29. Pilihan

7K 1.1K 460
                                    

Daun-daun kering yang berjatuhan, mengawali pagi Jinae ketika gadis itu membuka kedua matanya. Dari tempatnya berbaring, ia bisa dengan jelas melihat bagaimana seisi kota yang telah berubah kecokelatan di berbagai tempat. Namun, tidak ada yang tahu bahwa dari balik jendela kaca tempat di mana ia berada saat ini, gadis itu tengah menahan segala rasa sakit di sekujur tubuhnya, tak terkecuali batinnya.

Bahkan sekali pun matahari bersinar cerah di luar sana, Jinae hanya bisa mendekam di ruangan itu tanpa tahu apakah esok hari ia masih bisa melihat matahari terbit atau tidak.

Semua ini terlalu menyakitkan. Apa yang ia terima beberapa hari ini benar-benar membuat mentalnya terguncang. Jinae takut kalau ia tidak kuat lagi.

Membayangkan bagaimana Mark yang semakin menggila memintanya untuk ikut ke California dan tinggal bersama pemuda itu, membuat Jinae dilanda ketakutan yang begitu membesar. Ia benar-benar tidak ingin berada dalam genggaman pria itu. Tidak ingin berada di dekatanya. Bahkan Jinae berharap orang seperti Mark tidak pernah ada di bumi.

"Mama.."

Jinae kembali terisak. Rongga dadanya terasa seperti ditekan oleh batu besar yang membuatnya sulit memasok udara ke dalam paru-paru. Ia merasa tercekik. Bahkan untuk sekedar menyandarkan punggung ke headboard saja, Jinae seperti mengeluarkan seluruh tenaga yang ia punya. Tubuhnya benar-benar lelah.

Air mata mengalir deras dan jatuh mengenai pipi ketika Jinae merasakan punggung polosnya menyentuh permukaan headboard. Segera ia mengambil selimut guna menutupi bagian depan tubuhnya yang terbuka.

"Brengsek! Aku benar-benar membencinya!" Jinae memekik kencang, namun tak satu pun mendengar teriakannya barusan. Ia sendirian di ruangan itu. Pintu masuknya terkunci dari luar dan Jinae tahu hanya Mark lah orang di balik semua ini. Gadis itu memukul-mukul kedua pahanya dengan brutal. Menangis hebat, kemudian menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Lantas encengkram bahunya sendiri saat teringat lagi kejadian luar biasa buruk yang ia alami semalam. "Kau menjijikan, Jinae! Argh! Aku sungguh-sungguh benci kau!"

Napasnya tersenggal dan Jinae kembali merasakan sakit ketika kesepuluh buku jarinya menggoreskan luka di sepanjang lengannya. Ia benar-benar benci terhadap semua ini. Bahkan ia membenci dirinya sendiri yang hampir saja kehilangan harta yang paling ia jaga sebagai wanita.

Sekalipun Mark tidak benar-benar merenggutnya, tetapi pemuda itu berhasil untuk melakukan skinship yang membuat Jinae merasa seperti ingin mati saja saat orang yang ia benci, menjamah bagian penting tubuhnya tanpa peduli bagaimana perasaan Jinae setelah ia melakukan hal menjijikan itu.

"Aku ingin pulang ... tolong ... Yoongi ... kumohon ... siapapun ...."

Gadis itu melemas ketika seluruh tenaganya ia rasa telah terkuras habis setelah ia menangis. Kembali menyapu pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Lalu menemukan potongan bajunya yang berserakan di lantai. Dengan susah payah Jinae turun dari ranjang dan segera memunguti pakaiannya. Kemudian dengan hati-hati memakaikannya kembali pada tubuhnya yang penuh luka.

Bahkan Mark tidak segan-segan meninggalkan banyak bekas ciuman di sepanjang tulang dadanya yang membuat Jinae benar-benar merasa jijik terhadap tubuhnya sendiri. Ia juga kerap memukul Jinae jika ia memberontak atau menolak tiap kali Mark mencoba untuk menyentuh tubuhnya.

Dengan langkah tertatih, Jinae menuju kamar mandi. Berdiri di depan cermin setelah mengunci pintunya dari dalam.

Beberapa menit hanya diam dan memandangi pantulan dirinya di depan cermin, Jinae semakin tidak percaya jika gadis yang sedang ia lihat di depannya ini adalah dirinya sendiri. Gadis itu terlihat menyedihkan. Tubuhnya semakin kurus. Wajahnya pucat. Sudut bibirnya terluka. Ada goresan memanjang di sepanjang lengan kurusnya. Juga tatapannya yang kosong. Jinae benar-benar terlihat seperti raga tanpa jiwa. Dan ia sudah tak tahan lagi melihat ini semua. Hampir satu minggu ia mendekam di tempat itu dan benar-benar tidak ada celah untuk keluar.

Fall in Love with Sweet DevilWhere stories live. Discover now