Terukir Indah Namamu

By raschaqouren

1.7M 108K 6.2K

Tiga hari menjelang pernikahannya Joana dan keluarganya dibuat geger ketika mengetahui adik perempuannya seda... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bagian 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 22
Bab 23
Bab 24
pengumuman
info
info kedua

Bab 25

58.8K 4K 382
By raschaqouren

"Dari mana saja kamu tadi malam?"

Saat ini mama sedang menanyaiku. Semalaman aku tidak bisa tidur karena memikirkan pembicaraanku dengan Argenta tadi malam. Kini, paginya aku harus kembali menghadapi interogasi mama di meja makan.

"Dari rumah teman, ma." jawabku lesu. Paling tidak jawabanku bukan sepenuhnya bohong.

Mendengar jawabanku tidak membuat mama puas. Seperti biasa mama tetap menanyaiku dengan nada tidak suka. "Sepenting apa sih temanmu itu sampai kamu meninggalkan acara semalam? Mana lagi perginya gak bilang-bilang bikin semua orang kerepotan saja untuk mencarimu." Cerocos mama kesal. "Biar kamu tahu Argenta harus meninggalkan acara pestanya sendiri untuk ikut mencarimu. Malah dia yang repot-repot mau menunggumu pulang yang tak tahu kapan pulangnya. Jawab mama jam berapa kamu pulang tadi malam?!"

Dan seperti yang diketahui komunikasiku dengan mama tak pernah bisa berjalan dengan damai. Hanya saja pagi ini aku sedang tidak bersemangat untuk meladeni mama. Aku takut bila aku menuruti keinginan hatiku, maka bisa dipastikan terjadi pertikaian di meja makan ini. "Tengah malam, ma," jawabku pelan, namun mataku meminta bantuan ke papa untuk menolongku kali ini.

Untungnya papa cepat tanggap dengan kode mataku. Belum sempat mama melanjutkan kata-katanya, papa sudah lebih dahulu mengambil alih pembicaraan. "Ya sudahlah ma yang penting kan putri kita tidak kenapa-napa. Biarkan saja dia melakukan apapun yang dianggapnya baik. Ana sudah dewasa. Dia sudah lebih tahu dalam mengambil tindakan. " ucap papa menenangkan kekesalan mama. Mau tak mau mama dengan berat hati menghentikan interogasinya kepadaku.  "Kamu juga An, kalau mau pergi seharusnya bilang dulu sama kami biar kami tidak khawatir." Tatapan mata papa mengarah kepadaku, tapi tak ada kemarahan di sana. Yang ada hanyalah senyum kebijaksanaan sebagai orang tua.

Mendengar ucapan papa aku langsung menganggukkan kepalaku. Aku malas mengatakan bahwa aku telah mengirimkan pesan kepada mas Indra yang memberitahukan kalau aku menemui temanku. Toh sudah kejadian untuk apalagi dijelaskan.

"Teringatnya An, jam berapa semalam Argenta pulang? Kami jadi tidak enak karena dia yang nungguin kamu semalam. "Pertanyaan papa menghentikan kegiatan mama yang sedang memminum teh hijau kesukaannya.

"Iya, jam berapa Argenta semalam pulang? Soalnya mama tidak merasa Argenta pamit pulang." Tanya mama dengan tatapan menyelidik. Dan itu berhasil membuatku canggung.

"Argenta tidak ingin mengganggu istirahat mama dan papa semalam. Dia hanya menitipkan salamnya saja kepada papa dan mama." Karangku asal. Soalnya aku tidak ingin keluargaku mengetahui apa yang terjadi semalam antara aku dengan Argenta.

Seperti biasa mama tersenyum puas mendengar kelakuan menantu kesayangannya itu versi karangan bebasku. Bagi mereka, khususnya mama, Argenta adalah sosok yang sempurna di mata mereka. Seandainya mereka tahu aku menyakiti hati Argenta tadi malam, maka bisa dipastikan akan apa yang kuterima nantinya.

