RandomCreepypasta [RanCreep]

By sxicide_

115K 6.4K 286

Creepypasta random yang author ambil dan bersumber dari internet, mulai dari horror, thriller ataupun mystery... More

#1 - Secret Full House
#2 - White Death
#3 - Mae Nak Phra Khanong
#4 - The Glass Doll
#5 - The Roommate
#6 - Nature Photographer
#7 - Ironi Disneyland
#8 - Tragedi Rumah Potong Hewan
#9 - Pria Yang Menatap Tajam
#10 - Miki Tikus Di Neraka
#11 - Pria Yang Tersenyum
Creepy Videos - Youtube
#12 - Annora Petrova (1)
#13 - Annora Petrova (2)
#14 - Annora Petrova (3) END
#15 - Desa Misterius
#16 - The Face In The Tiles
#17 - Rumah Sakit Angker
10 Rumah Sakit Angker Di Dunia (Prologue)
#18 - 10 Rumah Sakit Angker Di Dunia (1)
#19 - 10 Rumah Sakit Angker Di Dunia (2) End
#20 - Mummy Ship: Ryouei-Maru
#21 - Himuro Mansion
#22 - Nopperabou
#23 - A Knock On The Window
#24 - Unseen
#25 - [K.U.L #1] Pembunuhan di lantai 14
#26 - [K.U.L #2 ] Dalgyal Gwishin
#27 - SANTET (PART 1)
#28 - SANTET (PART 2)
#29 - SANTET (PART 3)
#30 - SANTET (PART 4)
#31 - SANTET (PART 5)
#32 - SANTET (PART 6)
#33 - SANTET (PART 7)
#34 - SANTET (PART 8)
#36 - [K.U.L #3] Wristband
#37 - [Komik Time 01]
#38 - Keluarga Tak Kasat Mata [01]
#39 - Keluarga Tak Kasat Mata [02]
#40 - Keluarga Tak Kasat Mata [03]
#41 - Keluarga Tak Kasat Mata [04]
#42 - Keluarga Tak Kasat Mata [05]
#43 - Keluarga Tak Kasat Mata [06]
#44 - Keluarga Tak Kasat Mata [07] END
#45 - 3 Urban Legend Barat Terseram
#46 - [Komik Time 02]

#35 - SANTET (FINAL PART)

1.3K 114 25
By sxicide_

Saya tiba dirumah kang Asep, ternyata rombongan pak lurah sudah berkumpul disana. bapak menceritakan kejadian yang kami alami barusan kepada mereka. Setelah mencuci luka bapa dengan air hangat dan membungkusnya dengan kain, kami duduk dihalaman depan bermusyawarah mengenai tindakan yang akan selanjutnya dilakukan.

"sep, kalau kamu benar-benar sayang sama istrimu sebaiknya kamu berkata jujur. Apakah kamu punya urusan atau masalah dengan seseorang ?" tanya bapak kepada kang asep.

"urusan apa pak ? saya tetap curiga dengan si mardi. Dia pasti pelakunya." Ucap kang Asep dengan nada marah.

"bukan, urusan dengan perempuan. seseorang yang sudah meninggal ?" lanjut bapak.

"perempuan, sudah meninggal." Kang Asep berpikir sejenak, menyaring ingatan dengan kata kunci urusan, perempuan dan meninggal.

"seingat saya, saya tak pernah menyakiti orang pak" jawab kang Asep.

" tidak menyakiti menurut kita belum tentu untuk orang lain. Kadang kita melakukan hal yang kita anggap biasa saja, tapi menurut orang itu menyakitkan. Coba diingat-ingat"

Semua orang disana memperhatikan wajah kang asep yang kebingungan, dia sedang berusaha mengingat kesalahan yang mungkin saja telah diperbuatnya. Tapi sepertinya sekeras apapun dia mencoba mengingat, memori itu belum ia dapatkan.

Ketika kami sedang berkumpul, tibat-tiba dari arah jalan terlihat seorang laki-laki tengah berlari menuju ke arah kami.
"pak lurah...pak lurah.. saya lihat ratih." Teriak pria tersebut.

Kami semua kaget, terutama kang asep. warga langsung mengerumuni pria yang baru datang tersebut seraya bertanya apa maksud dari ucapannya. Saya tidak medengar dengan jelas karena sedang duduk bersama bapak tidak menghampiri. Tapi yang pasti warga termasuk pak lurah dan kang asep pergi mengikuti pria tersebut. Saya yang masih belum paham situasinya, diajak bapak untuk mengikuti mereka dari belakang.

Cukup lama saya dan bapak mengikuti rombongan, kami tiba disebuah kebun jagung, diujung sana ada satu rumah yang tampak mencolok. disinari lampu warna kuning dihalaman depannya tampak kontras ditengah kegelapan, karena tidak ada lagi rumah lain disekitarnya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi tampak pria yang menuntun kami sedari tadi menunjuk-nunjuk rumah tersebut.

Semakin kami berjalan mendekati rumah itu, samar-samar terdengar suara tangisan perempuan. semakin kami dekat lagi, suara itu semakin terdengar jelas. Dan menurut kang Asep itu adalah suara tangisan teh ratih. Saya tak tahu rumah siapa itu, tapi begitu kami mendekat, kang asep berlari dengan segera disusul oleh beberapa warga.

Saya dan bapak masih berjalan pelan dibelakang, tapi begitu pintu rumah yang kami tuju dibuka, beberapa warga sontak berteriak karena kaget. Karena saya penasaran, saya berlari melihat apa yang terjadi, meninggalkan bapak sendirian.

Kaget bukan kepalang, sesosok tubuh pria tergantung dipintu kamar. Lehernya terikat seutas tali, mungkin pria itu bunuh diri. Jika kamu pernah melihat orang gantung diri, itu akan menjadi memori yang membekas dikepala seumur hidupmu. Wajahnya melotot dengan lidah terjulur, seperti ekspresi orang yang menahan sakit luar biasa.
Pria itu sudah tua mungkin umurnya sekitar lima puluh atau enam puluhan, mengenakan kaos oblong dan celana pendek, wajahnya terlihat biru dengan urat diwajahnya tampak jelas. Dan yang bikin lebih mencengangkan lagi, dibawah jasad yang tergantung itu terlihat teh ratih sedang menangis meraung-raung sambil memegang kaki si mayat.

"ratih..ratih apa yang kamu lakukan ?" ucap kang Asep, tapi dia tak berani mendekatinya.

Beberapa warga kebingungan termasuk saya, apa hubungan dari kejadian teh ratih dengan mayat yang tergantung ini. Sedangkan pak lurah langsung sibuk memerintah beberapa warganya untuk menghubungi rekan-rekannya, seperti ketua rt dan rw karena ada kejadian yang menggemparkan ini.

Mendengar teriakan kang Asep dan warga, teh ratih langsung berbalik badan. Dengan pipi dipenuhi air mata dia berteriak sekencang-kencangnnya sampai kami menutup telinga.

"Bangsaatt kau Asep, baikt !!" teriak teh ratih.

Beberapa warga mencoba menghampiri teh ratih untuk menenangkan, tapi belum sempat mendekat teh ratih berlari kearah dapur dan mengambil parang yang terselip di dinding bilik rumah.

"Kubunuh kalian semua hah.. setannn!!! Kubunuh kalian!!" teriak teh ratih sambil mengacung-ngacungkan parang.

Malam itu benar-benar membuat warga kampung kang Asep gempar. Tidak begitu lama para aparat desa bermunculan, diikuti beberapa warga baru yang mungkin penasaran. Sedangkan teh ratih masih mengamuk dibelakang rumah.

Setelah saya bertanya-tanya mengenai asal-usul jasad yang tergantung itu ternyata namanya adalah pak bulbul. Saya tak menanyakan lebih lanjut bagaimana riwayatnya sampai bisa dia nekat mengakhiri hidupnya.

"Turunkan saja, kasihan pak lurah." Celetuk salah satu warga sambil menunjuk kearah jasad pa bulbul.

"waduhh saya bingung, ini harus lapor polisi dulu atau langsung diturunkan saja mayatnya." Ucap pak lurah sambil garuk-garuk kepala. Mungkin ini kejadian untuk pertama kalinya ia alami selama menjabat jadi kepala desa.

