Terukir Indah Namamu

By raschaqouren

1.7M 108K 6.2K

Tiga hari menjelang pernikahannya Joana dan keluarganya dibuat geger ketika mengetahui adik perempuannya seda... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bagian 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
pengumuman
info
info kedua

Bab 5

57.1K 4.4K 12
By raschaqouren

Selepas kepergian Argenta, aku kembali membaringkan tubuhku untuk menenangkan pikiran.

Aku mendiamkan mas Indra yang dari tadi menjagaku. Perasaan kesal karena mas Indra lebih membela pria itu masih belum hilang dari hatiku. Ternyata semua sama saja. Keluargaku masih tetap lebih membela pria itu.

Kurasa ide untuk pura pura tidur membantuku saat ini. Aku memilih memejamkan mataku untuk menghindari berbicara dengan mas Indra. Entah pengaruh obat atau memang karena ini sudah larut malam, lama lama aku merasa mengantuk kembali dan jatuh tertidur.

****

Paginya ketika aku terbangun, pertama kali yang kulihat adalah keberadaan mbak Rita yang tersenyum kepadaku.

"Udah bangun?" Tanya mbak Rita dengan lembut.

Aku menjawabnya dengan senyuman.Tenggorokanku terasa kering, kurasa aku perlu minum.

"Mau minum?" Aku menganggukkan kepalaku mendengar tawaran mbak Rita. Dengan cepat mbak Rita memberikanku sebotol mineral beserta sedotannya. Rasa kering di tenggorokanku berangsur membaik setelah aku menghabiskan setengah air yang ada didalam botol mineral tersebut.

"Mas Indra mana?" Aku menanyakan keberadaan mas Indra yang daritadi tidak terlihat di sampingku.

"Papa sudah sadar, jadi dia ke sana untuk melihat"

Mendengar penuturan mbak Rita seketika membuatku semangat.

"Eh, mau kemana kamu?" Mbak Rita langsung menahanku saat aku berusaha turun dari tempat tidur untuk menemui papa.

"Mau lihat papa."

Dengan cepat mbak Rita menghalangiku.

"Mbak..." aku sedikit kesal melihat tingkah mbak Rita.

"Mbak gak akan ngizinin kamu keluar dari tempat ini sebelum kamu bener bener pulih."

"Tapi aku ingin lihat papa," aku kembali bersikeras.

"Iya, mbak ngerti. Tapi kamu isi dulu perut kamu dengan makanan, biar nanti kamu gak jatuh pingsan lagi kayak tadi malam." Ucapan mbak Rita yang disampaikannya secara lembut membuatku meringis malu.

Akhirnya aku menuruti kata katanya untuk memakan bekal yang telah dibawanya dari rumah. Dengan cekatan mbak Rita menyiapkan semangkuk bubur nasi untuk kumakan

Aku mengucapkan terimakasih kepada mbak Rita ketika menerima semangkuk bubur yang masih panas.

"Enak." Aku memuji makanan yang masuk ke mulutku.

"Benarkah?" Tanya mbak Rita sumringah

Aku menganggukkan kepalaku.

"Tadi pagi pagi sekali mas Indra telpon mbak, nyuruh mba masak bubur buat kamu. Katanya kamu gak dibolehin makan nasi keras dulu, sedangkan makanan dari rumah sakit pasti kamu tidak selera."

Aku terdiam mendengar penuturan mbak Rita. Ternyata mas Indra masih memperhatikanku, walaupun aku mendiamkannya karena kejadian semalam.

Tak butuh waktu lama aku berhasil menghabiskan bubur buatan mbak Rita. Setelah itu aku menyempatkan diri untu membersihkan tubuhku dulu sebelum menemui papa. Terimakasih kepada mbak Rita yang membawakan sepasang baju ganti beserta dalamannya.

Selesai membersihkan tubuhku, aku merasakan tubuhku segar kembali. Kurasa aku sudah bisa untuk melihat kondisi papa yang sudah sadar.

Bersama mbak Rita, kami berjalan menuju ruangan tempat papa dirawat. Dari kejauhan aku dapat melihat mas Indra yang duduk sendirian.

Sadar akan kedatangan kami, mas Indra langsung datang menghampiri kami.

"Sudah baikan?" Tanya mas Indra sambil memerhatikan tubuhku dengan seksama.

"Sudah mas."

"Sudah makan?"

"Sudah"

"Masih ada yang sakit?"

Kali ini aku tidak dapat menahan senyumku, melihat cara mas Indra yang mengkhawatirkanku seperti anaknya.

Tanpa menjawab pertanyaan mas Indra, aku memberanikan diri melangkahkan kakiku untuk memeluk mas Indra.

"Maafkan Ana, mas..." aku merasa bersalah karena tingkahku yang keterlaluan terhadap mas Indra tadi malam. Aku tersenyum lega ketika mas Indra membalas pelukanku.

"Sudah, sudah...yang penting kamu jangan ulangi lagi kesalahan kamu yang terlambat makan. Lihat kamu jadi sakit kan..."

Aku menganggukkan kepalaku menuruti ucapan mas Indra. Syukurlah mas Indra tidak mengungkit lagi sikapku kepada Argenta.

"Papa sudah sadar ya,mas?" Tanyaku setelah lepas dari pelukan mas Indra.

"Iya. Itu mama lagi di dalam bicara dengan papa"

"Mas sudah ketemu sama papa?"

