Tetangga Baru

21.1K 2K 86
                                    

SABTU pagi Axel terpaksa meninggalkan Arkana di  apartemen. Sudah biasa bagi pria berumur 35 tahun ini, menjelang akhir bulan Axel berubah menjadi super sibuk. Memeriksa laporan tentang kantor, penjualan, dan lainnya ditambah rekapan tentang gaji para karyawannya.

“Pagi, Pak, ada dokumen butuh tanda tangan Bapak,” ucap Sekretaris Axel bernama Santi yang sudah menemani selama satu tahun. 

“San, bilang sama Apri buatkan saya kopi seperti biasa. Sori, saya mencium ketidakberesan pada laporan keuangan.”

“Tidak beres bagaimana maksudnya, Pak? Saya hanya terima dokumen laporan saja dari Mbak Nita,” jawab Santi 

“Saya tidak menuduhmu, Santi. Kamu awasi, ada keuangan yang kurang di sini. Saya sudah menelepon pihak mereka dan tidak mengakui kalau uang hasil penjualan mereka berkurang,” jelas Axel . Axel paham semua berkaitan dengan keuangan siapapun bisa merasa tertuduh.

Santi mengangguk. Mendadak seluruh tubuhnya gemetar meski ia bukan pelaku, tapi tetap saja berita ini membuat takut karyawan Axel. 
 
“Anak laki-laki kenapa selalu bersih di mobil tapi tidak di rumah?” tanya mama Axel. Datang ke apartemen Axel berniat mengunjungi saja tetapi, ia malah risih melihat seisi apartemen ini kotor dan berantakan.

“Sudah hukum alam, Ma,” sahut Axel. Axel baru saja pulang, tubuhnya lelah dan sempat tertidur sebelum mendengar bel dari luar sana.

“Kamu ini, Xel, sudah tua pernah rumah tangga kok nggak sadar-sadar sama kebersihan rumah. Kalau malas baju cuci ke laundry atau masukin ke mesin cuci. Jangan ditumpuk terus,” omel mamanya.

Axel berniat membawa ke laundry seperti biasa tetapi bukan sore ini, besok atau nanti malam menunggu malasnya hilang. Bagaimana ia bisa rapi sementara ia merasakan lelah ketika pulang kerja. Wajar ia jarang mencuci baju karena di rumah hanya ada ia sendiri, terkadang ada putranya tapi tak selalu di sini.

“Cari istri. By the way ada tetangga baru ya,” ucap mama tiba-tiba. 

Axel berdehem sebagai jawaban. 

“Cantik lho, Xel,” kata mamanya. 

“Biasa saja.” 

“Sudah kenalan?” 

“Tidak penting, Ma, untuk apa kenalan?” tanya Axel heran. Ia bangkit mengambil alih semua tumpukan baju, kemeja dari tangan mamanya. Axel tidak akan membiarkan mamanya kelelahan.

“Tetangga, Xel, kita harus berinteraksi. Biar jadi tetangga saling membantu kalau kesusahan.” 

“Ada satpam yang akan membantu penghuni apartemen ini kalau ada sesuatu.” Axel menyahut.

Mama menggeleng dengan jawaban putra sulungnya. Seperti gengsi sekali dengan perempuan padahal sudah terlalu lama sendiri. “Ada bajunya Arkan. Memang dia ke sini?” tanya mamanya.

“Ke sini sama siapa?” tanya mama lagi.

“Fara.” 

Mendengar nama Fara terasa sangat asing bagi Axel, memang perasaan kita langsung berbeda ketika sudah menjadi masa lalu.

“Ke mana terus anaknya?” 

“Ke luar beli makanan,” jawab Axel. Mendorong tubuh mama untuk duduk.

“Biarkan apartemen ini Axel yang bereskan.”

Mama menghela napas panjang. Dia tidak nyaman dengan ruangan Axel yang berantakan. “Kamu nggak masak?” 

Axel menggeleng. 

“Masak, Xel,  jangan beli terus. Lambungmu bisa rusak atau datang ke rumah mama. Jangan telat makan mulu. Mama merasa bersalah karena tidak memperhatikanmu,” ujar sang mama. 

Mama datang ke rumah, itu artinya Axel harus siap mendengar segala pertanyaan dari mama. Singkat, padat, dan jelas itulah jawaban dari Axel yang membuat mama sedikit sebal. Hanya ucapan tetapi tidak dilakukan. 

Ayah, mau burger?

Arkana mengirim pesan pada Axel. Axel segera membalas dengan mengatakan membeli dua burger untuk Axel dan neneknya. 

Ok, ada biaya antar ya.

Kamu sama ayah sendiri perhitungan.

Wajarlah. Ayah kan banyak duit.
 
Axel mematikan ponselnya mengakhiri percakapan dengan Arkana. Axel dan Arkana dekat layaknya seperti teman karena Axel sendiri masih tidak begitu paham caranya menjadi ayah yang baik untuk Arkana. Kalau sudah baik tentu bisa mempertahankan pernikahan dengan mamanya Arkana.

“Xel, Mama mau pulang.”

Tidak betah berlama-lama di apartemen Axel, hanya melihat anaknya saja seperti biasa. Meski sudah pernah berumah tangga tetapi perhatian mama tidak akan putus.

“Arkana lagi beli burger buat Mama, Axel antar sekalian mau laundry.” 

“Duh maaf ... Mama mau masak, suruh Arkana ke rumah.”

“Iya, Ma.” Axel segera mengambil kunci mobil lalu keluar dari apartemen. Lagi-lagi ia melihat setumpuk kardus besar di hadapannya, berkali-kali ditegur tetapi tidak dengar. Dasar tetangga baru seenaknya, Axel menggeser kardus kosong ke arah pojok apartemen. Di lantai enam hanya ada dua hunian apartemen. 

“Xel, jauh sekali. Kasihan nanti yang punya mencari." Mama menegur

“Biarkan saja,” jawab Axel. Segera turun ke lantai dasar untuk mengantar mama. 

-TBC-

Tinggalkan vote dan komentar.

Instagram: Marronad.wp

Marronad

Falling In Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang