Fall in Love with Sweet Devil

By coldautumn

334K 50.4K 10.9K

Jinae tidak pernah menyangka jika ia harus bertemu kembali dengan Yoongi, tetangga sekaligus teman masa kecil... More

[TRAILER]
Prolog
01. Awal yang Buruk
02. Kesialan yang Berakhir Baik
03. Tidak Seburuk Kelihatannya
04. Tersesat
05. Sesuatu yang Manis
06. Mencoba untuk Luluh
07. Pengantar Tidur
08. Hal Baru
09. Antara Khawatir dan Kesal
10. Sebuah Rahasia
11. Penyelamatan (Lagi)
12. Ragu-ragu
13. Mulai Penasaran
14. Alasan
15. Hujan dan Penyesalan
16. Salah Siapa?
17. Sebuah Harapan Baru
18. Gadis Bodoh
19. Rahasia Kecil
20. Kecewa itu Ada
21. Yoongi Mencurinya
22. Membangun Kepercayaan
23. Penawar Hati yang Luka
24. Sadar Diri
25. Harapan Semu
26. Alasan untuk Bertahan
27. Pergi
28. Menghilang
30. Pengakuan
31. Air Mata dan Kebahagiaan
32. Dari Hati ke Hati
33. Deep in Love
34. Ketakutan Terbesar
35. Make a Deal with Yourself
36. Penantian Panjang
37. Dia yang Romantis
38. Kembali
39. Hati yang Bicara
40. Safe and Sound
41. Sweet Life
42. A new chapter begins

29. Pilihan

7K 1.1K 460
By coldautumn

Daun-daun kering yang berjatuhan, mengawali pagi Jinae ketika gadis itu membuka kedua matanya. Dari tempatnya berbaring, ia bisa dengan jelas melihat bagaimana seisi kota yang telah berubah kecokelatan di berbagai tempat. Namun, tidak ada yang tahu bahwa dari balik jendela kaca tempat di mana ia berada saat ini, gadis itu tengah menahan segala rasa sakit di sekujur tubuhnya, tak terkecuali batinnya.

Bahkan sekali pun matahari bersinar cerah di luar sana, Jinae hanya bisa mendekam di ruangan itu tanpa tahu apakah esok hari ia masih bisa melihat matahari terbit atau tidak.

Semua ini terlalu menyakitkan. Apa yang ia terima beberapa hari ini benar-benar membuat mentalnya terguncang. Jinae takut kalau ia tidak kuat lagi.

Membayangkan bagaimana Mark yang semakin menggila memintanya untuk ikut ke California dan tinggal bersama pemuda itu, membuat Jinae dilanda ketakutan yang begitu membesar. Ia benar-benar tidak ingin berada dalam genggaman pria itu. Tidak ingin berada di dekatanya. Bahkan Jinae berharap orang seperti Mark tidak pernah ada di bumi.

"Mama.."

Jinae kembali terisak. Rongga dadanya terasa seperti ditekan oleh batu besar yang membuatnya sulit memasok udara ke dalam paru-paru. Ia merasa tercekik. Bahkan untuk sekedar menyandarkan punggung ke headboard saja, Jinae seperti mengeluarkan seluruh tenaga yang ia punya. Tubuhnya benar-benar lelah.

Air mata mengalir deras dan jatuh mengenai pipi ketika Jinae merasakan punggung polosnya menyentuh permukaan headboard. Segera ia mengambil selimut guna menutupi bagian depan tubuhnya yang terbuka.

"Brengsek! Aku benar-benar membencinya!" Jinae memekik kencang, namun tak satu pun mendengar teriakannya barusan. Ia sendirian di ruangan itu. Pintu masuknya terkunci dari luar dan Jinae tahu hanya Mark lah orang di balik semua ini. Gadis itu memukul-mukul kedua pahanya dengan brutal. Menangis hebat, kemudian menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Lantas encengkram bahunya sendiri saat teringat lagi kejadian luar biasa buruk yang ia alami semalam. "Kau menjijikan, Jinae! Argh! Aku sungguh-sungguh benci kau!"

Napasnya tersenggal dan Jinae kembali merasakan sakit ketika kesepuluh buku jarinya menggoreskan luka di sepanjang lengannya. Ia benar-benar benci terhadap semua ini. Bahkan ia membenci dirinya sendiri yang hampir saja kehilangan harta yang paling ia jaga sebagai wanita.

Sekalipun Mark tidak benar-benar merenggutnya, tetapi pemuda itu berhasil untuk melakukan skinship yang membuat Jinae merasa seperti ingin mati saja saat orang yang ia benci, menjamah bagian penting tubuhnya tanpa peduli bagaimana perasaan Jinae setelah ia melakukan hal menjijikan itu.