Sedangkan bapak dan saya pergi kebelakang rumah untuk melihat teh ratih yang masih mengamuk. Kali ini teh ratih benar-benar sulit untuk ditenangkan, dengan jalan yang masih tertatih-tatih bapak maju kedepan, berhadap-hadapan langsung dengan teh ratih sementara warga yang lain menyaksikan dibelakang.

"katakan siapa dirimu dan apa yang kamu inginkan ?"

"tanya si keparat itu siapa aku." Jawab teh ratih seraya menunjuk kang Asep.

"bisa kamu letakan dulu parangnnya, kita omongkan ini baik-baik." Kata bapak.

" hah, apa kau bilang, Baik-baik ? sementara bapaku mati gara-gara dia kamu bilang kita harus bicara baik.baik."kata teh ratih dengan nada geram.

Ketika kami sedang bernegoisasi, dari kejauhan tampak seorang pria tengah berlari. Samar-samar aku mengenal sosok itu, dan ketika semakin mendekat saya jadi semakin yakin bahwa pria itu adalah ki merah.

"Iblis jahanam, kau membunuh peliharaanku. Keluar kau dari tubuh wanita itu hadapi aku." Teriak ki merah dengan nada marah.

Malam itu benar-benar gempar, teh ratih yang dihadapi dua pria, bapak dan ki merah disaksikan warga kampung. Sedangkan pak lurah beserta aparaturnya sibuk mengurus mayat pak bulbul.

"kau juga ikut andil dalam kematian bapakku dukun sialan." Ucap teh ratih ketika melihat ki merah.

Tanpa basa-basi teh ratih meloncat ke arah ki merah sembari menyabetkan parang yang dipegangnya. Untung ki merah mengelak dengan gesit, tapi teh ratih tambah kesal dan melancarkan serangan membabi buta. Dan diantara sabetannya yang bertubi-tubi itu akhirnya telak satu sabetan berhasil menghujam beberapa jari ki merah.

Cratt!! Darah muncrat ke tanah, diikuti 3 potong jari yang terlepas dari tangan ki merah. Begitu ki merah tersungkur dan teh ratih hendak meluncurkan sabetan selanjutnya yang mengarah ke kepala, bapa melepaskan tendangan ke tubuh teh ratih hingga ia terpental jauh.

Teh ratih tambah geram, dia segera bangun dan langsung menyerang bapak dengan mengibas-ngibaskan parangnnya tanpa arah tujuan. Tapi belum sempat parang itu mendekati bapa, kini tendangan ki merah telak membuat tubuh teh ratih terpental kembali.

Mungkin karena tak tega melihat istrinya jadi bulan-bulanan kedua pria, kang Asep maju kedepan. Tiba-tiba saja tubuhnya ambruk, kang asep bersujud didepan teh ratih. Dia menangis sembari beberapa kali mengucapkan kata maaf.

"maafkan saya sari, maafkan."

Mendengar ucapan kang Asep membuat saya sedikit kaget, apa yang sebenarnya terjadi. Tapi raut wajah beberapa warga tampak biasa, seperti sudah mengetahui ada hal diantara kang Asep dengan sosok yang masuk dalam tubuh teh ratih tersebut.

"apa kau bilang maaf ? apa kata maaf bisa membayar semuanya." Ucap teh ratih yang sudah sedikit tenang.

"apa yang kau inginkan sari, apa yang harus aku lakukan untuk menebusnya."

Ketika teh ratih hendak mengayunkan parangnnya untuk menebas leher kang Asep. tiba-tiba ki merah meloncat menerkam tubuh teh ratih. Kemudian ki merah berteriak meminta bantuan warga untuk memegang teh ratih. Singkat cerita, teh ratih kini terikat pada pohon, walaupun tubuhnya terus meronta-ronta tapi ia tak kuasa membuka ikatan tali yang sangat kencang.

Saya kemudian membopong bapak kebelakang, tampaknya dia sudah lelah dan luka dilututnya kembali berdarah. Ki merah langsung mengambil alih dan melakukan pengusiran.

