Unfailing (#4 MDA Series)

By ZenithaSinta

236K 20.6K 2.2K

Daisy tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi setelah bersinggungan dengan Maxwell Maynard Addison. P... More

Baca Dulu!
Prolog
Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 09
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Minta Pendapat
Chapter 33
Minta Pendapat (2)
Chapter 34
Pengumuman Open Pre Order
Diskon Besar-besaran!!!

Chapter 35 (END) - 1

6.8K 409 30
By ZenithaSinta

Daisy berusaha menguasai diri sebelum bertemu langsung dengan Selena. Jika Jenna dinilai ramah, bisa jadi Selena tidak sama. Daisy telah memikirkan kemungkinan terburuk akan pertemuannya dengan adik Max itu. Namun ternyata itu semua tidak terjadi.

Selena segera mengambil posisi berdiri lengkap dengan senyum lebar. Wanita itu memeluk Max sembari mengatakan kerinduannya pada kakak sulungnya itu. Hanya itu saja karena setelahnya Selena segera menampakkan kehangatannya terhadap Daisy.

"Aku berusaha mengurangi kesibukanku untuk segera bertemu dengan kakak iparku ini. Tapi baru sekarang terwujud." Begitulah kiranya kalimat yang diucapkan Selena sebelum akhirnya memeluk Daisy.

"Aku sudah mengetahui banyak tentangmu. Aku yakin sedikit banyak kau juga sudah mengetahui tentangku. Salam kenal dariku, Daisy." Selena berucap lugas. Senyum hangatnya tidak lepas dari wajah cantiknya.

"Ya, Max banyak bercerita tentangmu. Salam kenal juga, Selena. Aku senang karena pada akhirnya kita bertemu."

Dari interaksinya dengan Selena, sedikit banyak Daisy dapat menilai kepribadian Selena. Adik Max itu memang tidak seceria Jenna. Selena jenis wanita anggun yang ramah. Senyumnya begitu cantik dan di mata Daisy Selena terlihat cocok disandingkan dengan Rylan. Suami Selena itu memang tidak setampan Max. Tapi terlihat jelas bahwa Rylan begitu menyayangi istrinya.

"Rafe tidak ikut?" Max bertanya setelah semuanya mengambil posisi duduk saling berhadapan. Sedang tangannya memeluk bahu Daisy yang duduk di sampingnya.

"Bibi Gilda dan Paman Regan tidak membiarkan Rafael ikut. Mereka masih merindukan Rafael." Rylan menjawab pertanyaan Max.

Sedang Max yang mendengarnya tersenyum tipis. Lantas berkata, "Paman dan Bibi tidak tahu kalau aku juga merindukan keponakanku. Rafe juga perlu berinteraksi dengan Tertia, bukan?"

"Itu urusan mudah" Selena menyahut dengan senyum lebar. "Rafe pasti menyukai Daisy. Pemberitaan tentang kalian berdua sudah diketahui olehnya dan berkomentar tentang pandainya kau dalam memilih seseorang untuk kau jadikan sebagai istri."

"Ternyata mata Rafe jeli juga dalam menilai." Max memberi tanggapan yang segera disambut tawa kecil dari Selena dan Rylan. Sedang Daisy hanya tersenyum. Setidaknya dia merasa lega bahwa dugaan tentang keluarga kecil Selena tidak seburuk yang ia kira.

"Menginap di sini kan?" Max bertanya memastikan.

"Niatnya begitu. Tapi karena Rafael di rumah Paman dan Bibi, mau bagaimana lagi?" Selena menjawab sembari mengangkat bahu tanda berserah. "Mungkin lain kali."

"Rencananya berapa lama ada di London?" Daisy yang sedari tadi terdiam berusaha masuk ke dalam obrolan mereka.

"Kemungkinan lima hari. Kami tidak bisa lebih lama dari itu."

"Kenapa?" Pertanyaan berasal dari Max setelah mendengar jawaban Rylan. Sedikit banyak nada pertanyaan Max terasa begitu menuntut. Seolah enggan menerima kenyataan bahwa sang adik tidak bisa lebih lama bersamanya.

"Haruskah kami menjelaskan?" Selena menyahut dengan nada malas. "Selain Rylan tidak bisa lebih lama meninggalkan pekerjaannya, juga masa libur musim panas Rafael akan segera habis. Lagi pula kau sendiri perlu lebih banyak waktu privasi dengan istrimu, bukan?"

