Fall in Love with Sweet Devil

By coldautumn

335K 50.4K 10.9K

Jinae tidak pernah menyangka jika ia harus bertemu kembali dengan Yoongi, tetangga sekaligus teman masa kecil... More

[TRAILER]
Prolog
01. Awal yang Buruk
02. Kesialan yang Berakhir Baik
03. Tidak Seburuk Kelihatannya
04. Tersesat
05. Sesuatu yang Manis
06. Mencoba untuk Luluh
07. Pengantar Tidur
08. Hal Baru
09. Antara Khawatir dan Kesal
10. Sebuah Rahasia
11. Penyelamatan (Lagi)
12. Ragu-ragu
14. Alasan
15. Hujan dan Penyesalan
16. Salah Siapa?
17. Sebuah Harapan Baru
18. Gadis Bodoh
19. Rahasia Kecil
20. Kecewa itu Ada
21. Yoongi Mencurinya
22. Membangun Kepercayaan
23. Penawar Hati yang Luka
24. Sadar Diri
25. Harapan Semu
26. Alasan untuk Bertahan
27. Pergi
28. Menghilang
29. Pilihan
30. Pengakuan
31. Air Mata dan Kebahagiaan
32. Dari Hati ke Hati
33. Deep in Love
34. Ketakutan Terbesar
35. Make a Deal with Yourself
36. Penantian Panjang
37. Dia yang Romantis
38. Kembali
39. Hati yang Bicara
40. Safe and Sound
41. Sweet Life
42. A new chapter begins

13. Mulai Penasaran

9.1K 1.3K 231
By coldautumn

Matahari sore tidak terlalu terik, angin bergerak menyejukkan, dan dua gelas es kopi menjadi pelengkap ketika Jinae dan Jimin memutuskan untuk mengisi sore hari mereka bersama. Di salah satu kafe terbaik yang masih berada di kawasan kampus, mereka larut dalam obrolan ringan yang telah terjalin selama dua jam penuh. Saat seburat keorenan kian terlukis di sepanjang langit, Jinae tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

Rasanya indah sekali memandangi langit cerah itu dari atas sana. Jimin benar-benar memilih tempat yang tepat. Mereka berada di rooftop kafe dengan nuansa kekinian. Ada beberapa meja dan kursi kayu di setiap sudut, juga sofa bantal yang di atasnya terdapat payung besar. Kemudian di tambah panggung kecil di dekat pintu masuk dengan lampu-lampu kecil yang menyala ketika malam datang.

Jinae memutuskan untuk berjalan menuju pembatas gedung. Bersandar di sana sambil menatapi gedung-gedung pencakar langit yang mulai bercahaya.

"Kau suka tempat ini, Ji?" Jimin melangkahkan kakinya mendekat. Menyusul Jinae yang sudah lebih dulu berada di sana, lalu mengambil tempat di sebelah gadis itu. Ia terkekeh renyah ketika mendapati Jinae mengangguk dengan antusias. Pandangannya tak lepas dari jejeran gedung pencakar langit di hadapan mereka.

"Sepertinya tempat ini akan menjadi tempat favorit-ku di sini. Keren. Aku suka ketinggian, dan di sini rasanya cocok sekali."

"Yah, tentu. Anak-anak kampus kita sering sekali mengadakan acara di sini. Kau harus tahu itu."

Sekali lagi Jinae mengangguk. Kemudian kedua matanya kembali menyorot langit. Rasanya nyaman. Jinae tidak pernah setenang ini semenjak terpaksa pindah ke Seoul. Kalau mau tahu, diam-diam Jinae sering menangis saat malam hari. Tepatnya, saat Yoongi selesai mengecek keadaan Jinae sebelum pergi tidur. Jinae tidak bodoh, ia tahu kalau diam-diam Yoongi sering datang ke kamarnya hanya untuk sekedar membenarkan selimut Jinae.

Persis seperti saat mereka masih tinggal di Daegu saat Jinae sering menginap di rumah Yoongi.