Ki merah mempunyai caranya sendiri untuk melawan sosok yang ada dalam tubuh teh ratih. Upacara pengusiran itu berjalan begitu alot, beberapa kali terdengar jerit kesakitan dari teh ratih, dan wajah ki merah dibanjiri keringat, belum lagi tangannya yang terus mengeluarkan darah.

Hinga akhirnya tubuh teh ratih tergolek lemas, sedangkan ki merah ambruk karena kehabisan tenaga. Teh ratih digendong untuk dibawa kerumah oleh kang Asep dan beberapa warga, sedangkan ki merah yang ambruk dibawa kerumah pak lurah untuk dimintai keterangan. Dan tubuh pak bul-bul yang masih membuat saya penasaran itu kini telah diturunkan, rencananya pak bul-bul akan dibawa ke rumah rt setempat untuk dikuburkan dengan layak.

Terdengar suara tahrim sebagai penanda tragedi mengerikan itu berakhir, semua warga kembali kerumahnya masing-masing. Saya dan bapak juga bersiap-siap untuk pulang, tapi begitu saya menengok kebelakang untuk melihat rumah pak bul-bul yang sudah sepi, saya melihat sosok perempuan yang sedang menangis dilawang pintu masuk, entah siapa perempuan itu karena wajahnya tertutup rambut. Perempuan itu menangis lirih, begitu saya bilang apa yang saya lihat kepada bapak. Bapak hanya berucap.

"biarkan dia sendiri jang."

Malam itu malam terpanjang yang pernah saya lalui dalam hidup. begitu banyak darah yang terciprat, begitu banyak teriakan yang menyakitkan telinga, begitu banyak misteri yang belum saya mengerti.

Waktu terus berjalan menghapus kenangan lama dengan kenangan baru. Namun salah satu diantara kenangan-kenangan itu akan ada salah satu yang membekas dan menjadi penghuni tetap dalam ingatanmu.
Sore itu saya sedang duduk diteras rumah bersama bapak, menatap lembayung sore yang terlukis dilangit sembari menikmati kopi hitam buatan ibu. Mungkin inilah waktu yang tepat untuk mengutarakan sebuah pertanyaan yang ingin saya ajukan sedari dulu.

" pak sebenarnya apa yang dikatakan ki merah diruangannya kepada bapak ketika kita datang kerumahnya malam itu?" lalu bapak mulai membuka mulut hendak menjawab pertanyaan saya.

Sekitar jam 9 malam, tiba-tiba terdengar suara ketukan. Ki merah yang sedang tertidurpun tersadar, dan segera membuka pintu. Terlihat sosok seorang lelaki tua sekitar umur lima puluhan atau enam puluhan berdiri diluar. Raut wajahnya tampak lelah, dengan suara yang berat pria tersebut mulai berbicara.

"4 tahun yang lalu saya memiliki seorang anak gadis, dia anak yang baik dan juga penurut. Seperti remaja pada umumnya Setelah lulus sma dia ingin pergi kerja ke kota. Datanglah seorang pemuda yang menawari pekerjaan, anak saya sangat antusias ketika ditawari kerja, begitu pula dengan saya yang juga ikut senang bila anak saya senang." Ucap pria tersebut kepada ki merah.

"Akhirnya anak saya bekerja, walaupun bukan dikantoran, hanya disebuah restoran tapi bagi anak saya itu tidak apa-apa. Aki masih ingat dengan pemuda yang telah berjasa mencarikan pekerjaan untuk anak saya ? ternyata dia memendam perasaan pada anak saya. Setiap pulang dari kota pemuda itu selalu mengantarnya, semua hal dia lakukan selayaknya seorang pemuda yang sedang kasmaran untuk menarik perhatian." Lanjut pria tua tersebut.

"tapi saya tak menyangka, ternyata anak saya tak membalas perasaan pemuda tersebut. Karena anak saya memiliki perasaan pada lelaki lain, yang ternyata adalah temannya ditempat kerja. hingga akhirnya saya menyuruh pemuda yang anak saya taksir tersebut untuk datang melamar kerumah."

"terus ?" ki merah tampak semakin penasaran.

