Chance

By YolandaMailia

101K 7.5K 691

Sequel of Seducing James Beberapa tahun berlalu, James menjadi seseorang yang dingin dan tidak tersentuh. Per... More

Prakata
Visual Character
Prolog 1.1
Prolog 1.2
Chapter 1 - Meet Again
Chapter 2 - I know You're Lie To Me
Chapter 3 - You're Mine, Nadine
Chapter 4 - Jealous
Chapter 6 - After Sleep
Chapter 7 - Try Again?
Chapter 8 - Our Wild Fantasy
Chapter 9 - Confused
Chapter 10 - I'm the Controller
Chapter 11 - Las Vegas
Chapter 12 - Who Are You, Reid?
Chapter 13 - Hiltzalea
Chapter 14 - Bad Boy
Chapter 15 - Haziel Gerardo
Chapter 16 - Thief
Chapter 17 - Amazing Plan
Chapter 18 - Yes and Die
Chapter 19 - Don't Leave Me Alone
Chapter 20 - Damn it!
Chapter 21 - Welcome to My Hell
Chapter 22 - An Accident
Chapter 23 - Rival?
Chapter 24 - The Lost Story
Chapter 25 - Trap For Everyone
Chapter 26 - I've Playing With Demon
Chapter 27 - Finally, Mrs. Reid
Chapter 28 - The Land of Beauty
Chapter 29 - Wolfram : The War Begins
Chapter 30 - Now It's Just Between You and I
Chapter 31 - Don't Go With No Gun
Chapter 32 - Reid Legacy : Jayden Nicolas Reid
Chapter 33 - The Beginning of The Destruction
Chapter 34 - We Lost Each Other
Chapter 35 - The War : When Death Comes (Last Chapter)
Epilog 1.1
Epilog 1.2

Chapter 5 - Bad Situation

3.6K 255 12
By YolandaMailia

Setelah memastikan Nadine pulang dengan selamat, James langsung pergi untuk menemui seseorang di pangkalan udara. James sengaja tidak memberitahu apapun kepada Nadine tentang kepergiannya secara tiba-tiba. James hanya tidak ingin membuat wanita itu khawatir—walaupun ia tidak yakin hal itu akan terjadi.

James melangkah cepat bersama beberapa pengawal bertubuh besar yang berjalan mengikutinya. Setelah di dekat pesawat, Lucas datang dengan sebuah berkas di tangannya. Lucas berusaha menyamakan langkahnya dengan James, mengikuti pria itu yang berjalan ke arah pesawat.

"Apa yang terjadi?" tanya James.

"Permata seharga seratus dua puluh tujuh juta dolar yang akan kita jual dicuri saat melakukan transaksi."

James menggeram. "Bagaimana hal seperti ini bisa terjadi. Apa mereka bodoh?!"

Lucas terlihat membuka-buka berkas tersebut. Terlihat foto seorang pria berperawakan besar dengan wajah ala timur tengah. "Pria ini bernama Abimael Barnabas, seorang Yahudi yang berasal dari Iran. Barnabas merupakan seorang aktivis perlindungan wanita dan anak yang tentunya hanya sebuah samaran untuk mendapatkan koneksi politik yang membuatnya sulit untuk ditangkap. Barnabas seorang teroris kelas menengah dan menamai mereka sebagai Apolitis. Barnabas bertanggung jawab atas penjualan organ manusia,  pencucian uang dan pemasok narkoba ke Indonesia. Dengan dalih ingin membuat tatanan dunia baru, ia berusaha untuk mengumpulkan koneksi dan para tentara yang akan membantunya."

"Apa yang akan kita lakukan untuk mendapatkan permata kita kembali?"

Seorang pramugari cantik membungkuk saat James dan Lucas memasuki kabin pesawat. James mengusir pramugari itu setelah dia menuangkan anggur di gelasnya.

"Barnabas akan melakukan pertemuan dengan Daniel Happer untuk merundingkan pengiriman permata yang ia ambil dari kita. Daniel seorang pengamat permata yang sering memalsukan perhiasan. Mereka akan bertemu di rooftop sebuah hotel baru di Singapura. Kita hanya memiliki waktu 27 jam untuk membunuh Barnabas dan mengambil kembali apa yang dia curi."