"Sudah, tapi gak boleh lama lama kata dokter. Papa masih dalam tahap pemulihan jadi gak boleh capek. Bahkan untuk bicarapun dilarang lama lama. Makanya mas gantian sama mama untuk masuk ke dalam."

"Argen mana ya, In?" Tiba tiba mbak Rita yang berdiri disampingku menanyakan keberadaan Argenta yang tak tampak batang hidungnya dari tadi.

Aku dan  mas Indra saling bertatapan. Dan jujur aku tidak suka arti tatapan mata mas Indra yang sekilas terlihat menyalahkanku.

"Barusan pulang. Tadi setelah sempat bertemu papa sebentar, dia izin mau pulang. Katanya mau lihat keadaan Josan dulu di rumah."

Mendengar penjelasan mas Indrà diam diam aku mensyukurinya. Itu artinya aku tidak perlu melihat keberadaan Argenta di sekitarku.

"Mas, boleh masuk gak lihat papa?"

"Boleh sih, tapi mas ragu dengan kondisi kesehatanmu." Aku sedikit tidak suka mendengar nada bicara mas Indra yang seolah olah menuduhku membawa sakit menular ke papa. Demi Tuhan aku cuma sakit magh bukan sakit yang mematikan.

"Mas aku sudah sehat. Lagian aku tidak akan menularkan penyakit ke papa." Ucapku sambil tersenyum masam.

Akhirnya mas Indra mengizinkanku untuk masuk ke dalam menemui papa. Sedangkan mbak Rita memilih untuk menemani mas Indra di luar.

Dengan pelan aku membuka pintu ruangan papa. Aku melihat mama berdiri di samping papa. Mama yang melihat kedatanganku langsung menyuruhku untuk ke sampingnya melalui isyarat mata.

"Sudah sehat kamu?" Bisik mama pelan, takut membangunkan papa yang sepertinya tidur kembali.

Belum sempat aku menjawab, aku dan mama melihat papa membuka matanya.

"A..na.."

Aku segera mendekatkan kepalaku untuk mendengarkan apa yang ingin di sampaikan papa ke padaku. Alat bantu pernafasan membuat papa kesulitan bicara.

"Kena..pa tidak ke...lihatan..da..ri..tadi?" Ucap papa dengan terputus putus

Aku melihat mama sekilas, sepertinya mama tidak memberitahu tentang aku yang jatuh pingsan tadi malam. Kurasa itu lebih baik mengingat kondisi papa sekarang yang masih belum stabil.

"Ana di luar pa..., kan gantian masuknya kata dokter."

Aku lega papa tersenyum mengerti. Kemudian papa menatapku lagi.

"Maafkan.. papa.. ya..." ucap papa sendu sambil berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.

Kurasa aku sudah masuk dalam hitungan anak kurang ajar. Hanya dalam hitungan hari aku berhasil membuat papaku minta maaf sebanyak dua kali.

"Papa tidak salah. Ana yang kurang ajar suka sekali melawan papa. Maafkan Ana ya pa..." pintaku sungguh sungguh.

Mama yang berada di sampingku hanya bisa diam melihat interaksi kami.

Tangisku pecah seketika begitu merasakan elusan papa di rambutku dengan penuh kasih sayang.

Tangisku tak kunjung reda. Perasan bersalah karena menjadi penyebab papa terkena serangan jantung membuat dadaku sesak. Selain papa dan aku tidak ada yang mengetahui penyebab papa terkena serangan jantung.Berulang kali kata maaf yang terucapcap tak juga membuatku lega.

Hanya saja aku tidak pernah menyangka pengaruh emosi yang tidak stabil dan perasaan sentimentil yang ada dalam diriku membuat aku melakukan sesuatu yang akan kusesali nantinya.

"Papa harus sembuh...," kataku di sela sela isak tangisku, "nanti kalau papa sudah sembuh, Ana janji akan menuruti kata kata papa."

"Benarkah itu?"

Aku mengangkat kepalaku untuk melihat papa. Aku membiarkan papa melihat mataku yang memancarkan kesungguhan.

"Iya, Ana janji untuk menuruti semua kata papa." Sambil menhapus air mataku dengan tangan aku kembali mengulang kata kataku.

"Janji?"

Dengan antusias aku menjawab akan berusaha memenuhi keinginan papa.

"Kalau...begitu jangan kembali...ke Jepang... tetaplah di sini bersama... ka..mi."

Walaupun diucapkan dengan terputus putus aku dapat mendengar dengan jelas semua ucapan papa.

"Bisa..kan...?"

Aku terdiam tidak tahu harus menjawab apa. Sepertinya aku tidak bisa mengelak lagi. Ditambah lagi keberadaan mama yang mendengar semua pembicaraan kami barusan membuatku tidak bisa lepas kali ini.

Tbc.




Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 68.4K 43
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
127K 12.1K 33
[#6 Wiratama's] Diandra merasa beruntung bisa menjadi sekretaris seorang Reza Wiratama. Bukan karena bos-nya itu tampan, melainkan gaji yang sangat m...
125K 4K 43
Kenapa kau takut untuk menatap mataku. Bukankah kau yang mengendalikan hati. Cinta memang hal buruk, kau mengakuinya. Aku menyadari rasa yang kutemuk...
1M 81.2K 33
Riri meninggalkan semua masa lalunya dengan hati yang hancur. Setelah bertahun-tahun mencoba menata hatinya, masa lalu yang dulu menghancurkannya dat...