"acara pertunangan telah dilakukan, saya dan pihak keluarga kekasih anak saya telah merencanakan tanggal pernikahan. Namun seminggu setelah pertunangan, kekasih anak saya datang kembali, dia hendak membatalkan pernikahan, saya tak tahu alasannya. Tentu saja hal tersebut membuat anak saya sakit hati, dan yang lebih menyakitkan bagi saya adalah kabar ini sudah menyebar kepada warga kampung, anak saya tak mau keluar rumah karena dia malu bertemu dengan orang. Tekanan dari omongan orang-orang dan sakit hati karena telah dicampakan tak bisa lagi ditahan oleh anak saya, hingga akhirnya ketika saya pulang dari sawah." pria tua itu mengeluarkan air mata, seperti tercekak ditenggorokannya dia menahan omongannya.

"jasad anak saya sudah tergantung." Seperti mengingat kenangan lama, pria tua itu kini menangis tak bisa lagi menahan emosinya.

"seminggu setelah kematian anak saya, seorang pemuda datang untuk meminta maaf. Katanya dia tak menyangka perbuatan isengnnya akan berakhir seperti ini."

"siapa pemuda itu?" tanya ki merah

"pemuda yang cintanya ditolak sama anak saya itu ki, awalnya saya tak terima dan sangat marah sekali. Tapi saya berpikir ulang, mungkin ini sudah kehendak tuhan. Saya memaafkannya walaupun dengan berat hati."

"lalu apa tujuanmu datang kemari ?" tanya ki merah lagi.

" walaupun saya sudah memaafkan dan mencoba melupakan, namun nyatanya tidak dengan orang-orang. Mereka terus membicarakan dan membuat dugaan-dugaan yang tak berdasar. Kabar kematian dan gagalnya pernikahan anak saya seperti sebuah cerita legenda yang terus menyebar dari mulut-kemulut dengan bumbu yang luar biasa pedas. Ada yang menuduh bahwa pernikahan anak saya batal karena calon suaminya sudah memiliki istri, ada yang menuduh bahwa anak saya Cuma korban birahi lelaki kota saja, dan segudang dugaan-dugaan lainnya yang mereka ciptakan dengan dasar imajinasi."

"saya sudah tidak tahan lagi ki, selama tiga tahun hidup dengan lirikan dan tuduhan orang. Hingga rasa dendam yang sudah saya coba kubur dalam-dalam ini ternyata tak bisa saya sembunyikan lagi. Saya ingin pemuda itu merasakan apa yang anak saya rasakan, bahkan sampai mati." Lanjut pria tua itu.

"siapa yang memberitahumu bahwa aku bisa membantumu ?" tanya ki merah lagi.

"waktu saya masih muda, kisah aki dan keluarga maryah sampai ke kampung saya ki."

"ohh, jadi kabar kalau aku menyantet maryah telah menyebar kemana-mana." Ucap ki merah dengan wajah terlihat kesal.

"seperti yang sudah saya bilang ki, kabar buruk seperti legenda yang akan disebarkan dari mulut-ke mulut oleh orang-orang."

"mereka tak penah tahu alasanku melakukan itu kepada maryah, hanya melemparkan tuduhan yang tak berdasarkan seperti yang kau ucapkan. Sama seperti tuduhan yang mereka arahkan kepada anakmu."
"saya tak punya alasan lagi untuk hidup ki. Usia saya sudah tua, penerus saya sudah lebih dulu pergi ke surga. saya ingin mati dengan tenang tanpa harus menyimpan rasa dendam."

Malam itu sebuah kesepakatan terjadi, ki merah bersedia membantu. Walaupun pria tua tersebut menyerahkan sejumlah uang yang ia bungkus dalam amplop coklat. Tapi lebih dari sekedar imbalan ki merah mempunyai motivasi lain dibalik semua itu.

"siapa nama pria itu ?" tanya ki merah.

"Asep ki."

