Inayat Hati

By mawar_malka

585K 49.1K 2.6K

Aku mencintaimu tanpa henti. Bahkan Tuhan pun mungkin cemburu dengan rasa ini karenamu. Tapi sekilas waktu ka... More

Prolog
1. Kata Pisah
2. Cerita Kami
3. Yang Tak Kutahu
4. Bunga Di Luar
5. Ijinkan Aku Marah
6. Memilih Kejujuran
7. Mengikhlaskan
8. Hidupku sekarang
9. Melihat ke depan.
10. Kabar tentangnya.
11. Teman Bossy
12. Di manakah kebaikan?
13. Perempuan Yang Terluka
14. Dia lagi.
15. Wanita Hebat.
16. Kekuatan
17. Lepas Dari Sakit
18. Melepaskan Rasa
19. Lamaran Mas Al
20. Tak Terduga
21. Trauma
22. Kebingunganku.
23. Musibah itu jawaban.
24. Bulan Madu Sederhana
25. Sebuah Teka-Teki
27. Pencerahan
28. Sebuah Kesempatan
29. Kekuatan.
30. Wanita Berlian.
31. Bidadari Surga.
32. Cerita Akhiŕ
Epilog
Ekstra Part
Just Promote

26. Membingungkanku.

12K 1.2K 125
By mawar_malka


Masalah mengajarkan aku pendewasaan.

Pengalaman mengajarkan aku ketenangan.

Dan semua itu mengajarkan aku keikhlasan.

Ikhlas atas nama kebaikan.

🌿🌿🌿

Dan kini aku di sini. Terjebak di sebuah tempat yang namanya kelabu hati. Menatap dia ..., wanita berhijab yang sama denganku. Mengulas senyum dan segera memelukku. Apa ini? Bahkan air mataku saja belum mengering. Wanita itu duduk dengan tenang di atas kursi rodanya. Tubuhku luruh dan meminta maaf.

"Aku bersalah karena tak mengetahui ini, Mbak," ucapku kaku.

Wanita di depanku kini bukannya marah malah semakin melebarkan senyum.

"Apa yang kamu katakan, Ambar? Bahkan aku yang meminta ini dari Aldric."

Ucapan wanita itu menghentakkan sanubariku. Bagaimana bisa?

"Duduklah di sini. Di dekatku. Aku akan menceritakan sesuatu padamu. Tentangku, tentang Aldric dan impianku. Tapi kumohon, janganlah marah. Maukah kau berjanji untuk itu?"

Aku yang masih tak percaya dengan apa yang ada di hadapanku kini hanya bisa pasrah dan mengangguk pelan tak bersemangat.

"Kami dulu adalah sepasang kekasih. Kumohon jangan cemburu dulu, Ambar."

Aku mengangguk dengan air mata menggenang.

"Dia laki-laki baik. Kami menikah dan aku memutuskan mengikuti jejaknya menjadi mualaf. Aku baru tahu, agamaku kini adalah agama yang indah. Yang mengajarkan bagaimana sepasang kekasih menjadi begitu saling mendamaikan. Sampai usia pernikahan kami lima tahun. Tak kunjung juga dikaruniai anak. Aldric sangat sabar dan berjanji takkan meninggalkanku bagaimana pun ceritanya."

"Setelah pemeriksaan demi pemeriksaan dilakukan, ternyata aku ...."

Wanita ini malah menunduk dan memejamkan mata. Bibirnya seolah mengatakan sesuatu yang kudengar adalah Ya Allah Ya Fattah. Yang kutahu artinya adalah Ya Allah Yang Maha Membuka. Aku tak mengerti maksudnya apa. Apanya yang mau dibuka? Harusnya 'kan, Ya Allah Yang Maha Kuat atau apa. Begitu menurut hematku.

"Aku mengidap kanker rahim. Rahimku harus diangkat. Sejak itu, tak ada lagi harapan untukku punya anak, punya keturunan."

Aku masih di sini. Mendengarkan dengan seksama penjelasannya. Sementara Mas Al entah sekarang ada di mana.

"Kupikir, kehidupanku akan berlanjut normal. Soal anak, Aldric bilang, kami bisa mengadopsi anak dari baru lahir. Ternyata Allah masih berkata lain. Aku mengidap kanker serviks."

Wanita itu menatap langit di atas kami dengan senyum tulus yang masih belum bisa lepas.

"Dan dokter sudah memvonis umurku yang takkan lama lagi. Harapanku cuma satu. Aku ingin memeluk anak Aldric walaupun itu bukan dari rahimku."

Dia mengatakan itu, sejak itu aku sulit membendung air mata ini. Ya Allah ....