***

Siangnya seperti janjiku semalam, aku mentraktir Frans untuk makan siang. Ucapan terima kasihku atas bantuannya kepadaku semalam.

"Berapa banyak yang bisa kumakan?" Dengan antusias Frans menatap buku menu yang ada di tangannya. Kali ini aku memilih mengajak Frans di restoran yang berada di hotel bintang lima.

"Sesukamu. Hanya saja usahakan harganya yang paling murah." Jawab ku sok serius mengerjai Frans.

Mendengar jawabanku Frans mengangkat kepalanya menatapku. Ada kekesalan di wajahnya. "Kamu tidak serius untuk meneraktirku." Ucapnya bersungut-sungut. Membuatku tak dapat menahan tawaku.

"Kalau begitu pilih makanan yang murah, tapi minumannya boleh yang mahal. Bagaimana?" Tawarku mencoba bernegoisasi dengan Frans sambil mengangkat alisku.

Frans meletakkan buku menunya di hadapanku. "Kamu saja yang pilih." Kali ini Frans bersikap seperti merajuk kepadaku. Bukannya ilfil melihat sikapnya yang terlihat kekanak-kanakan, yang ada aku sempat terdiam karena merasa terpesona. Tiba-tiba saja aku merasa Frans menganggapku sebagai poros kehidupannya. Wanita yang betul-betul di inginkannya.

Ck, aku segera sadar dari halusinasiku. Benar-benar penakluk wanita! Hampir saja aku masuk dalam pesonanya untuk kesekian kalinya.

Aku segera terbatuk untuk menetralkan degupan jantungku yang berdetak lebih kencang dari biasanya. "Ya sudah pesan lah semaumu." ucapku akhirnya. Tak ayal membuat Frans tertawa senang, lalu kembali menarik buku menu dari hadapanku.

Tak lama kemudian Frans sudah memesan semua makanan dan minuman yang diinginkannya. Bahkan untuk diriku pun Frans yang memilihkannya. Aku sama sekali tidak keberatan dengan pilihannya.

"Bagaimana semalam setelah kepulanganku?" Begitu pelayan yang mencatat pesanan kami pergi meninggalkan meja kami, Frans langsung menginterogasiku.

Aku mengangkat bahuku acuh, sambil dengan tangan besedekap. "Kacau." Ucapku asal.

Frans mengernyitkan keningnya mendengar jawabanku. "Maksudmu?" Tuntut Frans.

Sesaat aku menghembuskan nafasku pelan, "Aku mencoba memperbaiki hubungan kami menjadi lebih baik lagi."

Frans menatapku penasaran. "Kalian kembali lagi?" Tanyanya tak sabar.

Aku mengelengkan kepalaku, "Aku memutuskannya. Tindakan yang seharusnya kulakukan dulu sebelum pergi meninggalkannya. Hubungan kami selesai. Aku memintanya untuk menganggapku sebagai kakak iparnya." Jelasku singkat, padat, dan jelas.

Mendengar penjelasanku yang kuucapkan dengan cepat membuat Frans terbelalak. "Dia menerima keputusanmu?" Tanyanya penasaran.

"Dia menolaknya. Dia marah sekali kepadaku. Katanya aku selalu mempermainkannya."

Bukannya prihatin, Frans malah tertawa setelah mendengar ucapanku. Tak pelak membuatku memandangnya dengan tatapan aneh.

"Aku salut pria tidak memakimu dengan keras. Kamu telah menyakiti hatinya." Ujar Frans di sela-sela tawanya. Aku heran entah apa  ucapanku yang lucu yang dapat ditangkap Frans.

"Dia mengatakan persis yang seperti kamu katakan. Katanya aku selalu melukainya." Jawabku tak semangat. Otakku kembali mengingatkan tentang tatapan terluka yang ditunjukkan Argenta kepadaku tadi malam. Sungguh, sikapnya tadi malam membuatku dihantui oleh perasaan bersalah. Tapi, mau bagaimana lagi? Lebih baik semua harus diakhiri.