"Aku ingin pulang ... tolong ... Yoongi ... kumohon ... siapapun ...."

Gadis itu melemas ketika seluruh tenaganya ia rasa telah terkuras habis setelah ia menangis. Kembali menyapu pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Lalu menemukan potongan bajunya yang berserakan di lantai. Dengan susah payah Jinae turun dari ranjang dan segera memunguti pakaiannya. Kemudian dengan hati-hati memakaikannya kembali pada tubuhnya yang penuh luka.

Bahkan Mark tidak segan-segan meninggalkan banyak bekas ciuman di sepanjang tulang dadanya yang membuat Jinae benar-benar merasa jijik terhadap tubuhnya sendiri. Ia juga kerap memukul Jinae jika ia memberontak atau menolak tiap kali Mark mencoba untuk menyentuh tubuhnya.

Dengan langkah tertatih, Jinae menuju kamar mandi. Berdiri di depan cermin setelah mengunci pintunya dari dalam.

Beberapa menit hanya diam dan memandangi pantulan dirinya di depan cermin, Jinae semakin tidak percaya jika gadis yang sedang ia lihat di depannya ini adalah dirinya sendiri. Gadis itu terlihat menyedihkan. Tubuhnya semakin kurus. Wajahnya pucat. Sudut bibirnya terluka. Ada goresan memanjang di sepanjang lengan kurusnya. Juga tatapannya yang kosong. Jinae benar-benar terlihat seperti raga tanpa jiwa. Dan ia sudah tak tahan lagi melihat ini semua. Hampir satu minggu ia mendekam di tempat itu dan benar-benar tidak ada celah untuk keluar.

Jinae mengambil langkah mundur hingga punggungnya menyentuh tembok kamar mandi yang dingin. Lantas mengambil botol sabun sebelum melemparnya dengan sisa tenaga ke arah cermin itu hingga terdengar bunyi kaca pecah yang begitu memekakkan telinga.

Ya. Jinae baru saja menghancurkan pantulan dirinya yang terlihat menyedihkan.

"Jane! Kau sedang apa di sana?! Buka pintunya!"

Sepersekon kemudian, terdengar suara Mark juga gedoran pintu dari luar. Jinae yakin kalau Mark datang sebelum ia memecahkan kaca, jadi pemuda itu mendengar apa yang ia lakukan di dalam sini.

"Jangan melakukan hal bodoh, Jane! Buka pintunya sekarang!" lagi-lagi Mark berteriak.

Mencoba menulikan pendengarannya, Jinae kembali melangkah maju. Kemudian terduduk di lantai selagi mengambil pecahan kaca yang cukup besar dan runcing.

"Sudah berkali-kali aku bilang bahwa aku tidak ingin hidup denganmu lagi, Mark. Kita sudah selesai. Aku hanya ingin pulang dan bertemu dengan orang-orang yang aku cintai."

"Tapi aku mencintaimu, Jane!"

"Itu bukan cinta!" Jinae berteriak. Air matanya kembali mengalir. Ia menggenggam kaca tersebut hingga telapak tangannya terluka dan mengeluarkan darah. "Kau tidak akan pernah menyakitiku jika kau benar-benar mencintaiku. Kau terobsesi untuk memilikiku. Kau tidak bisa menerima kenyataan bahwa kita sudah berpisah akibat dari semua perbuatanmu itu. Jika saja kau mau mencoba untuk merenungkan diri dan meminta maaf padaku, aku bisa memaafkanmu, Mark. Jadi kumohon untuk terakhir kalinya, tolong lepaskan aku. Aku janji tidak akan melaporkanmu ke polisi kalau kau mau melepaskanku. Aku mohon padamu.." Jinae terisak. "Bisakah?"

Jinae tahu kalau apa yang ia lakukan bisa saja menyulut emosi Mark menjadi lebih parah, tapi ia sungguh tidak ada pilihan lain. Mark juga tidak mungkin selamanya menahan ia di tempat ini. Pasti Mark akan melakukan sesuatu untuk membawa ia pergi secara paksa. Jadi, sebelum semua itu terjadi, Jinae pikir ia harus segera melakukan sesuatu.

"Aku mohon ...."

Mungkin saja Mark bisa menuruti perkataannya seperti saat pemuda itu ingin menyetubuhinya. Semalam, Jinae mengancam akan bunuh diri jika Mark benar-benar melakukan hal itu sampai akhirnya Mark berhenti. Jinae yakin sekali bahwa pria itu memang hanya terobsesi untuk memilikinya, jadi ia tidak akan melakukan hal yang membuatnya kehilangan Jinae.