Tetapi anehnya, kenapa Jinae merasa kalau Yoongi tak pernah berubah? Ayolah, mereka sudah lama tidak bertemu, dan Jinae yakin kalau Yoongi sudah banyak melupakannya, karena Jinae pun begitu. Jujur saja, bahkan setelah lulus SMA, Jinae tak lagi mengingat Yoongi. Baginya, Yoongi benar-benar menyebalkan karena pergi tanpa pamit padanya. Semenjak saat itu, Jinae putuskan untuk melupakan Min Yoongi.

Melupakan bahwa ia sempat memiliki perasaan yang lebih untuk teman masa kecilnya itu. Jinae menganggapnya hanya sebuah cinta konyol. Perasaan yang tumbuh saat ia masih duduk di bangku kelas satu SMP.

"Jinae," panggil Jimin pelan. Seluruh atensinya berpusat pada Jinae, memandangnya penuh tanya. "Kalau boleh tahu, apa alasanmu pindah ke Seoul? Maksudku, jika memang keluargamu sedang terbelit masalah keuangan, kenapa mereka tidak menyuruhmu untuk tinggal di Daegu saja? Kenapa harus Seoul?"

Sebenarnya Jimin agak ragu menanyakan hal itu. Ia tahu bahwa mereka belum lama kenal, dan Jimin rasa pertanyaannya barusan telah mengusik privasi Jinae. Terlihat dari senyum Jinae yang perlahan memhudar, tetapi salahkan hati kecilnya yang benar-benar penasaran. Mendengar Jinae bercerita bahwa sebelumnya gadis itu sudah lama tinggal di luar negeri dan terpaksa kembali ke Korea, benar-benar membuatnya penasaran tentang apa yang terjadi pada Jinae. Bukan, Jimin bukan berusaha mengusik kehidupan pribadi Jinae, hanya saja ia sungguh penasaran.

Mendengar penuturan Jimin barusan, tak pelak membuat batin Jinae kembali bersuara. Setiap sel-sel dalam otaknya seolah berputar, dan mencari celah agar Jinae bisa mendapat jawaban atas pertanyaan yang sebenarnya ia sendiri tidak tahu harus jawab apa. Jimin benar. Tiba-tiba saja ingatan tentang semua hal yang Jinae alami satu bulan terakhir, tersusun rapi dengan sendirinya.

Jinae sendiri tidak tahu apa alasan kedua orang tuanya menyuruhnya untuk melanjutkan kuliah di Seoul, padahal Daegu juga memiliki universitas terbaiknya. Atau kenapa ia tiba-tiba dipaksa untuk tinggal bersama Min Yoongi. Dari sekian banyak anak teman Mama, kenapa harus Yoongi? Apakah ada yang Jinae tidak ketahui selama ini?

"Aku juga tidak tahu, Jim." Jinae menyemburkan napas panjang. Memikirkannya sungguh membuat Jinae merasa lelah. Ia sedang mencoba untuk tegar dalam menjalani ini semua, tetapi terkadang memang ada saja yang membuatnya kembali pada titik terbawah.

Uh, Jimin jadi merasa tidak enak.

Sebenarnya Jimin merasa kasihan dengan apa yang Jinae alami, tetapi Jimin tahu kalau gadis itu selalu berusaha tegar. Jimin bisa lihat dari kedua matanya yang selalu berkaca-kaca saat Jinae menceritakan hal-hal menyenangkan yang telah ia lalui.

"Mau dengar aku bernyanyi tidak?"

Pada akhirnya Jimin lebih memilih untuk membantu Jinae melupakan masalahnya. Ia tidak tahan melihat Jinae murung, atau banyak melamun seperti sekarang. Jimin tahu kalau batin gadis itu pasti sedang berkecamuk. Maka dari itu, Jimin menawarkan sebuah penawaran yang jarang sekali ia perlihatkan secara khusus kepada gadis-gadis yang pernah ia kencani. Dan melihat Jinae menoleh dengan anggukan antusias, membuat hati Jimin menghangat. Ia suka melihat gadis itu tersenyum.

"Tetapi janji ya setelah ini, kau tidak bersedih lagi?"

Sempat berpikir sejenak, Jinae lantas mengulum senyum manis. "Akan aku coba."

Setelahnya Jimin segera menarik pergelangan tangan Jinae menuju kursi di dekat panggung. Menyuruh gadis itu duduk di sana, sementara ia naik ke atas panggung dan mengambil salah satu gitar akustik. Presensi Jimin di atas panggung, mampu membuatnya menjadi pusat perhatian seluruh pasang mata di sana. Oh, tentu saja, memangnya siapa yang mau melewatkan penampilan dari pria tampan macam Jimin?

"Oke, cek, a a a.." Jimin mendekatkan bibirnya ke arah mikrofon. Kemudian mencari posisi ternyaman dengan duduk di atas kursi yang biasa digunakan untuk para penyanyi yang sering mengisi acara di kafe itu. "Selamat sore, semua. Aku Park Jimin, pemilik kafe iniㅡeh tidak, sebenarnya ini kafe milik Ibuku, hanya saja aku yang disuruh menjaganya."

Jangan tanya bagaimana riuhnya tempat itu. Bahkan beberapa pelanggan yang berada di dalam ruangan, bergegas pindah menuju ruang terbuka itu saat mendengar suara lembut Jimin. Beberapa pelayan pun tak luput ikut menyaksikan bagaimana Bos mereka akan unjuk kebolehan. Sesuatu yang langka. Biasanya Jimin hanya akan datang untuk mengecek beberapa hal, dan itu pun hanya sebentar saja. Makanya, ketika tadi Jimin datang bersama seorang gadis dan mereka menghabiskan waktu bersama di tempat ini, para pelayan itu sempat heboh.

Dan mengenai Jinae, gadis itu benar-benar terkejut sampai sempat lupa untuk menutup mulutnya. Kenapa Jimin tidak bercerita kalau ia pemilik tempat ini? Wah, Jinae jadi merasa dikhianati, padahal ia sudah menceritakan banyak hal kepada Jimin. Eh, apa Jinae terlalu banyak mengoceh ya sampai tidak memberikan Jimin kesempatan untuk bicara, ya?

Tidak mau ambil pusing, Jinae pun ikut bertepuk tangan seperti pelanggan yang lain.

"Aku ingin menyanyikan sebuah lagu untuk teman baruku," kata Jimin lagi. Sontak membuat beberapa pasang mata melirik ke arah Jinae, dan gadis itu tidak peduli sama sekali. Malahan, ia terus menatap Jimin dengan senyum terukir di wajahnya. "Jangan bersedih lagi, ya, Jinae."

Kemudian setelah itu terdengar suara petikan gitar yang menenuhi setiap rungu. Beberapa orang bahkan dengan terang-terangan mengambil video atau pun foto Jimin. Sementara Jinae, ia larut dalam pikirannya sekali pun masih bersitatap dengan Jimin yang sedang membawakan lagu I Don't Want To Miss A Thing milik Aerosmith. Pikirannya kalut, dan hanya ada satu nama yang ia terlintas di benaknya saat ini.

Min Yoongi.

Seperti janjinya waktu itu, Jinae membiarkan Jimin mengantarnya pulang. Hanya sampai di depan gedung apartemen, karena Jinae sendiri tidak memberitahu Jimin bahwa ia tinggal bersama Yoongi. Bisa gawat. Jinae hanya malas menjawab jika Jimin menyerbunya dengan berbagai macam hal.

"Jim, terima kasih untuk hari ini, ya. Semoga kita bisa berteman dengan baik." Jinae tersenyum tulus. Ia memang senang kok bisa berteman dengan Jimin. Sekali pun mereka baru bertemu, dan diawali dengan insiden yang kurang mengenakkan, Jinae pikir tidak menjadi halangan untuk mereka tetap berteman. Jimin pemuda yang baik, juga manis.

"Tentu. Sepertinya kita memang ditakdirkan untuk berteman, kau tahu? Sudah berapa kali kita bertemu secara kebetulan? Ah, hari ini yang ketiga, bukan?"

"Iya, kau benar," jawab Jinae antusias. Lantas keduanya sama-sama terkekeh, sebelum ucapan Jimin mampu membuat tawa Jinae meledak seketika.

"Kata orang, tiga kali bertemu karena kebetulan itu berarti jodoh, loh, Ji."