"Jadi, tidak ada harapan lagi untuk kembali kepadanya?" Aku kembali disadarkan saat Frans mengajukan pertanyaannya.

Aku mengangukkan kepalaku cepat. "Kami sudah berakhir." Jawabku tegas.

"Kalau begitu kamu mau membuka hatimu untuk yang lain?"

Aku sedikit bingung dengan pertanyaan yang diajukan Frans, namun tetap saja aku menjawabnya.

"Tentu saja."

"Siapa pun itu kamu akan memberikan dia kesempatan untuk membuka hatimu."

"Ya, siapa pun itu." Jawabku pasti.

"Kalau begitu berikan aku kesempatan untuk membuka hatimu."

Seandainya Frans mengatakan dengan nada bercanda perkatannya barusan, tentu saja aku tidak akan mengambil hati. Namun, kali ini aku melihat Frans mengatakannya dengan serius. Bahkan tatapannya mengunci tatapanku, hingga membuatku tak bisa memalingkan wajah darinya.

Ditatap sedemikian rupa membuat jantungku berdetak dengan kencang. Ini bukan detakan gugup yang kerap kali terjadi bila Frans menggodaku. Kali ini aku merasakan debaran jantungku aneh. Persis seperti yang kurasakan saat bersama Argenta dulu.

Dan tentu saja hal ini membuatku gelisah. Sangat gelisah.

"Frans jangan bercanda, ah..." aku mencoba untuk mengalihkan pembicaraan untuk menutupi kegelisahanku.

Dan belum sempat Frans menjawabku, aku bersyukur saat pelayan mengantarkan pesanan kami ke meja.

Huft...kali ini aku dapat bernafas lega karena selamat dari situasi yang tidak mengenakkan ini.

***

Kini, nyaris sebulan sudah Argenta tidak pernah menunjukkan wajahnya di depanku lagi sejak insiden kemarahannya malam itu.

Ada rasa sesal di hatiku melihat hubungan kami yang semakin memburuk. Hanya saja sebagian lagi hatiku mengatakan bahwa inilah yang terbaik bagi kami berdua. Aku hanya bisa berharap semoga waktu dapat memperbaiki hubungan kami berdua menjadi lebih baik lagi. Mungkin seiring berjalannya waktu kami berdua dapat menjalani peran kami sebagai kakak dan adik ipar sesuai harapanku.

Sedangkan dengan Josan, semakin ke sini hubungan kami semakin baik. Aku bersyukur paling tidak semenjak hubunganku dengan Argenta memburuk, pria tersebut sama sekali tidak membatasi putranya bertemu dengan diriku. Hingga saat ini tidak ada satupun yang tahu permasalahan kami berdua.

Saat aku sedang bersiap-siap untuk meninggalkan ruang kerjaku untuk pulang ke rumah tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku melihat nama Frans tertera di layar ponselku. Segera aku langsung mengangkatnya.

"An, cepat siap-siap aku akan menjemputmu di kantor. Kita akan ke apartemen Laura."

Melihat nada kepanikan dalam suara Frans, firasatku mengatakan ada yang tidak beres. "Frans ada apa ini? Kenapa dengan Laura?" Tanyaku ikut cemas. Setelah insiden pembicaraan yang tidak mengenakkan di restoran sebulan yang lalu, hubunganku dengan Frans kembali normal. Aku mencoba untuk pura-pura tidak menanggapi pernyataannya saat itu. Dan syukurnya, Frans sama sekali tidak pernah membahasnya lagi. Aku menduga memang benar saat itu Frans hanya menggodaku saja.

"Laura mencoba bunuh diri. Barusan Arman menemukan Laura berusaha untuk memotong nadinya di kamar mandinya. Arman meminta kita untuk datang membantunya." Lanjutnya lagi.

Aku spontan menutup mulutku mendengar penjelasan Frans. Ya Tuhan, apa lagi ini? Sekujur tubuhku ikut merinding membayangkan betapa ngerinya perbuatan yang dilakukan oleh Laura.