"Itu permintaan terakhirku, Ambar. Sebelum aku pergi untuk selamanya. Kumohon, ijinkan aku memeluk anak kalian. Biarkan aku yang menjadi ibunya. Walaupun selepas itu, aku akan pergi meninggalkannya."

Tanpa sebuah ucap, aku bersimpuh dengan pandangan kabur karena air mata yang mendera dan menggenggam erat tangan wanita berhati baja ini. Wanita yang kukenal bernama Faranisa Zahrah ini.

"Jangan percaya, Mbak. Percaya sama Allah. Usia kita, takdir kita, apa kata Allah. Bukan kata dokter," ucapku menyemangati.

Mbak Fara justru menatapku lembut dan menggeleng pelan, "Kalo keinginanku maunya begitu. Tapi keinginan Allah, siapa yang tahu."

🌿🌿🌿

Malam ini aku duduk terdiam memandangi bintang-bintang. Tangisku belum juga berhenti. Entah karena aku mengetahui bukanlah aku satu-satunya istri Mas Al ataukah karena aku masih memikirkan ucapan Mbak Fara.

Seseorang duduk di dekatku. Aku belum mau menegur sapa padanya. Mas Aldric sudah menipuku.

"Kumohon jangan marah," ucap Mas Al lirih.

Aku tak menyahut dengan sibuk mengusap air mata yang jatuh ke pipi.

"Pliz, Ambar. Jangan marah."

Aku membalikkan badan dan menunjuk Mas Al tepat di depan wajahnya.

"Di mana letak hatimu, Hai Laki-laki! Lihatlah wanita itu. Dia istrimu! Dia butuh kamu! Dia sedang sakit! Dan kamu malah menikah lagi! Apa yang ada di otakmu!"

Mas Al tertunduk dalam. Aku tahu air matanya juga berlinang. Tapi apa peduliku. Aku sakit. Tapi membayangkan Mbak Fara, aku lebih sakit. Dia seorang wanita lemah. Dan Mas Al ....

"Ambar, ini permintaan Faranisa. Seandainya aku kuasa menolak, aku ingin menolaknya. Tapi dia yang meminta. Dia yang memohon. Dia ingin memeluk anakku," ujar Mas Al.

"Tapi kenapa harus aku? Bukannya masih banyak perempuan lain? Mas Al tahu bagaimana masa laluku. Aku tidak membenci poligami, tapi aku menolaknya. Karena apa? Karena aku gak akan pernah sanggup untuk berbagi!"

"Karena syarat! Faranisa mengajukan syarat wanita yang harus kunikahi seperti apa. Dan itu semua ada di kamu, Ambar!"

Aku semakin emosi karena ini seperti sebuah roller coaster yang memutar-mutar perasaanku naik turun.

"Jadi ini semua sudah direncanakan? Wah, hebat! Kalian hebat!"

Aku tak bisa membendung emosi dan air mata. Rasanya ingin berteriak begitu lantang menghadap ke atas langit. Agar semua penghuni langit dan bumi terjaga bahwa aku kini berada di posisi paling tersudutkan. Karena tak kuasa akan semuanya, aku bangkit dan berlari. Kulihat di belakang kami, Mbak Fara tengah menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Hanya sekilas kulihat, air matanya menggenang. Dia sempat memanggil namaku. Namun kuabaikan karena aku keburu berlari menjauhi mereka. Setelah itu, aku merasa pandanganku gelap dan hilang.

🌿🌿🌿

Seorang wanita tengah menelungkupkan wajahnya di kasur yang kutempati dan menangis di dekatku saat aku membuka kedua mata ini. Tanpa kubuka suara, kudengar Mbak Fara terus meminta maaf padaku. Apa yang dilakukan wanita ini? Ke mana hatinya? Apa dia tak terluka diduakan? Malah dia yang meminta diduakan?

Tanganku bergerak mengusap puncak kepalanya yang tertutup hijab. Ia terjaga dan menatapku.

"Ambar, maafkan aku jika aku menyeretmu ke dalam masalahku. Maafkan keegoisanku. Kumohon maafkan aku," mohon Mbak Fara.

Aku segera bangun tanpa mempedulikan infus di pergelangan tangan. Segera kudekap wanita di dekatku ini. Kami menangis bersama. Saat tatapanku tak sengaja menoleh ke pintu, kulihat Mas Al memandang kami berdua dengan terisak.

"Maafkan aku, Mbak Fara. Mulai sekarang, aku akan membiasakan diri dengan ini semua," ucapku belajar menerima.

Seperti sebuah mentari pagi yang merekah, wanita itu malah tersenyum dengan mata berbinar terang. Seraya membaca hamdalah, dia memelukku lagi. Dalam pelukannya, dia mengatakan terima kasih berulang-ulang padaku.