***

Pangkalan Udara, Singapura

Pesawat yang ditumpangi James mendarat di salah satu pangkalan udara Singapura ketika cahaya matahari kembali terbenam di hari selanjutnya. Sebuah mobil sudah menunggunya ketika keluar dari pesawat. Ia dan Lucas memutuskan untuk mengendarai mobil bersama tanpa seorang sopir. Beberapa mobil besar mengikuti mereka di belakang, dan satu mobil lainnya berada di depan mobil James dan Lucas seolah menjadi tameng untuk mereka.

"Apa rencana anda selanjutnya, Tuan?" tanya Lucas.

"Sedang kupikirkan," jawab James dengan santai.

Mobil yang dikendarai Lucas memasuki sebuah pelataran hotel berbintang lima di kawasan kota. Kabarnya nanti malam akan ada sebuah pesta pembukaan hotel ini, dan James menjadi salah satu daftar tamu undangan.

Pelayan yang berjaga di depan pintu menunduk ketika ia masuk bersama Lucas, sedangkan anak buahnya yang lain hanya berjaga dari mobil mereka. Tapi James tidak terlalu mengekang anak buah yang ia bawa untuk perjalanan luar negeri. Setidaknya James tetap membiarkan mereka ke kedai kopi di kala waktu luang.

Seorang pelayan membawa James ke salah satu suite di lantai sembilan. James akan menyegarkan dirinya terlebih dahulu sebelum melakukan aksi untuk tiga jam ke depan. Setelah membersihkan diri, James memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di kasur. Ketika memejamkan mata, Nadine kembali menguasai pikirannya. Wajah wanita itu berada di setiap sudut pikirannya. Berbagai macam ekspresi dengan satu kecantikan yang serupa. Sial. Keadaan seperti ini membuat James tidak dapat meninggalkan wanita itu dengan waktu yang lama.

James tiba-tiba merasakan dirinya berada di sebuah gedung tua yang tidak terpakai. Sekelilingnya terlihat sepi, dinding gedung ditumbuhi lumut dan tetesan air terdengar hingga mengganggu indra pendengaran James. Sekitarnya terasa berputar-putar, dan tawa seseorang membuatnya menjadi waspada. James mengamati sekitarnya, sepi dan kosong. Lalu sebuah tawa kembali terdengar.

"Siapa di sana?" teriak James, suaranya bergema.

James merasakan bayangan hitam bergerak cepat di sekitarnya. Pria itu berputar, terlihat waspada dengan lirikan mata yang mengarah ke mana saja. James tidak ingin memberikan orang itu kesempatan untuk menyerangnya. Tapi apapun yang dilakukan James, tetap saja membuatnya kecolongan. James merasakan benda dingin menyentuh pelipisnya.

James berhenti bergerak, terdiam bagaikan batung di tempatnya. Ia bukan takut untuk tertembak, hanya saja James tidak ingin kalah sebelum melawan. Pria itu tahu siapa pun yang sedang menodongnya menggunakan pistol, dapat melakukan apa saja. Orang ini bukan orang sembarangan yang akan kalah dengan satu tendangan.

James mengangkat tangannya ke udara, dan tawa kembali terdengar. James tahu pria ini hanya akan bermain-main terlebih dahulu kepadanya. Ada yang di sembunyikan, dan James harus tahu apa itu.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya James dengan suara yang mendesis.

"Malaikat maut."

"Apa yang kau inginkan dariku?"

"Aku tidak ingin apa-apa darimu, Asesin. Aku hanya ingin kau melihat ini," lalu seseorang pria berpakaian hitam dengan rambut pirang berjalan ke arah James bersama seorang yang ia seret dengannya.

James tidak dapat mengenali siapa itu, kepada orang itu ditutupi dengan sebuah kain. "Melihat gadismu mati di depanmu."