"An, kamu masih mendengarku kan?"

Aku langsung sadar begitu Frans memanggil namaku. "Iya, iya aku akan menunggumu di sini." Ucapku cepat tanpa bertanya lagi.

"Baiklah. Tunggu aku di sana. Aku tidak akan lama lagi sudah sampai." Ucap Frans sebelum mematikan ponselnya.

Tak sampai dua puluh menit kemudian mobil Frans tiba menjemputku. "Bagaimana kejadiannya, Frans? Kenapa Laura bisa melakukan seperti itu?" Begitu masuk ke dalam mobil aku langsung memberondong Frans dengan pertanyaan yang sedari tadi sudah menumpuk di kepalaku.

Frans memijit kepalanya dengan pelan. "Kamu sudah lihat berita terbaru hari ini?" Bukannya menjawab pertanyaanku, Frans malah balik bertanya kepadaku sambil menjalankan mobilnya ke arah apartemen Laura.

Mendengar pertanyaan Frans tentu saja membuatku bingung. "Kenapa rupanya dengan berita hari ini?" Jujur saja, seharian ini aku belum ada menonton atau membaca berita.

"Hari ini mantan kekasih Laura menikah. Dan itu yang membuat Laura terguncang." Beritahu Frans pelan tanpa mengalihkan pandangannya ke jalan.

Aku terkejut dengan perkataan Frans. Untuk memastikannya dengan lebih jelas aku segera mencari berita di ponselku. Dan ternyata benar! Hampir semua kolom berita dan gosip memuat tentang pernikahan Devano dengan kekasihnya. Tak hanya itu, di situ juga tertulis betapa serasinya pasangan kekasih tersebut. Antusias masyarakat juga begitu tinggi saat melihat kisah cinta pasangan tersebut persis seperti kisah cinderela. Si pria kaya dengan si gadis miskin. Beberapa forum gosip juga ikut memanas-manasi dengan menampilkan kehidupan Devano dengan Laura dulu. Kalau wanita yang menjadi pasangan Devano sekarang di puji habis habisan, berbanding terbalik dengan Laura yang diberitakan seolah-olah sebagai sosok wanita matre yang berkelakuan seperti parasit. Lengkap sudah dramanya!

Usai membaca semua berita, aku kembali menatap Frans, "Bagaimana keadaan Laura sekarang?" tanyaku sedih. Aku dapat merasakan bagaimana hancurnya perasaan Laura saat ini. Pria yang diharapkannya akan menikahinya ternyata mencampakkannya dengan telak. Aku pernah mengalaminya.

Frans menarik nafas keras, "Arman sudah menanganinya. Laura bersikeras tidak mau dibawa ke rumah sakit." Jelas Frans. Setelah itu kami kembali diam sibuk dengan pikiran masing-masing.

Aku dan Frans langsung bergegas naik ke atas begitu tiba di gedung apartemen Laura. Sesampainya di depan unit apartemen Laura, Arman membukakan pintu bagi kami dengan wajah kusut. Sepertinya Arman ikut terpukul dengan kejadian yang dialami Laura.

"Mana Laura?" Tanyaku langsung. Tanpa mengatakan apapun Arman langsung mengajak kami menuju kamar Laura. Tidak ada pembicaraan di antara kami bertiga. Seolah-olah kami semua dapat memahami penderitaannya.

Begitu pintu terbuka aku dapat melihat posisi Laura yang tidur menyamping di tempat tidur. Suara tangisannya masih terdengar, walaupun hanya tinggal isakan. Dengan pelan aku lebih dulu melangkah mendekatinya. Begitu jarak kami semakin dekat aku terkesiap melihat betapa mengenaskannya penampilan Laura. Tanpa sadar aku spontan menutup mulutku dengan tanganku. Untuk kedua kalinya aku melihat kondisi Laura yang sangat memprihatinkan. Bahkan perban di pergelangan tangannya masih basah oleh darahnya yang belum berhenti total.