"Tidak, Jane. Aku tidak akan melepaskanmu lagi. Aku tidak ingin kehilanganmu seperti dulu. Kau hanya milikku!"

Mendengar perkataan Mark yang begitu serius, Jinae pikir hanya ada satu cara untuk membuatnya keluar dari tempat ini.

Gadis itu memejamkan kedua matanya rapat-rapat. Tangannya yang bergetar lantas terangkat kembali. Lalu ia mengambil napas dalam-dalam.

"Kuharap kau menyesali semua perbuatanmu, Mark."

Tepat ketika Jinae menggores pergelangan tangannya dengan pecahan kaca yang telah berlumuran darah, pintu itu berhasil didobrak.

"JANE!"

Maaf karena telah berbohong padamu, Yoongi. Maafkan aku.

Memasuki hari ketujuh menghilangnya Jinae, Yoongi rasa usahanya benar-benar tak membuahkan hasil. Ia sudah melakukan banyak cara untuk menemukan Jinae, namun belum juga ada petunjuk tentang keberadaan gadis itu. Bahkan setelah melaporkan kasus penculikan Jinae kepada polisi pun, belum juga ada kabar sampai detik ini.

Ya, setelah petugas apartemen menemukan koper Jinae tergeletak di depan gedung, Yoongi dan Jimin segera menyelidiki keberadaan Jinae terakhir kali melalui kamera pengawas. Dan benar saja, seorang pria yang mereka yakini sebagai Mark, benar-benar membawa Jinae secara paksa saat gadis itu pergi dari apartemen Yoongi pada pukul dua belas malam. Sayangnya, petugas keamanan itu mengambil cuti dan baru bisa mengatakan kepada Yoongi tepat di hari kedatangan Jimin ke apartemennya.

Karena itulah, mengapa saat ini Yoongi diselimuti perasaan bersalah yang begitu besar.

Andai saja malam itu Yoongi tidak pergi begitu saja, andai saja malam itu ia tidak meninggalkan Jinae sendiri, andai saja ia tidak menyerah, mungkin situasinya tidak akan seperti sekarang. Mungkin Jinae akan tetap pergi dari sisinya, tapi setidaknya gadis itu akan baik-baik saja. Bukannya malah jatuh kembali ke dalam genggaman Mark.

Oleh karena itu, Yoongi nekat untuk mencari tahu sendiri. Menggali informasi dengan caranya. Mencari kamera pengawas yang mungkin saja menangkap keberadaan mobil yang Mark kendarai. Entah itu akan berhasil atau tidak, yang jelas Yoongi tidak bisa hanya diam dan menunggu polisi menghubunginya. Ia tidak ingin kehilangan Jinae lagi. Tidak akan. Bagaimana pun caranya, Yoongi bersumpah akan menemukan Jinae.

"Yoongi, bisakah kita berhenti? Kau tau, ini tidak akan membuahkan hasil."

Saat itu hujan baru saja berhenti dan angin malam di musim gugur berembus lumayan kencang, cukup untuk membuat tubuh menggigil kedinginan. Dengan pakaiannya yang belum sepenuhnya kering, Yoongi melanjutkan langkahnya menuju salah satu toko yang berada di pinggir jalan raya yang Mark laluiㅡia tahu melalui kamera pengawas lainnya. Tidak peduli dengan ucapan Hyera yang baru saja menyapa telinganya.

Merasa diabaikan, gadis itu pun menarik lengan Yoongi secara paksa. Lantas menghalangi jalan pemuda itu.

"Kau mendengarku tidak?" ucap Hyera setengah memekik. Ia kesal lantaran Yoongi mengabaikan ucapan yang ia rasa sepenuhnya benar. Kedua matanya menatap Yoongi dalam. "Kau tidak bisa seperti ini terus. Sudah tiga hari kau tidak makan, Yoongi. Kau juga terus-terusan kehujanan. Kau tidak tidur dan hanya ke sana kemari mencari sesuatu yang tidak pasti. Bisakah kau berhenti sebentar? Setidaknya makan dulu. Kalau begini terus, kau bisa sakit."

Sebenarnya, apa yang dikatakan Hyera tidaklah salah. Gadis itu hanya khawatir jika Yoongi malah akan menyakiti dirinya sendiri jika terus seperti ini.

"Lalu bagaimana dengan Jinae?" Yoongi menyahut kesal. Ia mengembuskan napas sejenak. "Kau pikir, aku hanya bisa diam seperti orang tolol dan menanti kabar dari polisi? Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padanya? Kau bahkan tidak tahu bagaimana brengseknya mantan kekasih Jinae itu. Dia monster."