James membelak kaget ketika penutup kepala tersebut di lepas. Nadine berdiri di hadapannya dengan keadaan yang mengenaskan. Pipi wanita itu terlihat lebam dan James melihat darah yang mengering di sudut bibir Nadine. Tubuh Nadine yang hanya mengenakan tanktop terlihat tergores karena cambukkan.

James dapat merasakan penderitaan yang diterima oleh wanita Asia-nya. Rambut Nadine basah dan berantakan. Tubuhnya penuh memar, dan tatapan Nadine menggambarkan keputusasaan.

Ingin rasanya James berlari ke arah Nadine dan memeluk wanita itu. Tapi James tahu ia sekarang tidak bisa melakukan apapun. Sekali ia bersikap ceroboh, maka nyawa dirinya dan Nadine akan terancam.

"Lepaskan wanita itu!" James menggeram marah.

"Jika aku membunuhmu, itu tidak akan menguntungkanku. Aku ingin kau hancur, Asesin. Atau aku bisa memanggilmu James." Itu merupakan pernyataan. "Kau akan hancur saat kau menyaksikan kekasihmu merenggang nyawa di depanmu."

James benci berada dalam keadaan seperti ini. Ia benci tidak dapat berbuat apa-apa. James benci terlihat lemah di hadapan lawannya.

Sebuah ide terlintas di pikiran James ketika ia menutup matanya. "Jika kau bukan pengecut, kau seharusnya menghadapiku terlebih dahulu. Kemenangan bukan dia yang berhasil mengalahkan, tapi tentang sebuah pengorbanan yang dilakukan untuk meraih kemenangan yang kau maksud."

Bayangan hitam itu lagi-lagi tertawa. "Rupanya kau banyak bicara, James."

"Kau sudah salah memilih lawan," sambungnya.

"Aku tidak mengukur kekuatan lawanku dalam keadaan seperti ini. Bertarung secara jantan lebih baik, dari pada keadaan ini."

"Aku anggap itu permintaan terakhirmu sebelum masuk ke dalam hidupmu yang akan hancur, James."

Pria itu melepaskan James, dan mereka sudah berdiri saling berhadapan. James tidak mengenali wajah itu sama sekali. Terlihat asing dan tidak pernah berjumpa. James tidak tahu apa yang membuat pria itu membencinya. Dan James sadar, banyak musuhnya di luaran sana. Bisa siapa saja dan dari kalangan mana saja. Semuanya terjadi begitu saja tanpa dapat diduganya.

James menunjuk senjata api yang masih berada di genggaman pria di depannya. "Pertarungan akan dikatakan adil jika kau tidak menggunakan benda itu."

Pria itu tersenyum menyeringai. "Baiklah," ia melempar senjatanya ke lantai sambil terus menatap ke arah James.

Mereka berdua masih dalam keadaan diam sambil menatap satu sama lain. James menatap tajam pria itu, memberikan peringatan kepadanya, kalau dia bukanlah lawan yang mudah. James tetap diam mengamati saat lawannya berjalan mengitarinya.

Entah apa yang dilakukan pria itu untuk memulai permainan mereka, tapi pria itu tertawa dengan aksen yang terdengar merendahkan James. James jelas mengenali aksen itu, tawa yang selalu ia keluarkan ketika berhadapan dengan orang-orang yang selalu memohon untuk tetap hidup ketika bersimpuh di kakinya.

Saat pria itu kembali berdiri di depannya, orang itu segera memberikan James pukulan jab yang berhasil di hindarnya dengan cara menunduk.

James tidak akan buang-buang waktu lagi. Ia segera menerjang pria itu dengan kakinya hingga membuat pria itu mundur beberapa langkah karena tendangannya. Tapi semua itu tidak bertahan dalam waktu yang lama, pria itu kembali bangkit dan memukul James dengan kombinasi hook yang mengenai rahangnya. James dapat merasa nyeri ketika ia membenarkan posisi giginya. Pukulan pria itu tidak main-main kuatnya.