"Tentu saja kami memerlukan waktu privasi. Tapi tetap ada waktu sendiri bagiku untuk menghabiskannya dengan keponakanku."

Selena mendengus. "Menggunakan Rafael hanya untuk memata-matai kehidupanku dan Rylan tidak begitu bijak." Nada serta sedikit geraman yang keluar dari Selena membuat Daisy tahu bahwa sebenarnya Selena sedikit merasa tersinggung akan perlakuan Max kali ini.

"Tidak apa-apa." Rylan segera menyahut sembari mengelus pelan bahu Selena. Pria itu nampak tersenyum tipis seolah meminta pengertian dari sang istri. "Wajar kakakmu masih meragukanku. Lagi pula tidak ada salahnya kita tinggal di rumah ini selama di London. Kemungkinan selain merindukan Rafael, Max juga merindukanmu."

"Setidaknya suamimu lebih mengerti situasi kondisi dibanding dirimu sendiri, Selena." Max menanggapi dengan nada santai. Sedang Daisy hanya mampu berdiam diri. Belum mampu membaca keadaan karena tidak menyangka bahwa Selena dengan begitu cepat tahu maksud tersembunyi dari perkataan Max sebelumnya.

"Aku memerlukan kamar mandimu." Selena bersuara setelah terdiam beberapa menit. Dia berdiri dan Daisy berniat untuk mengantarkan Selena ke kamar mandi. Namun langkah Daisy segera terhenti ketika tangan Max menghentikannya.

"Biar aku saja yang mengantarkannya." Max berkata yang mau tidak mau membuat Daisy mengangguk. Kembali duduk dan membiarkan Max mengantarkan Selena.

Setelah kepergian Max dan Selena, tidak ada yang terjadi pada Rylan dan Daisy. Hingga beberapa menit kemudian, Rylan bersuara.

"Istriku terlihat begitu bahagia setelah mendengar kabar pernikahan kalian." Begitulah adanya kalimat Rylan. Suara pria itu terdengar tenang, sedangkan Daisy hanya bisa menanggapinya dengan tersenyum lebar.

"Sepertinya kau sangat mencintai istrimu." Daisy berkomentar dan yakin benar akan kalimat yang baru saja ia ucapkan. Dia melihat bagaimana tatapan Rylan begitu lembut terhadap Selena juga tekanan suara ketika menyebut kata istri. Jenis tekanan yang seolah bangga telah memiliki Selena sebagai istrinya.

Sesuai perkiraan, Daisy melihat Rylan tersenyum tipis. Jenis pria yang dinilai Daisy begitu enggan membahas hal yang bersifat sentimental seperti saat ini. "Ya, tapi tidak dengannya."

Sebuah respon yang tentunya di luar dugaan. Membuat Daisy sedikit menjengit. Tidak percaya akan apa yang didengarnya saat ini. Lagi pula, dengan mata kepala sendiri Daisy bisa menilai bahwa Selena juga mencintai Rylan. Keduanya terlihat sebagai sepasang suami istri yang saling mencintai satu sama lain.

Daisy ingin bertanya lebih lanjut, tapi diurungkannya ketika melihat Max dan Selena telah kembali. Melihat keduanya berjalan beriringan, membuat Daisy diam-diam merasa sedikit iri. Daisy berpikir tentang betapa beruntungnya kehidupan Selena. Memiliki kakak seperti Max yang terlihat begitu menyayangi Selena. Juga suami yang mencintai wanita itu sepenuh hati.

Tapi perasaan iri itu segera ditepis Daisy. Dia yakin setiap orang mendapatkan porsi kebahagiaan masing-masing. Lagi pula Daisy tidak tahu perihal kemungkinan yang ia lihat dari kehidupan Selena. Mungkin di balik kebahagiaan yang ia lihat, justru ada kesedihan atau kesepian yang dihadapi tanpa sepengetahuan banyak orang.

"Aku akan meminta Calvin menjemput Rafe di rumah Paman." Max memberitahu sembari memposisikan dirinya untuk duduk.

"Jangan! Biar aku dan Rylan ke sana untuk menjemput Rafael." Selena buru-buru menanggapi.

"Lalu membiarkanmu tidak menginap di sini?" Max bertanya dengan nada skeptis. Kemudian terdengar Selena mendengus.