Mengingat kembali apa yang pernah Mark lakukan kepada Jinae, membuat emosi Yoongi kembali naik ke permukaan. Kedua telapak tangannya yang berada di sisi tubuh, mengepal dengan sendirinya. Tidak menutup kemungkinan jika si sialan itu melakukan hal yang lebih buruk dari pada yang pernah dilakukannya dulu. Terlebih lagi sudah satu minggu. Yoongi benar-benar tidak bisa tenang jika memikirkannya kembali.

"Aku yakin dia akan baik-baik saja," ucap Hyera kalem. "Jadi, bisakah kita istirahat dulu? Kau harus makan."

"Baik-baik saja katamu?" Yoongi menyemburkan napas kesal. "Dia di luar sana bersama orang yang tidak punya hati, Hyera, dan kau bilang dia baik-baik saja? Di mana hati nuranimu, hah?"

"Bu-bukan itu maksudku.."

Yoongi menepis tangan Hyera sampai terlepas, lantas mendesis tajam, "Sudahlah. Aku bahkan tidak memintamu untuk ikut. Aku bisa sendiri."

"APA KAU TIDAK MENGERTI?! AKU HANYA TIDAK INGIN KAU TERLUKA, YOONGI!"

Yoongi tersentak kaget. Hyera baru saja berteriak padanya. Bahkan beberapa orang di sekitar mereka terlihat terang-terangan mencuri pandang ke arah keduanya, tapi Yoongi tidak peduli. Fokusnya jatuh pada Hyera yang kembali menangis di hadapannya dengah wajah memerah.

"Hyera," panggil Yoongi. Ia mengambil langkah maju. Meraih kedua bahu Hyera dengan tangannya yang mulai terasa menggigil. "Seperti dirimu, aku juga tidak ingin orang yang aku cintai terluka. Kau tahu betul kan bagaimana rasanya? Maaf karena selama ini aku egois. Bahkan setelah berpisah pun, aku masih berlaku egois padamu. Tapi sungguh, aku tidak ingin melakukan hal bodoh lainnya. Aku tidak ingin kehilangan Jinae lagi. Aku mencintainya."

Tidak. Bukan hal ini yang ingin Hyera dengar. Mungkin Hyera masih bisa menerima jika selama ini Yoongi tidak pernah berkata bahwa ia mencintainya. Tapi tidak dengan gadis lain. Ia benar-benar tidak sanggup jika Yoongi mengatakan kalau ia mencintai Jinae. Hyera tidak bisa.

Gadis itu menggeleng keras. Air matanya terus-terusan mengalir sekalipun ia tidak ingin. Wajahnya tertunduk dan ia tidak tahu bagaimana caranya untuk menatap Yoongi. Ia tidak ingin melihat bagaimana ketulusan pria itu saat ini. Ia tidak mau. Itu terlalu menyakitkan.

"Tidak. Jangan katakan itu, aku mohon, Yoongi. Aku sangat mencintaimu, bahkan sejak dulu."

Yoongi tahu itu. Ia tahu betul bagaimana perasaan Hyera selama ini mencintainya. Bahkan gadis itu selalu ada saat ia terpuruk. Selalu membantunya hingga ia menjadi sukses seperti sekarang.

Namun, sekeras apapun ia menyangkal, sekeras apapun ia mencoba untuk menolak fakta yang ada, jawaban Yoongi akan tetap sama.

"Maafkan aku. Seharusnya aku tidak membiarkan semua ini dimulai. Seharusnya kesempatan itu tidak pernah ada." Yoongi berkata dengan lirih. Bibir pucatnya bergetar. Kepalanya tiba-tiba saja kembali terasa pening. "Kau boleh membenciku seumur hidupmu. Jika kau minta aku untuk tidak muncul lagi di hadapanmu, akan kulakukan."

Kalau saja Hyera sanggup melakukan hal itu, mungkin saja sudah ia lakukan sejak dulu. Namun, membayangkan Yoongi tidak ada di hidupnya lagi, Hyera tidak yakin apakah hari-harinya mampu terlewati dengan baik seperti saat Yoongi ada di sisinya.

"Apakah kesempatan itu tidak ada lagi? Selama ini, apa kau benar-benar tidak pernah mencintaiku sedikit saja setelah semua usaha yang kulakukan?" Hyera memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya. Menatap wajah Yoongi yang terlihat semakin pucat. "Hanya dua kata, Yoongi. Bisakah kau ucapkan padaku sekalipun kau tidak pernah merasakannya?"