Jinae tak ambil pusing dengan ucapan Jimin. Ia hanya menganggapnya sebagai guyonan belaka. Lagi pula, siapa yang masih percaya dengan hal-hal semacam itu di abad sekarang? Eiy, Jinae yakin kalau itu hanya salah satu trik Jimin untuk menggodanya. Jangan lupa, Jimin itu pemuda yang pandai merayu. Jinae jadi penasaran bagaimana pemuda itu di kampus.

"Kau masih percaya dengan hal seperti itu? Astaga, Jim, kau hidup di tahun berapa, sih? Jodoh itu sudah diatur, kalau pun di luar sana ada orang yang benar-benar bertemu secara kebetulan dan mereka berjodoh, percaya deh kalau semua itu memang skenario Tuhan untuk mereka. Kita kan mana tahu rencana Yang Maha Kuasa?"

Ah, benar. Jimin sempat termangu sebelum menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Jinae ini rasional sekali jalan pikirannya. Jimin jadi semakin tertarik.

"Baiklah, baiklah. Kalau begitu, apa besok mau berangkat kuliah bersama? Kebetulan besok aku ada kelas, dan aku bisa menjemputmu."

Sebenarnya Jinae bisa saja menolak tawaran Jimin. Hanya saja, rasanya ia tidak tega, Jimin itu sudah baik sekali padanya. Mendengar keluh kesahnya, mentraktirnya makan, dan bernyanyi untuknya. Masa iya tawaran Jimin, ia tolak? Lagi pula, itung-itung menghemat ongkos, kan? Setidaknya ia juga tidak perlu berjalan kaki ke halte bus. Jadi, sebagai jawaban, Jinae mengangguk pelan.

"Boleh, itu ide yang bagus." Jinae menyengir. Tak pelak membuat Jimin ingin sekali mengacak rambut gadis itu gemas, namun ia tahan. "Aku masuk dulu ya, Jim. Kau hati-hati. Jangan ngebut. Patuhi lalu lintas."

"Siap, Bu Boss! Aku pulang dulu, ya. Sampai bertemu besok pagi." Jimin melebarkan senyumnya hingga kedua matanya membentuk sebuah garis yang terlihat manis. "Selamat malam, Jinae. Tidur yang nyenyak ya! Kalau tidak bisa tidur, kau bisa meneleponku. Aku bisa bernyanyi untukmu sepanjang malam."

Sontak membuat Jinae terkikik geli. "Berhenti merayuku, Jimin! Selamat malam!" Jinae melepas sabuk pengaman sebelum keluar dari dalam mobil Jimin. Sempat melambaikan tangannya pada pemuda itu sebelum mobil itu semakin menjauh dari pandangannya dan hilang di telan malam.

Jinae mengembuskan napas berat. Sebenarnya masih ada beberapa hal yang sejak tadi mengganjal pikirannya. Tetapi, ia tidak mau ambil pusing dulu. Toh, semua ini sedang ia jalani. Kalau pun Jinae bertanya pada Mama, Jinae hanya takut kalau malah membebani kedua orang tuanya. Jinae tidak mau banyak menuntut, makanya ia terima-terima saja.

Pun gadis itu segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam gedung apartemen. Saat melewati lobby, Jinae tidak lupa untuk menyapa petugas keamanan yang berjaga. Orang-orang di sini baik kok, Jinae bahkan mengenal beberapa tetangganya. Lagi pula, selama Jinae bersikap baik, ia yakin kalau ia akan di kelilingi oleh orang baik pula.

Kebetulan lift terbuka, dan beberapa orang keluar dari dalamnya. Ia sempat sedikit menundukkan kepalanya kepada sepasang suami istri tua yang tersenyum padanya. Memberi mereka ruang untuk berjalan keluar dari dalam lift, lalu Jinae masuk ke dalamnya. Hanya ada Jinae di dalam lift, dan itu membuat Jinae ingin cepat-cepat keluar dari dalam kapsul itu.

Setelah memastikan bawa ia tiba di lantai yang benar, Jinae segera berjalan cepat menuju pintu apartmen. Malam ini lorong koridor memang sepi. Jadi, secepat mungkin Jinae menekan kombinasi passcode, lalu menarik tuas pintu. Apartemen Yoongi gelap. Itu tandanya, Yoongi belum pulang. Jinae sih memang belum sempat mengecek ponselnya, toh lagi pula Yoongi memang tidak pernah mengabari pulang jam berapa. Salah Jinae juga tidak bertanya, sih.