"Kami berjanji akan kembali dan menginap di sini." Rylan menegaskan dan Max pun mengangguk menyetujui.

"Aku tunggu."

"Kalau begitu, Daisy ..." Selena memanggil Daisy. Raut wajahnya berubah menjadi lebih ramah. Dia mendekat ke arah Daisy yang telah berdiri. Selena menggenggam lembut tangan Daisy. "Sebelum aku pulang nanti, pastikan kita akrab sebagai saudara."

"Pasti, Selena." Daisy memberi tanggapan dengan senyum lebar. Setelahnya Selena tanpa segan memeluk Daisy sembari pamit untuk pergi ke rumah Regan dan Gilda terlebih dahulu.

Setelah kepergian Rylan dan Selena, Max dan Daisy bergantian membersihkan diri. Max menyilakan Daisy untuk mandi terlebih dahulu. Kemudian setelahnya Daisy memilih membaca buku seputar kehamilan yang entah mengapa sudah tersedia di meja samping pembaringan. Dia menyelami isi buku itu dan sedikit banyak menjadi tahu tentang hal-hal yang dihindari selama masa kehamilan.

"Aku suka melihatmu ketika membaca buku." Tiba-tiba sebuah suara mengejutkan Daisy dari kegiatannya membaca. Dia mendongak dan mendapati Max berdiri memunggunginya. Nampak mengambil sesuatu dari dalam lemari.

"Kenapa?"

"Kenapa apa?"

"Kenapa suka?"

Max tidak segera menjawab. Pria itu berbalik menghadap Daisy. Senyum jailnya tampak terbit. Sedang Daisy yang melihatnya berubah menjadi lebih waspada. Bersiap untuk mendengar kalimat yang mungkin dinilai sangat menyebalkan nantinya.

"Karena kau terlihat seperti orang yang lebih rajin dan pintar." Daisy mendengus. Memutar bola mata sebagai tanda kesal karena Max terus-terusan mengejeknya. Melihat ekspresi kesal Daisy justru menimbulkan tawa dari Max. Pria itu tertawa lepas, sedang Daisy semakin menampakkan ekspresi cemberutnya.

"Lanjutkan saja tertawamu!" Kata Daisy sembari meletakkan buku di meja samping pembaringan. Kemudian wanita itu memutuskan untuk berbaring. Membelakangi Max yang masih saja tertawa.

"Hei! Marah ya?" Max bertanya sembari mengambil posisi duduk di samping tubuh Daisy. Pria itu membelai lembut lengan sang istri lalu menjatuhkan sebuah ciuman di tempat yang sama.

"Sudah tahu kenapa masih saja bertanya?" Daisy berbicara masih dengan nada kesal. Membuat Max yang mendengarnya justru menahan tawa mati-matian. Entah mengapa, menggoda istrinya justru jauh lebih menyenangkan dibanding sibuk dengan hobinya selama ini.

"Kenapa harus marah?"

Daisy berbalik lalu menengok ke arah Max. Menampakkan ekspresi tidak percaya akan apa yang dikatakan suaminya itu. "Kau jelas menyinggung kecerdasanku. Sedang yang aku tahu, kecerdasan seorang ibu jauh lebih banyak memengaruhi kecerdasan anaknya. Dengan begitu seolah-olah kau meremehkanku. Menyentil harga diri yang memang aku akui tidak terlalu pandai jika dibandingkan dengan dirimu."

"Cara berpikirmu terlalu jauh. Aku tidak bermaksud seperti itu."

"Tidak. Kau memang bermaksud seperti itu."

"Bukan begitu, Sayang."

"Apa?"

"Apa?"

"Yang baru saja kau katakan."

"Maksudku bukan begitu." Max mengulang perkataannya.

"Bukan itu."

"Yang mana?"

"Sebutanmu terhadapku." Daisy menjelaskan.

"Oh, itu." Max tahu yang dimaksud sang istri tapi dia memilih untuk kembali menggoda wanita itu.

"Apanya oh? Kau memang menyebalkan!" Daisy menggerutu tidak jelas. Memalingkan wajah dari sang suami dan kembali berbalik memunggungi.

"Sayang!" Max memanggil Daisy dengan nada lembut. Walau merasa geli mendengar suaranya sendiri, Max tetap berusaha menunjukkan sisi terbaiknya untuk Daisy.