Benar apa kata Jimin tempo hari, bahwa tanpa Yoongi sadari, ia telah melukai keduanya. Hyera dan Jinae. Entah sudah berapa kali Yoongi membuat kedua gadis itu menangis karenanyaㅡmungkin sudah tak terhitung lagi. Dan Yoongi rasa, sekaranglah waktu yang tepat untuk ia mengambil keputusan.

Ya. Ia harus melakukan sesuatu.

Pemuda itu meraih tubuh Hyera yang bergetar. Melingkarkan kedua lengannya di sepanjang bahu gadis itu. Memeluknya sambil menahan sakit di kepalanya yang mulai menjalar ke bagian lain dalam tubuhnya.

"Aku mencintainya. Aku mencintai Jinae," lirih Yoongi sebelum ia kehilangan kesadaran dan ambruk saat itu juga.

Bau obat-obatan menyeruak indra penciuman Jinae ketika ia membuka kedua kelopak matanya. Tepat saat itu, kepalanya langsung diserang rasa sakit yang hebat. Sampai akhirnya Jinae kembali menutup kedua matanya guna mengurangi rasa sakit itu. Ia mengambil napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan.

Setelah merasa agak lebih baik, Jinae segera meneliti keadaan di ruangan itu. Jinae yakin kalau saat ini ia sedang berada di sebuah rumah sakit. Untungnya, ia sendirian. Tidak ada Mark maupun perawat yang menjaganya di sana.

"Aku berhasil?" Jinae meringis kecil. Kembali teringat dengan hal gila yang ia lakukan sampai hampir membuatnya meregang nyawa. Kendati demikian, semua ini persis seperti rencananya. Mark benar-benar membawanya keluar dari tempat mengerikan itu. Sekali pun melalui cara yang benar-benar mengerikan.

Sebenarnya Jinae sudah pasrah dengan kemungkinan paling buruk, tapi sungguh, ia sangat bersyukur karena Tuhan memberinya kesempatan untuk hidup kembali. Setelah ini Jinae berjanji bahwa ia tidak akan menyia-nyiakan hidupnya lagi. Ia akan menghargai setiap detik yang ia lewati.

Dan sekarang, Jinae merasa kalau Tuhan memberinya sebuah kesempatan baik lainnya. Oke. Ia harus tetap tenang dan memanfaatkan kesempatan ini baik-baik sebelum Mark kembali.

"Aku harus segera pergi."

Beruntung pening di kepalanya tidak sesakit tadi, jadi ia bisa sekedar bangun dan meluruskan punggungnya.

Jinae berpikir sejenak, ke mana ia harus pergi? Bahkan Jinae tidak tahu sekarang ia ada di mana. Mau menghubungi Yoongi, handpone-nya pun entah ada di mana. Bahkan ia pikir, Mark sudah membuangnya. Minta tolong dengan perawat di sini, yang ada mereka hanya akan menghubungi Mark.

"Masa bodohlah. Yang penting aku keluar dulu dari sini."

Pada akhirnya ia memutuskan untuk pergi. Tidak tahu ke mana, yang jelas ia hanya harus keluar dari tempat ini. Tidak peduli sekali pun pergelangan tangannya yang diperban masih terasa nyeri, juga kepalanya yang berdenyut kencang.

Beruntung ada pakaian yang Mark tinggalkan di sini. Jadi, tanpa membuang waktu lagi, Jinae segera mencabut infusannya lalu mengganti seragam pasien dengan pakaian biasa. Tak lupa memakai hoodie besar supaya luka pada pergelangan tangannya tertutup.

Setelah selesai, gadis itu bersiap untuk keluar ruangan. Ia berdiri di depan pintu. Menyemburkan napas berat ketika ia sadar kalau tubuhnya masih harus beristirahat.

"Kau kuat, Ji."

Jinae tahu kalau ia tidak boleh menyerah begitu saja. Ia harus berjuang. Demi dirinya sendiri. Demi orang-orang yang peduli padanya. Demi keluarganya. Demi Yoongi. Ia harus bisa melarikan diri dari genggaman Mark.

Perlahan, ia menggeser pintu itu dengan hati-hati. Lantas memantau keadaan di luar sana. Untungnya lorong koridor benar-benar sepi, jadi Jinae bisa keluar tanpa takut dicurigai.

Setelah berhasil keluar dari ruang kamarnya, Jinae berjalan dengan pelan. Ia masih cukup lemas jika harus berlari atau mempercepat langkahnya. Bahkan ia masih harus berpegangan pada dinding. Kendati demikian, saat ada perawat yang melintas, Jinae akan pura-pura berjalan dengan santai.

Berhasil. Jinae berhasil keluar dari koridor ruangan VVIP. Lantas ia bergegas menuju lift setelah ia rasa tubuhnya sedikit membaik.