Tatapannya tertuju pada pintu kamar Yoongi yang sedikit terbuka. Mungkin tadi siang Yoongi sempat pulang dulu, karena Jinae yakin kalau ia sudah menutup semua pintu sebelum berangkat kuliah. Berniat untuk menutupnya kembali, tiba-tiba Jinae malah masuk ke dalamnya karena mencium aroma Yoongi dari dalam sana.

Sebenarnya tidak ada yang aneh. Semua masih sama seperti pertama kali Jinae masuk ke dalam sini. Dinding bercat abu-abu, rumah anjing milik Min Holly, serta rak buku kecil di sudut ruang. Jinae baru sadar kalau Yoongi itu suka membaca, melihat bagaimana banyaknya koleksi buku pemuda itu. Ya, walaupun Yoongi lebih sering menghabiskan waktunya di studio musik kecilnya, sih.

"Min Yoongi, kau benar-benar membuatku penasaran. Kenapa kau membiarkanku tinggal bersamamu? Apa hanya karena Mama meminta padamu, lantas kau turuti begitu saja?"

Pertanyaan itu datang lagi dan benar-benar membuat Jinae merasa frustasi. Semenjak mendengar pertanyaan Jimin tadi, Jinae jadi terus kepikiran. Sebenarnya, apa alasan Yoongi mau menampungnya?

Jinae merebahkan tubuhnya di atas ranjang milik Yoongi. Kepalanya terasa berputar dan ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Jinae tahu kalau dirinya memang tidak tahu diri. Sudah beruntung Yoongi mau menampungnya di sini, tetapi ia malah berpikir yang tidak-tidak tentang pemuda itu. Berada di tempat ini, rasanya Jinae seperti sedang dipeluk Yoongi. Aromanya kuat sekali.

Seketika membuat Jinae merindukan pemuda Min itu.

Jinae memutar tubuhnya jadi menghadap samping. Baru hendak bangun dari sana sebelum tatapannya jatuh pada sebuah benda tak asing yang terlihat dari celah laci kecil yang terletak di bawah meja.

Pukul sebelas malam, dan Yoongi baru saja melangkah masuk ke dalam apartemennya. Ia menghela napas lelah. Bahunya merosot begitu saja. Hari ini memang sungguh melelahkan. Selain karena Yoongi lupa mengirimkan file yang seharusnya ia kirim kemarin malam, tiba-tiba saja Bos besar di agensinya kurang menyetujui instrumen musik yang Yoongi buat. Sedikit kurang sempurna, katanya.

Maka dari itu seharian ini Yoongi benar-benar tidak keluar dari dalam studioㅡya, walaupun biasanya begitu, sih. Tetapi kali ini ia bersama beberapa teman produsernya yang lain benar-benar berkumpul untuk membahas masalah ini. Sampai akhirnya selesai pada pukul sembilan tadi. Mereka sih ada yang menginap di studio, dan Yoongi pun biasanya begitu.

Sejujurnya, Yoongi memang sering menginap di studio. Ia jarang sekali pulang ke apartemen. Makanya, Yoongi lebih sering menitipkan Min Holly di pet shop langganannya kalau sedang sibuk seperti belakangan ini. Tetapi, semua itu berubah semenjak Jinae tinggal bersamanya.

Selelah apa pun Yoongi, ia akan memaksakan dirinya untuk pulang karena ia tahu, sekarang ada seseorang yang selalu menunggunya untuk pulang.

"Apa Jinae sudah tidur, ya?" gumam Yoongi.

Seperti hal yang selalu ia lakukan setiap malamnya, Yoongi melangkah pelan menuju kamar Jinae. Menempelkan telapak tangannya pada tuas pintu, sebelum menekannya dan mendorong pintu tersebut sampai apa yang ada di dalamnya benar-benar membuat Yoongi terkejut.

Kosong. Yoongi tak dapat menemukan presensi Jinae di dalam sana seperti malam-malam sebelumnya.