Sedang Daisy yang mendengarnya tersenyum tipis tapi tetap tidak mengubah posisi tubuhnya. Selang beberapa detik dirasakan Max bergerak untuk kemudian menjatuhkan ciuman bertubi-tubi ke pipinya.

"Sayang ... Sayang ... Sayang ..." ucap Max seiring gerakannya mencium sang istri sampai Daisy tertawa dibuatnya.

"Berhenti, Max!" Daisy berseru ketika tangan Max menggelitiki perutnya. Merasa geli karena tampaknya pria itu tidak ingin berhenti menjaili Daisy.

"Tidak. Aku suka mendengar kau tertawa." Max menolak dan terus menggelitiki Daisy.

"Aku tidak kuat" Daisy kembali berseru. Tangannya berusaha menghentikan tangan Max. Tapi tidak berhasil karena kekuatan Daisy seolah surut karena tawanya yang tidak bisa berhenti dan Max seolah tahu titik sensitif yang membuat Daisy merasa geli setengah mati.

"Max!" Daisy berteriak lalu segera terhenti ketika bibirnya tiba-tiba mendapatkan sebuah ciuman. Max menciumnya pelan dan penuh perasaan. Tangan yang sedari tadi tidak berhenti menggelitik kini berubah menjadi belaian lembut di sepanjang tubuh Daisy. Tapi itu tidak berlangsung lama karena Max segera berhenti dan secara ajaib telah berbaring di samping sang istri.

"Kenapa berhenti?" Daisy bertanya dengan nada heran. Sedang ia tahu bahwa suaminya mati-matian menahan nafsu untuk tidak terlalu kalap.

Max tidak segera menjawab. Pria itu justru menoleh ke arah Daisy. Menatap sang istri dengan pandangan paling lembut yang Daisy baru tahu kali ini ada dalam diri suaminya. Tangan Max bergerak guna merapikan rambut sang istri yang berantakan.

"Tidurlah! Aku tidak ingin kau terlalu lelah" ucap Max dengan nada hati-hati.

"Aku akan menemanimu menunggu Selena."

"Jangan! Tidur terlalu malam tidak baik bagi kesehatanmu. Lagi pula mereka masih memiliki beberapa urusan."

"Bagaimana dengan kesehatanmu sendiri?" Daisy bertanya balik. Tidak terima dengan penolakan Max.

"Kau sedang hamil, Sayang." Max berusaha untuk merayu Daisy agar lebih awal tidur.

"Tapi aku belum mengantuk." Daisy bersikeras.

"Aku harus bagaimana agar kau bisa mengantuk lalu tidur?" Max bertanya.

"Tidak tahu." Daisy menjawab sebal. Tidak membutuhkan waktu lama, Max lebih memilih mendekat ke arah Daisy. Meletakkan kepala sang istri di bahu lalu tangannya membelai lembut lengan wanita itu. Sesekali mendaratkan ciuman di kening.

"Tidurlah! Aku di sini."

"Ya, begini lebih baik. Jangan pergi dulu sebelum aku tidur." Kata Daisy sembari mencoba memulai dengan memejamkan mata. Setidaknya aroma tubuh Max sedikit banyak membuat Daisy merasa lebih rileks.

"Ya. Aku tidak akan kemana-mana." Janji Max yang ikut memejamkan mata. Merasakan Daisy di pelukannya membuat Max merasa tenang. Diam-diam bersyukur karena istrinya masih bisa diselamatkan. Dia tidak berani berpikir lebih jauh jika terjadi sesuatu yang buruk pada Daisy.

"Kenapa masih ragu terhadap hubungan adikmu dengan Rylan?" Daisy tiba-tiba bertanya. Rupanya wanita itu masih belum benar-benar mengantuk.

"Hubungan keduanya dimulai dengan rasa benci satu sama lain. Permusuhan di antara dua keluarga."

"Tapi sekarang aku lihat mereka saling mencintai satu sama lain." Daisy memberi tanggapan sembari memainkan kancing kemeja sang suami.

"Apa yang kau lihat tidak menjamin bahwa mereka benar-benar dalam keadaan bahagia. Setiap orang memiliki kemampuan untuk menyembunyikan apa pun yang mereka rasa."

"Kau menganggap bahwa Rylan masih belum mencintai Selena seutuhnya. Begitu?"

"Justru sebaliknya."

"Maksudmu?"