Namun, tepat saat itu, tepat saat Jinae hendak berbelok untuk menuju lift, ia melihat sosok Mark yang sedang berbicara dengan seorang perawat.

Jinae mematung. Saat itu juga jantungnya berdegup sangat kencang. Apa semua yang ia lakukan akan berakhir dengan sia-sia?

"Ya Tuhan.." Jinae mendesah gusar, lantas saat pandangannya jatuh pada pintu tangga darurat, tanpa pikir panjang gadis itu segera masuk ke dalam sana.

Ini gawat. Bisa saja Mark melihatnya tadi. Jadi, cepat-cepat Jinae turun menuruni anak tangga yang jumlahnya sangat banyak sebab ia berada di lantai paling atas.

Jinae tidak peduli sekali pun ia harus menguras seluruh tenaganya. Bahkan perban di pergelangan tangannya kembali mengeluarkan darah. Gadis itu yakin kalau ini semua akibat ia yang tidak bisa diam. Sumpah, ini sangat menyakitkan.

Lagi-lagi air matanya mengalir dengan tanpa seizinnya. Kakinya kian melemas, dan pada akhirnya ia tak sanggup lagi. Bibir pucatnya bergetar. "Jinae, kau harus kuat," ucapnya di sela-sela tangis. Pun suara tangisnya menggema di tempat itu.

"Jinae."

Gadis itu menegang detik itu juga. Kali ini debaran jantungnya jauh lebih hebat. Tak terkontrol. Bahkan napasnya tiba-tiba saja tersendat saat seseorang memanggil namanya. Kedua tangannya bahkan bergetar saking gugupnya.

Lantas gadis itu segera berdiri, kemudian memutar tubuhnya ke belakang.

"Kau benar-benar Jinae?"

"Yoongi," lirih Jinae.

Gadis itu tidak tahu apakah sesuatu yang sedang ia lihat sekarang benar-benar sebuah kenyataan atau hanya delusi yang ia ciptakan sendiri sebab terlalu merindukan sosok Yoongi. Yang jelas, ia bisa melihat Yoongi berdiri tak jauh dari tempatnya saat ini. Hanya terpaut beberapa anak tangga. Pemuda itu terlihat pucat, ia juga mengenakan seragam pasien di rumah sakit ini.

"Yoon," panggil Jinae serak. Kedua matanya tak mampu melihat ke arah lain. Hanya Yoongi yang menjadi fokusnya saat ini.

Pun pemuda itu tidak kalah terkejutnya. Tiba-tiba saja pelupuk matanya penuh dengan cairan bening. "Jinae.. Ya Tuhan, akuㅡ"

"Jane milikku. Selamanya akan tetap milikku."

Ucapan Yoongi terputus ketika seseorang datang dengan begitu tiba-tiba dan menusuk perutnya dengan sebilah pisau. Sangat dalam dan menyakitkan. Bahkan darah Yoongi langsung mengalir dan jatuh mengenai permukaan lantai.

"Yoongi!!" Jinae berteriak sangat kencang sebelum Yoongi ambruk sebab Mark mendorongnya tanpa belah kasih.

Tubuh Yoongi terguling hingga berhenti tepat di bawah kaki Jinae. Pelipis kanannya terluka, dan Yoongi meringis kesakitan saat itu juga.

"J-Ji, cepat lari," ucapnya dengan terbata. Pemuda itu menekan perut bagian kanannya yang masih mengeluarkan darah.

Jinae yang melihat itu lantas jatuh terduduk. Segera meraih kepala Yoongi ke dalam pelukannya. Gadis itu bahkan tidak mampu berkata apa pun lagi selain menangis hebat.

"Jane! Kembali kemari!" Mark berteriak.

Dengan tangan yang berlumuran darah, Yoongi meraih telapak tangan Jinae. "Kau tidak mendengarku? Cepat lari, Jinae."

Jinae menggeleng keras. Pelukannya kian mengerat.

"Jangan keras kepala. Ini perintah. Kau harus mendengarkan perintahku. Pergi atau kita tidak akan pernah bertemu lagi," ucap Yoongi susah payah.

Namun Jinae tak kunjung bergerak dari tempatnya saat ini, sementara Yoongi, ia pikir ia tidak memiliki banyak waktu lagi setelah ini.

"Jane!"

"Angkat kedua tanganmu di udara! Kau ditahan atas tuduhan penculikan dan penggunaan narkoba."

Sepersekon kemudian, Jimin, Hyera, dan Mina datang dibarengi dengan beberapa orang lain yang ternyata adalah polisi. Lantas mereka segera menahan Mark detik itu juga.