"Mendengar ini, aku seolah punya satu cadangan nyawa lagi untuk hidup. Aku ingin hidup bersama kalian. Bersama membesarkan anak-anakku nanti," harapnya.

"Mbak Fara pasti punya umur panjang. Kita bertiga akan merawatnya bersama," ucapku.

Mbak Fara tersenyum geli, "Maunya aku sih begitu, tapi maunya Allah, siapa tahu."

Ucapan itu lagi yang keluar dari bibir mungilnya. Aku meresponnya dengan senyum tipis. Poligami. Ah, kini aku merasakannya juga. Mungkin benar kata Mbak Fara. Ia maunya begini, tapi malah dapatnya begitu.

🌿🌿🌿

"Mbak Fara, aku boleh nanya sesuatu?"

Mbak Fara yang masih setia dengan senyum tulusnya mengangguk, "Tentu saja."

Aku menggenggam tangan dingin itu, "Apakah bila takdir tak seperti ini, Mbak masih mengharapkan cinta kedua bagi Mas Al?"

Mbak Fara tak lantas menjawab, ia malah tersenyum tipis, "Siapakah perempuan yang mau diduakan, Ambar?"

"Lalu Mbak?"

"Aku sudah bilang alasanku, 'kan?"

"Kedengarannya itu sangat egois, Mbak. Maaf, aku jadi merasa bahwa aku korban di sini. Sekali lagi maaf."

Aku tertunduk dengan air mata yang kutahan. Dalam hati aku bertanya, kenapa harus aku? Kenapa lagi dan lagi aku yang terluka? Ini bukan cinta namanya, tapi pengorbanan. Pengorbanan bagi orang sakit. Mbak Fara yang sakit secara fisik dan Mas Al yang sakit jiwa.

"Jangan pernah merasa terluka, Ambar. Aldric sangat sangat mencintaimu."

"Dari mana Mbak tahu? Kupikir gak usah coba menghiburku, Mbak." Nada bicaraku mulai sarkastis.

"Awalnya dia menolak usulanku agar dia memiliki istri lagi dengan syarat istri yang baik dan tidak gila harta, tidak gila kedudukan. Mau menerima Aldric apa adanya. Aldric bahkan bersumpah takkan pernah menduakanku sekalipun nyawaku tinggal semenit lagi. Tapi setelah pulang dari kantor temannya, dia malah memberitahukan sesuatu. Dia mau menikah lagi. Melihatmu pertama kali, dia merasa, kaulah istri seperti yang aku mau."

Oh, jadi begitu ceritanya? Aku jadi memikirkan sesuatu yang berbeda di sini.

"Aku masih bingung dengan kemauan kalian. Aku yang awalnya menolak poligami, sekarang jadi membenci poligami, Mbak! Aku akan meminta cerai dari Mas Al!"

Setelah itu aku berlari meninggalkan Mbak Fara begitu saja tanpa mempedulikan teriakannya. Langkah kakiku sampai juga di sebuah tanah lapang dengan rumput hijau di atas perbukitan. Aku berteriak sekeras-kerasnya tanpa jeda. Menangis sepuas hati tanpa perlu kupikir apapun lagi. Sakit! Perih! Kenapa justru ini yang dipilihkan Tuhan padaku!

"Apakah ini, Ya Allah! Jodoh yang terbaik yang Kau pilihkan? Apa kepedihan ini, Ya Allah?" pekikku.

Flashback off!

Namun setelah itu, tanganku justru membuka tumpukan album yang lain. Dan yang terakhir adalah ..., yah! Foto remaja Mas Al bersama seorang wanita cantik. Tapi di album usang itu, yang kulihat justru lebih banyak foto wanita itu daripada foto kebersamaan mereka. Kelihatan sekali bahwa sang fotografer sangat mengagumi gadis dengan ikat rambut kain cantik itu.

Yang membuatku terkejut adalah ..., di bagian terakhir album, foto pernikahan mereka.

🍏🍏🍏

Bersambung
Situbondo, 17 Desember 2018

Continue Reading

You'll Also Like

310K 38.8K 39
[PART LENGKAP] May contain some mature convos and scenes Bagi Abigail Williams, El adalah tempatnya berkeluh kesah setelah diputus oleh para mantan...
316K 803 4
bocil diharap menjauh
1.2M 56.1K 38
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...
681K 53K 53
[COMPLETED] Beleaguered : Terkepung Meisya seorang jomlo menaun yang sedang dilanda kebingungan dengan perubahan hidupnya akhir-akhir ini. Dia mendap...