Begitulah jawaban yang bapak berikan sore itu, terdengar seperti sebuah dongeng untuk cerita nyata yang pernah terjadi. Saya tak tahu lagi kabar kang Asep setelah istrinya sembuh seperti apa, terakhir dia datang kerumah hanya mengucapkan terima kasih sambil membawa sekeranjang buah. Sementara kabar ki merah semenjak kejadian itu citranya semakin buruk di masyarakat, dan sudah jarang tamu yang datang dari kota kerumahnya.

Arwah wanita yang saya lihat pas kejadian dirumah pak bulbul entah bagaimana nasibnya, apa dia telah pergi kealam baka, atau masih penasaran dan berkeliaran. Atau jangan-jangan dia sedang menunggu waktu yang tepat untuk kembali melampiaskan dendam, saya tak pernah tahu. Dunia pergaiban tentu saja berada diluar kuasa dan pengetahuan saya.

Bapak selalu bilang sejarah hidup seseorang akan selalu terulang entah kepada dirinya, keturunannya atau pada orang disekitarnya. Mungkin saya bisa belajar dari pengalaman hidup yang pernah saya lalui ini, tapi saya tak mengerti bagian mana yang harus saya pelajari, maka saya memutuskan untuk bertanya kepada bapak.

"pak apa pelajaran hidup yang bisa saya ambil dari kejadian ini ?"

Seperti sifat bapak yang tak mau menggurui, dia bukan menjawabnya secara langsung tapi malah dengan sebuah cerita, setelah menyeruput kopi hangat bapak mulai berbicara.

Seorang pria yang sedang bekerja diladang tiba-tiba saja mendapat kabar dari temannya bahwa anaknya sakit parah. Dengan tergesa-gesa tanpa membasuh dulu kotoran lumpur dalam tubuhnya dia menyalakan motor bebek yang dibawanya, dia memacu kendaraannya dengan kencang membawa perasaan was-was karena takut terjadi sesuatu dengan anaknya.

Brakkk!! Tanpa diduga disebuah kelokan dia menabrak seorang pria. Warga yang melihat kejadian itu geram dan langsung menghakiminya.

"makanya kalau bawa motor jangan ngebut-ngebut." Teriak salah satu warga sambil melayangkan pukulannya bertubi-tubi.

Pria yang ditabrak itu akhirnya tewas, karena mengeluarkan banyak darah dari kepalanya. Melihat korbannya mati, warga semakin geram dan membabi-buta menghakimi, hingga akhirnya pria yang membawa motor bebek itu juga ikut tewas.

Hari itu ada dua mayat yang tergeletak dijalan, ada dua perempuan yang telah menjadi janda, dan ada dua anak yang telah menjadi yatim. Namun ada puluhan warga yang mencuci tangannya disungai karena terkena cipratan darah.

"hah, maksudnya apa pak ?" saya kebingungan setelah selesai mendengar cerita bapak.

Tapi bapak malah berlalu masuk kedalam rumah meninggalkan saya sendiri yang masih kebingungan, hingga akhirnya adzan magrib berkumandang.

TAMAT
Written by Endokrin (KASKUS)

Akhirnya tamat juga di part 9.

*A/N
Bagi yang mau req cerita, urban legends, dan riddle sekarang udah bisa loh guys !

Caranya gampang banget kalian hanya perlu tekan *123# eh salah, kalian hanya perlu Comment apa yang kalian ingin req dan akan segera dikabulkan ! (Kecuali Author off)

Oh ya, thanks juga buat #NotificationSquad yang udah mensupport author dengan cara vote/comment.

See u..

Continue Reading

You'll Also Like

21.8K 22 4
mending kalian follow dulu akunku soalnya takut kena ban lagi
73.6K 6.1K 85
[COMPLETED] Kematian seorang Guru di SMP GENTAWIRA membawa Zuna dan Diana kembali ke sekolah lama mereka. Awalnya hanya Zuna yang ditugaskan untuk me...
10.7K 374 35
•BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA• Setelah meninggalkan tempat dirinya di lahirkan, Erlang pergi nge-kost. Tidak di sangka juga, Tetangga nya adala...
4.9K 916 13
Pradipta Mahali Erlangga juga punya cerita. Bukan cuma Deden si ganteng lewat dongengnya Aril. PANASEA 1997: Panasea untuk Deden ©bluehanabi