"Aku melihat bahwa adikku sendiri masih belum mencintai Rylan seutuhnya."

Sebuah pernyataan yang sama dengan Rylan tuturkan pada Daisy. Dia tahu bahwa Rylan tidak terlalu tampan. Tapi tetap pria itu memiliki pesona sendiri. Lagi pula, fisik bukan menjadi syarat mutlak dalam hal mencinta. Daisy juga yakin bahwa Selena bukan tipe wanita yang melihat fisik menjadi dasar saling mencinta satu sama lain.

"Mengapa kau malah menganggapnya seperti itu?" Daisy bertanya pelan. Lebih berhati-hati ketika bertanya perihal keluarga sang suami karena tahu benar bahwa Max bisa menjadi lebih sensitif jika berhubungan dengan keluarga.

"Sebagai pengganti Dad, tentunya aku harus memastikan bahwa setiap anggota keluarga Addison dalam keadaan baik-baik saja. Termasuk melakukan pengawasan terhadap kehidupan Selena. Tentunya tanpa sepengetahuan siapa pun."

"Lalu?"

"Sebelum pernikahan Rylan dan Selena, aku mendapat laporan bahwa adikku seringkali bertemu dengan seorang pria. Pertemuan yang terjadi tanpa sepengetahuan Rylan itu aku pastikan masih saja terjadi hingga sampai saat ini."

Daisy tentunya terkejut ketika mendengar kenyataan tersebut hingga tanpa sadar ia menahan nafas. "Benarkah?"

"Ya. Maka dari itu aku bertanya langsung pada Selena ketika aku mengantarkannya ke kamar mandi."

"Jawaban dia?"

Max menghembuskan nafas kasar sebagai tanda bahwa pria itu enggan menjelaskan lebih detail. "Tidak perlu menjawab" ucap Daisy penuh pengertian. "Aku hanya ingin memberitahumu bahwa tidak bijak juga terlalu ikut campur pada rumah tangga orang lain. Termasuk rumah tangga adikmu."

"Aku paham. Tapi sudah tugasku sebagai anak pertama untuk memastikan kebahagiaan adik-adikku."

"Max ..." Daisy memanggil lembut. Dia mendongak untuk kemudian mengusap lembut pipi lalu rahang suaminya. "Aku mengerti niat baikmu. Tapi kau manusia yang tentunya masih memiliki banyak kekurangan. Kau tidak sanggup memastikan kebahagiaan setiap orang."

Max terdiam. Mata hazelnya menatap intens mata biru sang istri. Dia suka warna biru, warna yang mengingatkannya akan warna mata sang ibu. Lantas Max tersenyum. Tangannya bergantian mengusap bibir Daisy.

"Aku memang tidak bisa memastikan kebahagiaan setiap orang. Tapi aku harus mampu memberimu rasa bahagia yang tidak akan pernah kau dapatkan selama ini. Tertia ..."

"Ya?"

"Katakan saja terus terang."

"Tentang?"

"Bahwa kau kurang atau tidak bahagia hidup sebagai istri dari seorang Maxwell Maynard Addison."

Daisy tersenyum tipis. Dia mendaratkan kecupan ringan pada bibir sang suami. "Percayalah, bahwa aku bahagia. Kau sendiri, apakah bahagia?"

"Aku bahagia jika kau bahagia."

"Itu bukan jawaban."

"Lalu bagaimana bentuk yang katamu sebagai jawaban itu?"

"Ya ... kau bahagia tanpa melihat aku bahagia atau tidak. Karena kebahagiaan itu tidak harus melihat orang lain bahagia, bisa juga karena diri sendiri yang menciptakan."

Max tersenyum tipis lalu memeluk hangat sang istri. "Aku bersyukur memilikimu karena itu aku bahagia. Bahagiaku juga atas dasar kebahagiaanmu."

Jawaban di luar dugaan hingga mencipta rona merah pada kedua pipi Daisy. "Dasar perayu!"

"Hanya padamu."

---00---

Part ending sengaja aku jadiin dua bagian yaa, apalah daya ... nulisnya untuk sementara sampai di sini. Otak udah buntu dan akhir-akhir ini susah nyari inspirasi 😟😩

Omong-omong, aku berterima kasih banyak untuk pembaca yg selalu ada, ngasih support juga doa baik buat aku dan keluarga. Thank you so much!