Jinae sungguh tidak peduli lagi dengan apa yang sedang terjadi di atas sana, ia hanya terfokus pada Yoongi yang terlihat kian melemah dan mengeluarkan banyak darah.

"T-tolong ... kumohon ... Yoongi."

"Bodoh," Yoongi meraih bilah pipi Jinae dengan telapak tangannya yang mulai terasa dingin. "Lihat aku, Jinae."

"Tolong!"

"Jinae."

Gadis itu mendelik kesal. "Jangan banyak bicara, Yoongi! Kau sedang sekarat!"

"Jinae Sayang," panggil Yoongi begitu lemah. "Kau benar-benar tak pernah mendengarkan ucapanku, ya?"

Pada akhirnya Jinae menuruti ucapan Yoongi. Ia memandangi wajah pemuda itu. Seulas senyum terlihat di bibir pucatnya. Jinae sungguh tak mengerti. Disaat seperti ini, kenapa Yoongi masih bisa tersenyum? Bahkan ia tertawa kecil. Sialan. Apa sangat menyenangkan melihat Jinae yang sedang dilanda rasa takut yang begitu besar?

"Maaf karena tidak bisa menjagamu dengan baik," kata Yoongi lagi. Air matanya menumpuk di pelupuk mata. Ia merasa sangat bahagia sekaligus takut saat ini. Ia benar-benar bersyukur karena bisa bertemu kembali dengan Jinae. Bisa mendengar suara gadis yang begitu ia rindukan.

Namun, Yoongi juga sangat takut jika ini adalah kesempatan terakhirnya baginya. Ia takut kalau semua ini berlalu begitu cepat. Apakah ia boleh kembali menjadi egois? Kalau iya, Yoongi hanya ingin terus bersama Jinae. Masih banyak yang ingin ia ungkapkan kepada gadis itu. Masih banyak kisah yang ingin ia bagi. Bahkan Yoongi ingin membangun kisah mereka sendiri. Tapi, jika memang takdir bekehendak lain, jika memang ini adalah akhirnya, Yoongi berharap kalau ia masih memiliki sedikit waktu untuk mengatakan isi hatinya.

"Bertahanlah, Yoongi.."

Air mata jatuh di pipi Yoongi. Pemuda itu menangis. Ia tidak pernah merasa setakut ini sebelumnya. Terlebih ketika genggaman tangannya pada Jinae mulai melemah. "Jika kita tidak bertemu lagi," kata Yoongi pelan. "Aku ingin kau tahu bahwa sejak dulu, aku mencintaimu, Ji."

Jinae menjerit ketika Yoongi benar-benar menutup kedua kelopak matanya.

Gatau kalian ngefeel apa enggak, tapi sejak nulis chapter ini dari awal, air mataku ngalir mulu:( apa lagi saat menggambarkan bagaimana mengerikannya perbuatan Mark. Itu nakutin bgt sumpah. Oh ya, kumohon jangan protes. Alurnya memang begini, aku gak sanggup bikin mereka menderita lebih lama lagi. Kurasa ini sudah cukup buat mereka sadar kalau mereka saling membutuhkan satu sama lain. Hehe. Beri aku kata2 manis gaiss:')

Btw, aku mau jawab question di chapter kemarin ya.


1. Aku tidak tau:( tanyakan pada yoongi:( dia memang menyebalkan tapi bikin sayang kan:(

2. Udah begitu dari sananya jadi sulit😂

3. Aku juga ga pandai kimia:((( tunggu yaaah nanti dikasih kokk kalo masih sempet😂


4. Kalo dia mati nanti ga seru:(

5. Ya. Dia psikopat. Sekalian aku mau jelasin di sini. Jadi, aku pernah baca artikel, psikopat adalah gangguan jiwa tanpa adanya gangguan mental, karena seorang psikopat biasanya sangat sadar dengan apa yang dia lakukan. Kalo dia jatuh cinta, dia itu pintar berbohong. Posesif. Sangat senang mengambil resiko. Seorang psikopat juga mengekang. Sifat aslinya akan terlihat ketika pasangannya sudah mulai jatuh cinta. Psikopat akan mulai menghalangi beragam aktivitas pasangannya agar perhatiannya tidak terbagi.

Dalam kasus Jinae, dulu Jinae tuh beneran sayang sama Mark. Mereka pacaran ya pacaran biasa. Cuma setelah pacaran, Mark mulai kelihatan sikap aslinya. Dia sering ngekang Jinae. Maksa ini itu. Sampe akhirnya ngelakuin hal buruk itu dan buat Jinae ga tahan lagi. Mereka putus. Tapi Mark ga pernah terima. Makanya dia mohon2 buat balikan. Dia pandai bicara. Dia pura2 menyesal supaya bikin Jinae balik lagi sama dia. Sampe akhirnya dia ngelakuin segala cara buat pertahanin Jinae.

