14. Alasan

8.3K 1.3K 275
                                    

Suara dengkuran halus menyapa rungunya ketika kedua kelopak mata Jinae terbuka perlahan. Sempat mengerjap pelan untuk menyesuaikan berkas cahaya yang masuk melalui jendela kamar yang memang gordennya belum sempat Jinae tutup. Seolah ditarik mundur, pikiran Jinae kembali pada ingatan tadi malam saat ia mendapati sosok lain tengah mendekapnya erat saat ini. Jinae tidak terkejut, malahan termangu karena sosok itu masih terlihat damai dan tidak ada tanda-tanda terusik sedikit pun.

Ada dua hal yang mengganggu isi otak Jinae.

Pertama, bagaimana bisa mereka benar-benar tidur di ranjang yang sama sambil saling memeluk satu sama lain sepanjang malam? Sebenarnya itu salah Jinae juga, Jinae terlalu lelah bahkan untuk sekedar mendorong Yoongi menjauh. Malahan Jinae pasrah ketika Yoongi mengambil alih tubuhnya.

Dan yang kedua, Jinae benar-benar tidak siap mendengar apa alasan Yoongi mau menampungnya tanpa imbalan yang berarti. Jangan kira Jinae bodoh karena percaya bahwa Yoongi benar-benar menjadikannya pembantu di apartemennya. Oh, Jinae tidak setolol itu. Mana mungkin ada pembantu yang diantar ke kampus atau disiapkan sarapan tiap paginya? Jangan lupa bahwa Yoongi memberinya uang saku serta menjamin keselamatan Jinae.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Kegelisahan Jinae kian menjadi tatkala kedua kelopak mata yang semula tertutup rapat, kini mulai terbuka menampilkan sepasang netra kelam yang lansung jatuh pada manik gelap Jinae.

"Kau sudah bangun?" Min Yoongi, dengan suara serak yang terdengar begitu seksiㅡoh, lupakan, hampir saja Jinae memukul kepalanya sendiri karena sempat-sempatnya berpikir begituㅡmampu membuat kinerja jantung Jinae perlahan mulai meningkat. Apa lagi ketika tangan Yoongi yang semula menekan punggungnya terangkat untuk sekedar mengusap kelopak matanya yang memang agak bengkakㅡakibat tangisnya semalam.

Harusnya Jinae menepis lengan itu, atau setidaknya menuntut Yoongi tentang apa yang seharusnya mereka bahas pagi ini. Tetapi, sialnya, Jinae malah menikmati bagaimana pemuda Min tersebut memberikan sentuhan yang terasa begitu nyaman. Jinae memejamkan kedua kelopak matanya ketika jemari Yoongi mengusapnya dengan lembut, lalu menyentuh pipinya dan bertahan di sana.

"Ji, kau tidak pernah berubah, ya, sejak dulu. Jangan bilang kau mengantuk lagi? Setiap kali aku usap begini, kau selalu saja mengantuk. Dasar tukang tidur," candanya.

Jinae menggeram. Sepasang mata itu kembali terbuka dan menatap Yoongi kesal. "Harusnya kau bercermin, Min Yoongi. Siapa yang selalu tidur ketika merebahkan kepalanya di pangkuanku? Kau bahkan tidak pernah bertahan satu menit setelah aku mengusap kepalamu."

Kali ini Yoongi terkekeh. Memang benar apa yang Jinae ucapkan, kok. Yoongi akui itu. "Rasanya baru kemarin aku mengajarimu bagaimana caranya naik sepeda, ya."

"Tidak. Itu sudah lama, Yoon. Dan ingat, kau meninggalkanku lebih dulu."

Sarkas. Seolah Jinae tidak memberi kesempatan bagi Yoongi untuk mengingat momen manis saat mereka kecil dulu. Bukannya bermaksud jahat, bahkan Jinae sedikitnya telah melupakan potongan-potongan kecil itu setelah Yoongi memutuskan untuk pergi meninggalkannya. Jinae hanya malas kembali pada kenangan masa lalu. Kenangan akan tetap menjadi kenangan, sebanyak apa pun Jinae mengingatnya.

"Maaf."

Satu kata yang menyimpan beribu makna. Jelas ketika bibir tipis itu menyuarakan kata yang jarang sekali Jinae dengar, gadis itu tertegun untuk beberapa saat. Tenggelam pada obsidian Yoongi yang menatapnya lekat. Jinae seolah terperangkap. Min Yoongi benar-benar berhasil mengambil alih dunianya untuk saat ini. Rasanya Jinae tidak peduli sekali pun ada pencuri yang berusaha menerobos masuk, dan membobol seluruh isi apartemen. Sekarang yang terpenting adalah Min Yoongi, dan arti dibalik ucapannya barusan.

Fall in Love with Sweet DevilWhere stories live. Discover now