Secepat kilat Yoongi melangkah masuk. Menuju kamar mandi yang terletak di sudut ruang. "Jinae, kau di dalam?" mengetuk pelan, lantas membukanya begitu saja dengan degup jantung yang mulai cepat. Namun, nihil. Jinae tidak ada di sana.

Malam kian merangkak naik, dan Yoongi tidak dapat menemukan Jinae di dalam kamarnya. Tidak mungkin Jinae belum pulang karena sekarang sudah pukul sebelas malam. Yoongi segera bergegas keluar kamar, memeriksa satu persatu ruangan yang ada di apartemennya.

Oh, sial. Rasanya Yoongi ingin mengumpat ketika ia menemukan tubuh mungil itu sedang meringkuk seperti bayi di bawah selimut, di kamarnya sendiri. Jujur saja, ia merasa lega sekaligus penasaran kenapa Jinae bisa tidur di dalam kamarnya. Apa Jinae merindukannya seperti ia merindukan gadis itu?

Yoongi segera melangkah masuk. Berusaha tidak menimbulkan suara apa pun, dan duduk di tepi ranjang. Mengamati raut damai yang sedang terlelap itu. Di bawah sinar lampu yang temaran, Yoongi bisa melihat jejak air mata yang berbekas di pipi halus Jinae. Seketika ia termenung untuk waktu yang cukup lama.

"Kau menangis?" rasanya hati Yoongi mencelos saat kedua alis Jinae tiba-tiba saja merengut. Apa gadis itu bermimpi buruk, sampai-sampai tidak tenang begitu? Pelan-pelan Yoongi mengangkat jemari kurusnya, mengusap kedua alis Jiane lembut, juga menghapus sisa air mata di sudut matanya. "Kau akan baik-baik saja, Jinae. Aku janji."

Seperti janjinya kepada kedua orang tua Jinae, ia berusaha untuk menjaga Jinae. Melindungi gadis itu dari apa pun.

Yoongi terus mengusap kening Jinae sampai wajahnya kembali tenang. Namun, sedetik kemudian, kedua mata Jinae terbuka perlahan.

"Apa aku membangunkanmu?" ucap Yoongi masih dengan posisi yang sama. Pemuda itu tersenyum tipis, sedikit merapikan helaian rambut Jinae yang menutupi wajah gadis itu. Mereka saling pandang dalam diam.

Jinae tidak tahu ini mimpi atau bukan, yang jelas, jika saja ini sebuah mimpi, Jinae tidak ingin bangun. Melihat bagaimana wajah Yoongi di bawah temaram lampu, merasakan sentuhan tangan halus pemuda itu di wajahnya, benar-benar membuatnya nyaman. Ia masih terus memandangi Yoongi. Berharap presensi pria itu tidak akan pernah hilang dari hadapannya.

Sekali pun Yoongi penasaran dengan alasan Jinae menangis, pemuda itu malah berkata, "Tidur lagi, ya. Aku di sini."

Ah, ini bukan mimpi rupanya. Yoongi memang benar-benar ada di hadapannya. Rasanya air mata Jinae ingin mendesak keluar ketika ia teringat sesuatu. Perlahan Jinae mengambil sebuah barang yang ia sembunyikan di bawah bantalnya.

Dan sukses membuat Yoongi terkejut.

"Kenapa dompetku bisa ada padamu, Yoon?"

Pergerakan Yoongi sempat terhenti, dan Jinae tak dapat menahan air matanya lagi. Ya, itu adalah dompet Jinae yang ia kira tertinggal di dalam taksi yang membawanya datang ke tempat ini untuk pertama kali. Kalau saja Jinae tidak kehilangan benda itu, bisa dipastikan bahwa ia tidak akan tinggal di apartemen Yoongi karena dari awal ia memang tidak pernah menginginkan untuk menumpang padanya. Ia juga tidak akan bertemu dengan preman-preman itu, atau membuang jauh harga dirinya demi meminjam uang pada Yoongi yang jelas-jelas sudah tak pernah ia temui lagi untuk waktu yang sangat lama.

Jinae juga punya harga diri. Kenapa rasanya Yoongi seolah mengabaikan hal itu? Apa Yoongi pikir Jinae senang tinggal bersamanya? Yoongi tidak tahu saja bagaimana caranya Jinae mencoba untuk membuang rasa malunya jauh-jauh.

"Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku, Yoon?" dengan posisi seperti ini, mudah bagi Jinae untuk lebih leluasa meloloskan air matanya. Mereka masih bersitatap, sementara itu Yoongi masih enggan untuk membuka mulutnya. "Apa kau tahu betapa malunya aku saat pertama kali tahu bahwa aku harus menumpang padamu? Kalau saja dompet itu tidak hilang, setidaknya aku masih bisa membiayai diriku sendiri sampai mendapat pekerjaan nanti. Kenapa kau tegaㅡ" Jinae tak dapat melanjutkan ucapannya lagi. Rongga dadanya terasa sesak, dan ia sudah lelah menangis selama tiga jam penuh.

Melihat itu, Yoongi sungguh tidak tega. Lantas pemuda itu ikut naik ke atas ranjang. Merebahkan dirinya di samping Jinae, dan segera merengkuh gadis itu ke dalam peluknya. Tubuh Jinae bergetar hebat. Ia mencoba untuk meloloskan dirinya dengan memukul-mukul dada Yoongi secara brutal karena tak dapat menahan kekecewannya pada pemuda itu.

"Kau boleh memukulku semaumu, Ji. Kau boleh marah padaku, tetapi aku mohon, berhentilah menangis. Itu juga menyakitiku." Pelukan Yoongi kian mengerat. Ia membiarkan dadanya di pukul Jinae berulang kali sampai akhirnya kekuatan gadis itu melemah dan tak bisa berbuat apa pun lagi selain membalas pelukan Yoongi seraya meremat jaket yang Yoongi kenakan. Ia menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Yoongi.

"Kau jahat!" ucap Jinae sambil terus terisak. Anehnya, ia merasa lega ketika Yoongi beralih untuk mengusap punggungnya dengan lembut.

Yoongi menyandarkan dagunya di atas puncak kepala Jinae sementara satu tangannya ia biarkan untuk membelai kepala gadis itu hingga ke punggung. Berusaha menenangkan Jinae. "Besok. Besok akan aku jelaskan. Malam ini, biarkan seperti ini dulu. Biarkan aku memelukmu hingga fajar menjelang. Kalau besok kau sudah mendengar penjelasanku, kau boleh memilih untuk tetap tinggal atau pergi. Semua terserah padamu."

Tak pelak membuat Jinae kembali terisak kecil. Kali ini ia benar-benar memeluk tubuh Yoongi dengan erat. Membiarkan dirinya tenggelam di dalam dekapan hangat itu. Berharap kalau fajar akan tiba dalam waktu yang sangat lama karena tiba-tiba saja Jinae merasa tidak ingin melepas semua ini. Termasuk Min Yoongi.

Enaknya jadi Jinae dikasih yang manis-manis mulu:( btw udah mulai ngeship belum nih? Tim mana nih? Wkwk yak kedepannya keknya Jimin bakalan sering muncul bersamaan dengan konflik yang kian melebar. Menurut kalian, Jinae bakalan pindah atau enggak setelah mendengar penjelasan Yoongi nanti?

Btw gengs, Jimin makin hawt astaga! Gak kuku aku tuh! Lemah dah gue kalo Jimin begini terus😭 ❤ Oh iya, kalo aku bikin grup di line ada yang mau join kah? Dulu sempet bikin sih, tapi aku ratain wkwk niatnya mau reborn lagi nih, bareng sama pembaca Closer juga. Grup kpop gitu sih, bebas ngebahas apa aja, mau tentang wp, idol, kdrama, atau apa pun asalkan nggak war aja. Baru niatan sih, liat respon kalian dulu gimana.

Jangan lupa vote dan komen heheww 😙 semangat terus dalam menjalani aktivitas kalian yaw ❤ happy weekend!!

ㅡRin.

Continue Reading

You'll Also Like

82.3K 8.7K 26
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...
82.6K 8K 32
Supaporn Faye Malisorn adalah CEO dan pendiri dari Malisorn Corporation yang memiliki Istri bernama Yoko Apasra Lertprasert seorang Aktris ternama di...
712K 57.4K 61
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...
81.2K 8.2K 35
FIKSI