"Laura..." panggilku lirih. Dengan segera segala kemarahanku kepadanya akibat perbuatannya di masa lalu luruh sudah.

Tak ingin dia memberontak, aku menghampirinya dengan hati-hati. Dengan sangat pelan aku mencoba untuk duduk di tempat tidurnya. Sedangkan Arman dan Frans memilih mengamati kami dengan berdiri tak jauh dari tempat tidur.

"Ayo ke rumah sakit," bujukku lembut, "lukamu harus di obati." Berharap kali ini Laura mau mendengarkanku.

"Aku sudah mendapat karmaku." Tiba-tiba Laura membuka suaranya dengan sangat pelan. Keheningan kamar ini membuatku dapat mendengarnya dengan jelas

Aku memilih diam untuk mendengarkan isi hati Laura.

"Aku telah menyakiti banyak orang. Menghancurkan hubungan orang. Bahkan secara tak langsung aku telah membunuh seorang wanita yang tak bersalah."

Aku langsung paham bahwa wanita yang dimaksudnya tersebut adalah Sandra.

"Akhirnya dia benar-benar meninggalkanku." Ucapnya lelah.

Mengikuti suara hatiku aku mengelus punggung Laura dengan lembut mencoba menenangkannya. Untungnya dia sama sekali tidak menepis tanganku.

"Dia mencampakkan ku."

Mendengar ucapan Laura membuatku ikut marah terhadap kelakuan Devano. Laura tidak pantas menerima ini semua. Terlepas dari ikut sertanya Laura dalam menjebak Argenta di masa lalu.

"Dia akan menyesalinya." Ujarku tegas. Ini sama sekali bukan penghiburan, namun aku berharap Devano akan menyesali keputusannya meninggalkan Laura nantinya.

Laura menggelengkan kepalanya pelan, "Dia tidak pernah mencintaiku selama ini." Lirihnya pelan sambil terus menangis sesenggukan.

"Dia tidak pantas menerima cintamu." Pernyataanku membuat Laura membalikkan badannya untuk melihatku. Ada tanya dalam matanya kepadaku. "Cintamu berharga. Dirimu berharga. Bahkan kamu jauh lebih berharga dari pria sialan itu. Biarkan dia mengecap kebahagiaan yang semu dengan pilihannya saat ini. Agar nanti setelah dia menyadarinya yang ada hanya tinggal penyesalan. Dan kupastikan itu akan menyiksanya"

"...Lupakan dia." Tambahku lagi.

Laura menatapku dengan sedih. "Aku tidak bisa."

Aku mengulurkan tanganku mengenggam tangan Laura yang terasa rapuh di genggamanku dengan lembut, "Kamu harus bisa. Dia tidak berharga untuk kamu perjuangkan." Mengingat bagaimana kejamnya perlakuan Devano kepada wanita rapuh yang kini berbaring dengan putus asa di sebelahku.

Laura terdiam mendengar kata-kataku. Suasana kembali hening melingkupi ruangan ini. Bahkan isak tangis Laura tidak terdengar lagi.

"Apa yang akan kudapat setelah melepaskannya." Ucapnya memelas. Nyaris terdengar putus asa di telingaku.

"Aku akan memaafkanmu untu kesalahan yang telah kamu perbuat terhadap kehidupanku di masa lalu. Aku berjanji kepadamu." Ucapku sepenuh hati.










Continue Reading

You'll Also Like

901K 71.3K 51
Rifki yang masuk pesantren, gara-gara kepergok lagi nonton film humu sama emak dia. Akhirnya Rifki pasrah di masukin ke pesantren, tapi kok malah?.. ...
9.5K 1.2K 28
Tidak ada yang salah dari mengejar sebuah mimpi dan keinginan bukan?
1M 46.8K 40
Kalluna Ciara Hermawan memutuskan untuk pulang ke kampung Ibu nya dan meninggalkan hiruk pikuk gemerlap kota metropolitan yang sudah berteman dengan...
1.7M 68.3K 43
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...