Sesekali James tetap mengamati Nadine di tengah-tengah perkelahiannya. Memastikan kalau orang itu tidak menjebaknya dan Nadine baik-baik saja.

James tidak menyerah. Sejauh ini hanya rahang dan perutnya yang terluka. James berusaha menghindari  overhand dan sebuah tendangan memutar yang akan membahayakan nyawanya. James membalas perlakuan pria itu dengan memberikan pukulan hook kanan dan kiri secara bergantian pada wajah pria itu, sebelum kembali memberi tendangan tepat pada ulu hati pria itu. Darah segar keluar dari sudut bibir dan rahang di dekat mata.

Tapi pria itu tidak menyerah. James juga menyadari kalau pria itu bukanlah lawan biasa untuknya.
Ketika James terlalu fokus mengamati Nadine yang meringis kesakitan sambil menatap ke arahnya, pria itu menerjang lututnya. Menendangnya sekeras mungkin sehingga terdengar bunyi tulang yang patah.

Keadaan seperti ini membuat James kesulitan untuk bangkit. Belum selesai rasa sakit yang ia dapatkan, pria itu menarik rambutnya dan membenturkan kepalanya ke lantai lembab yang kotor. James merasa kepalanya sangat pusing dan berputar. Telinganya berdengung dan pandangannya mulai kabur. Tapi James belum menyerah. Ia tidak akan dikalahkan semudah itu.

James mengabaikan rasa sakit yang diterimanya ketika berusaha bangkit. Dengan sekuat tenaga, James mundur dan meloncat tinggi untuk memberikan pukulan sikunya di kepala pria itu sehingga membuat dia terhuyung ke belakang. James bersiap ingin menjejak perut pria itu saat ia merasakan sebuah pukulan keras mengenai kepalanya, membuat James terjatuh dan berlutut di lantai.
Di sisa-sisa kesadarannya yang menyedihkan, James melihat dia bangkit dan menyeka darah di pelipisnya akibat pukulan James. Pria itu menyeringai dan mengambil kembali pistol yang sempat ia jatuhkan sebelum berjalan menghampiri James.

Dengan gerakan cepat pria itu tiba-tiba berdiri di belakang James, lalu memelintir tangan James membuat pria itu berbaring telungkup di bawah kendali pria itu.

“Aaakkkhhhh!!!”

James benar-benar merasakan sakit yang luar biasa ketika pria itu memelintir tangannya semakin kuat.

“J-James!” Nadine berusaha memanggil namanya dengan suara lemah yang tertahan.

Pria itu menahan jari telunjuknya di pelatuk, menariknya pelan dan membuat lubang di bagian kaki James sehingga membuat pria itu berteriak kesakitan.

Ketika tubuhnya terkulai lemah ke lantai, James tahu Nadine sedang dalam keadaan bahaya sekarang. Pandangannya kabur, tapi James dapat melihat sebuah langkah lebar menuju tempat Nadine berada. James ingin menyelamatkan gadis Asia-nya, tapi ia tidak dapat melakukan apa pun. Di sela-sela kesakitannya, James sempat-sempatnya memperlihatkan jari tengahnya ke arah orang itu, sehingga membuat dia tertawa.

“Sudah kukatakan sebelumnya, kau bukan lawan seimbang untukku.” Orang itu melanjutkan. “Siapkan mentalmu sekarang, Asesin. Bersiap untuk penderitaan pertamamu.”

Bersamaan dengan hilangnya kesadaran diri James, suara tembakan terdengar. Walaupun matanya terpejam, James dapat mendengarnya dengan jelas. Di waktu yang sama, James juga merasa jantungnya berhenti berdetak.

Continue Reading

You'll Also Like

43.9K 3.1K 18
Cerita ini berada tepat dibawah perlindungan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia. (UU No. 28 Tahun 2014). Dilarang mengcopy-paste atau me...
4.6K 229 26
Semula, Brielle sangat bernafsu untuk membelaskan dendam pada saudara tirinya, Grayson Hugo. Sebelum pada akhirnya Brielle menyesal telah di pertemuk...
3.5M 51.1K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
3.6M 38.6K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...