Dapet cium pertemanan dan peluk hangat dari aku 😚😚

Oh iya sekalian mau ngasih tahu kalian ebook Another Angel udah ada nih. Silakan cek yaa...

https://play.google.com/store/books/details?id=AHmhDwAAQBAJ

Teruss... bagi pecinta kisah Jenna, Bia, dan Nick aka Remembrance udah masuk tanggal pre order lhoo. Ini dia 😊

MOHON DIBACA SAMPAI SELESAI AGAR TIDAK BERTANYA.

INFO MENGENAI PRE ORDER:

1. Pre Order dimulai tanggal 25 Juli - 10 Agustus 2019

2. Pre-Order hanya bisa dilakukan melalui akun WA/LINE/SHOPPEE yang sudah tercantum.

3. Untuk Bonus hanya untuk yang mengikuti masa pre ordernya. Untuk pemesanan melalui WA dan Line ada 1 bonus tambahan.

4. Pembayaran paling lambat  12 Agustus 2019.

5.  Bisa order melalui shopee: dennaasmara (khusus yang ingin po dengan pembayaran alfamart atau indomaret) Free ongkir. BISA COD(BAYAR DITEMPAT) SHOPEE: dennaasmara
*untuk free ongkir max 20.000. Jangan lupa masukan vocher free ongkir.

6. Novel akan ready pada tanggal 23 Agustus 2019 bisa lebih cepat, bisa lebih sedikit lambat.

7. ‎Pembayaran transfer ke rekening BNI A. N Eka Apritasari. (Bisa transfer melalui bank apa saja)

8. Jika tidak memiliki Rekening silakan datang ke Bank BNI dan melakukan transfer tunai. Bisa juga datang ke kantor pos terdekat dengan melakukan transfer tunai.

9. PO NO CANCEL!

10. Perlu diingat. Ini sistem PRE ORDER pesan dulu setalah close baru dicetak. Min 2-4 Minggu baru ready. Jadi jangan khawatir novel tidak sampai dirumah kalian.

Bagi yang sudah fix ingin memesan silakan kirim format seperti ini
Format pemesanan.

FORMAT PEMESANAN:
Nama Lengkap:
Alamat lengkap: (WAJIB DISERTAKAN JALAN, RT/RW, NO RUMAH(*JIKA ADA), DESA/KELURAHAN, KECAMATAN, KABUPATEN/KOTA, KODE POS)
NO TELEPON YANG AKTIF:
JUDUL BUKU YANG DIPESAN:

*MOHON ISI FORMAT PEMESANAN DENGAN BENAR SUPAYA BUKU SAMPAI DI ALAMAT YANG BENAR.

Kirim format ke:

Admin: 0859-5656-1953
Line: @167rcutm (pakai @)

Kirim format ke salah satu kontak yang tertera! Untuk pemesanan Via SHOPPEE, dimohon untuk tidak mengisi ulang data pemesanan melalui kontak WA/LINE ADMIN.

Thank You

Jika sudah transfer mohon kirim bukti pembayarannya.

TOLONG SAAT MEMESAN LANGSUNG KIRIM FORMAT YA! CHAT SETELAH FIX MEMESAN.

Yang punya akun Shopee. Ada voucher gratis ongkir lhoo 😍
Caranya???

Tanya lebih detail ttg voucher gratis ongkir langsung ke akun dennaasmara yaa 😉😉

Ntar temukan perbedaan versi cetak sama Wattpad yaa 😁😁

Ebook Remembrance insyaAllah juga bakalan ada. Nantikan dg penuh kesabarann yaa hhehe

Love you, All!
Zenitha Sinta

Continue Reading

You'll Also Like

909K 69.5K 35
WARNING : MATURE CONTENT 21+ In collaboration with Andien Wintari. ***** "Kalau ada yang nanya sama gue tentang apa yang membuat hidup ini berarti. G...
100K 6K 45
Jatuh cinta kepada seorang bintang, kenapa tidak? Kyra Shelton bahkan sudah siap terbang ke New Orleans demi melihat langsung kekasih pujaannya, Rom...
173K 31.3K 63
Just like some cliche love story, between a billionaire and modern Cinderella. But hey, who doesn't love a fairy tale love story?
239K 35.4K 33
Ken Ishmael Kendrick (30) menjalani rehat dari dunia kedokteran setelah uji klinisnya gagal total. Terbang 13 jam untuk menghindari rumah sakit hingg...