6. Kalo untuk di filwsd, yoongi. Tapi kalo untuk real life as always jimin🤣 tp bukan berarti ga suka sama yoongi:(( aku sayang semua memberr💜💜

7. Wkwk nanti mati dong kalo ditembak:( sabar yaaa, aku juga kangen sweet2an mereka huhu


8. Aku pikir cinta itu kadang emang dateng dengan sendirinya. Gaada alasan penting. Beda sama kita benci sama org, pasti ada aja alesannya. Makanya kalo ditanya alesan Yoongi punya perasaan ke Jinae? Kayaknya balik lagi ke apa yg tadi aku bilang. Cuma kalo dari kisah Yoongi ini, emang dia sayang Jinae dari dulu. Dari kecil. Dan dia gatau kapan pastinya atau kenapa dia jatuh cinta sama Jinae. Perasaan itu tumbuh tanpa dia sadari. Makanya dia ngerasa bersalah kan waktu ninggalin Jinae demi ngejar impiannya. Inget kan Yoongi bilang waktu itu, kalo dia tuh pengen nebus waktunya lagi sama Jinae?

9. Aaah, kayaknya pas chapter yg Yoongi ngobrol sama Jin udh pernah aku jelasin dikit wkwk jadi Hyera tuh org dibalik suksesnya Yoongi. Dia banyak bantu Yoongi sampe dia jadi seperti sekarang. Mereka sahabatan. Sampe akhirnya Hyera suka sama Yoongi. Dia minta kesempatan sama Yoongi. Dan karna Yoongi ngerasa ga enak, dia kasih kesempatan itu. Makanya mereka bisa pacaran. Tapi pada akhirnya yoongi nyesel kan:( dia sadar kalo itu malah nyakitin Hyera karna dia sendiri cintanya sama jinae:(

10. Dia udh gak tau lagi harus bilang apa. Posisinya kan dia mikir kalo Yoongi itu cintanya sama Hyera. Dia ga mau ngerusak kebahagaiaan Yoongi. Jadi akhirnya dia gamau lagi denger penjelasan apa pun karena dia juga takut sakit hati. Jadi, supaya Yoongi berhenti, dia memilih bohong.


11. Udah aku jawab yaa dipertanyaan sebelumnya. Hahah nanti. Ada waktunyaa💜

12. Wkwkwk berlayar gak yaaa~~~semua tergantung keputusan mereka:( setelah ini mau sama2 jujur apa enggak heheu dia emang ngeselin kan dari dulu😂

13. Yoongi suka sama Jinae udh aku jawab yaa dipertanyaan sebelumnya. Intinya, Yoongi itu sayang sama Jinae udah lamaaa bgt. Kenapa Yoongi mau pacaran sama Hyera pdhl dia gasuka? Ehm, balik lagi ke yg tadi aku udh bilang, kalo sebetulnya dia emang mau ngasih kesempatan sama Hyera. Intinya kayak balas budi atas semua yg udh Hyera lakuin buat dia.

14. Iyaa. Mark itu emang gitu. Pokoknya dia udh ngeklaim kalo Jinae itu cuma miliknya. Jadi dia ngelakuin cara apa pun buat pertahanin Jinae.

15. Wkwkwk Jinae juga gak peka sih ya, makin sengsara aja udh🤣 Hyera sebenrnya orgnya baik, selama ini aja dia ga pernah jahatin jinae kan? dia cuma berusaha buat pertahanin cintanya aja kok. Cuma sayang, org yg dia cintai, gaakan pernah bisa cinta sama dia:( huhu

16. PERTANYAAN MACAM APA INI WKWKWKWK JIMIN UDAH SAMA AKUUUUUU💕💕💕💕

Udh kujawab yaa. Makasi untuk kalian semua yang udah berpartisipasi di q&a kali ini 💜 makasi udah setia nunggu filwsd, makasi udh vote dan komen, dan terima kasih untuk seluruh support dan doanya ❤ kira2 pengen filwsd berapa chapter lagi? Udh mulai menuju end loh hehe, ga berasa ya? Manfaatkan kesempatan yang ada untuk selalu komen sebelum filwsd end ya.

ㅡLuv, Rin 💜

Continue Reading

You'll Also Like

175K 14.9K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
464K 8.6K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
128K 9.2K 57
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
79K 5.1K 68
Why did you choose him? "Theres no answer for choosing him, choosing someone shouldn't have a reason." - Aveline. ------------ Hi, guys! Aku kepikir...