidak ada dendam," ucap Hendra menutup pembicaraan mereka sebelum meninggalkan area pengadilan. Meski belum mendapat restu dari papa Fara, Hendra masih berusah untuk pendekatan kesekian kalinya.

***

TAWA masih tercetak dibibir manis keduanya, bayangan pertemuan dengan Erik masih bisa mereka rasakan. Perasaan khawatir ada apalagi Erik sangat posesif bahkan menyuruh keduanya untuk menikah dua tahun lagi. Axel tidak bisa, ia harus cepat menikahi sebelum terlambat.

"Dua tahun lagi."

"Tidak, saya bisa kasih kamu apa pun asal jangan menyuruh menikah dua tahun lagi. Bayangkan saja bagaimana perasaan saya menunggu selama itu. Sedangkan saya sudah sendiri selama bertahun-tahun," jawab Axel. Sama menyebalkan dengan Anggara—meminta izin untuk menikahi Fredella, ke Jerman saja Erik banyak sekali alasan. Axel jadi kesal sendiri.

"Tidak ada tawar-menawar, tetap dua tahun lagi. Sampai sembuh total."

Ada saja halangan untuk melepas lajang, sudah direncanakan setelah ini mereka akan mengurus kepergian ke Jerman menemui calon mertua. Meski hari ini pertama kali mereka bertemu ternyata bisa langsung akrab, Erik sempat menggoda Axel tentang beberapa hari yang lalu meninggalkan Fredella karena cemburu dengan Erik.

"Bang, jangan gitu tidak baik menunda pernikahan."

"Kamu adik aku, Fredella, jangan sok tahu. Kamu tidak paham tentang pernikahan dan restu."

Falling In Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang