Tingkah

7.6K 1.2K 70
                                    

"Ayah itu orangnya malu-malu dan malu-maluin. Pernah waktu pergi ke salah satu mal, Ayah salah gandeng tangan, bukan tangan Arkana yang digandeng tetapi tangan perempuan yang berada di sampingnya. Ayah sibuk sama ponselnya jadi tidak sadar. Hati-hati ya, Kak kalau dekat dengan
Ayah." Arkana memperingati seolah tak takut bahwa ayahnya bisa saja memukul dirinya, tapi ia tak peduli ayah memiliki sifat lembut walau pun mukanya serem.

"Oh iya?"

Arkana mengangguk antusias. "Tapi walau begitu ayah orang paling terbaik di mata Arka." Katanya

Samar-samar Axel mendengar Arkana sedang menceritakan dirinya, Arkana anak biologis Axel tega bicara seperti itu di depan Fredella. "Ka, Ayah bisa memenjarakan kamu ya, dengan pasal pencemaran nama baik." Axel memperingati Arkana.

Arkana menyipitkan mata. "Lebay. Bagaimana mau masuk penjara, Arkana masih di bawah umur. Paling mediasi damai." Arkana terkekeh geli, "Tapi tidak apa-apa kalau Ayah mau melaporkan Arkana, paling disuruh sekolah yang pintar sama Pak polisi." Arkana terkekeh.

Fredella merasa ada kenyamanan baru di rumah ini meski kedua lelaki itu saling beradu celotehan, tetap saja suasana menjadi hangat. Arkana beruntung ayahnya masih memberikan kasih sayang meski berpisah dengan bundanya. Sedangkan Fredella saat mama dan papa berpisah, saat itu juga mama sendirian menghidupi ketiga anaknya.

"Fredella jangan dengarkan ucapan Arkana yang tadi, dia ini pendusta kecil."

"Ish, enak aja." Tangan Arkana menepuk pelan paha ayah.

Arkana berhenti sejenak, ada satu notifikasi masuk, pesan dari bunda.

Arka marah sama bunda? Maafkan bunda.

Tidak bunda, Arkana baru selesai berenang. Maaf.

Diam-diam Fredella melirik dan melihat langsung isi pesan Arkana dengan bundanya. "Nah gitu dong, bunda itu seseorang paling berharga untuk hidupmu, Ar," ucap Fredella sembari mengusap bahu Arkana.

  "Iya, Kak. Terima kasih sudah mengingatkanku."

Fredella mengangguk paham. Memang tidak tapi setidakny Arkana mau mencoba.

***

Pagi ini berbeda, biasanya Fredella menyetir mobil sendiri, tapi sekarang Axel akan mengantar. Padahal sudah menolak, tetapi pria dengan wajah datar itu memaksa ikut. Mengira sifat Axel tegas, galak seperti pertama kali Fredella lihat, tetapi semua pupus dan tidak sesuai fakta yang ada.

"Fredella jangan mengigit bibir bawah."

Fredella tersentak, segera membenarkan posisi bibir. Axel bicara terlalu frontal untung tidak ada Arkana. Menghindar kontak mata dari Axel adalah keputusan terbaik, Fredella takut dengan dirinya sendiri dan berdekatan dengan Axel tak baik untuk kesehatan jantungnya.

Mama is calling ....

"Hai, Mama!"

"Hai darling, bagaimana kabarmu? Mama rindu."

"Aku juga. Baik, Mama apa kabar?"

"I'm fine."

"Papa mana?"

"Masih di kantor. Mau ke restoran ya?"

"Iya."

"Sama siapa, tumben sekali tidak menyetir sendiri."

"Teman bisnis, Ma." Sembari melakukan video call, Fredella juga menikmati kopi yang baru saja beli di salah satu mini market bersama Axel.

"Bukan pacarmu, Nak?"

Fredella menggeleng tegas. "Cuman partner bisnis Mam, nggak lebih."

Mama tertawa dari sana. "Chef Bian gimana?"

Falling In Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang