Malang Menyisakan Cinta

By Pinggiran

3.3K 255 19

γ€Š| Amazing cover by: Ashabul Izar |》 "Tidak ada pertemanan sejati. Tapi kami akan menjadi teman yang berarti... More

Ketika Diprotes
Cerita di Balik Kafe
Panggilan Hati
Ketika Berdua
Empat Mata Pilihan Utama
Keteguhan Arum
Kunjungan Halib
Pelukan Sejuta Makna
Fase Pendekatan
Kafe Balai Kota
Pertama Bersua
Kamu Itu Sahabatku
Kata Rindu
Donasi Fantastis
Terpana Asmara
Rahasia yang Terbuka
Mengincar Yang Tertunda
Mengukir Sejarah
Ketika Kecewa
Wisata Ekstrem
Tagihan Cinta
Cemburu Buta
Bisik Yang Terusik
Kembali Bersama
Hukuman Masa Lalu
Terusir
Apakah Ini Cinta?
Mereka Kemana?
Merajut Asa
Drop Out
Beasiswa Bidikmisi
Aku Ini Siapa?
Melepaskan
Epilog

Pamit

62 6 0
By Pinggiran

Kita tak bisa menyalahkan waktu. Kita juga tak bisa menyalahkan pertemuan. Yang kita bisa adalah, memaafkan segala kesalahan di antara kita.

____________________________________

"HAPPY GRADUATION, Roy-ku," Arum memeluk Roy yang sedang mengenakan toga hitam bercorak kuning. Keringat masih dingin di kuningnya. Dia baru saja keluar dari ruang wisuda.

Hebat! Roy, Halib, Putra dan Cahyani akhirnya bisa wisuda bersama. Roy lebih dulu keluar khusus menemui Arum. Sedangkan yang lain masih menjumpai orang tua mereka.

"Congrulation ya, sayang," ucap Arum sambil mengusap tisu di kening Roy. Mesra sekali, siapa pun yang melihat pasti iri.

"Terima kasih, ya, Arum. Bela-belain datang ke acara wisudaku ini."

"Yang lain di mana?" Arum menanyakan Halib, Cahyani dan Putra.

"Masih nemuin orang tuanya."

"Orang tua kamu di mana? Kok dia nggak kamu temui. Masak aku duluan?"

"Nah, itu datang orang tuaku," Roy menunjuk ke arah orang tuanya.

Orang tua Roy ramah. Langsung menyapa Arum di tengah keramaian itu. Mereka saling tanya hingga lupa mengucapkan selamat kepada Roy. Mungkin karena sudah saling cocok di antara mereka.

"Giliran ketemu sama Arum. Langsung aku dicuekin!" sindir Roy yang disambut senyum orang tuanya.

"Itu bocah-bocah lain datang," Roy memeberitahu Arum kedatangan Halib, Putra dan Cahyani. Mereka pun saling peluk. Saling memberikan ucapan.

"Kau lulus juga ternyata, Roy? Kukira kau akan tetap sama Cahyani di penjara," Halib menggodanya.

"Selama masih ada kamu. Aku tak mungkin dibiarkan hidup di penjara."

"Selamat ya, Cahyani. Terima kasih untuk perjuanganmu selama ini. Aku bangga sama kamu. Volunteer sejati yang tak pernah kenal lelah," puji Roy di depan Arum dan semua sahabatanya.

Sedangkan Cahyani hanya tersenyum melihat ke arahnya. Sementara Arum langsung memalingkan muka. Begitu juga dengan Halib dan Putra. Tak kuasa melihat orang yang disayangnya sama Roy.

"Kau ini serakah kali, Roy. Cahyani itu biarkan sama aku. Kau kan sudah punya Arum," protes Halib blak-blakan. Roy hanya tersenyum dan tak menghiraukan diprotes Halib

"Kau ambil saja yang cantik ini," ucap ibunya Halib sambil menunjuk Arum. Wajah Arum langsung merah padam.

"Dia milikku, tante," jawab Roy pelan sambil mendekati Arum kembali.

***

Acara wisuda telah usai. Kini mereka siap-siap mengantar Ifa menuju undangan resmi Presiden. Mereka semua ikut mengantarkan. Tak terkecuali Arum.

"Kita berangkat sekarang, ya?" tanya Putra.

"Iyalah, masak besok. Ayo berangkat!" ajak Cahyani.

Sampai di Jakarta pada 27 Februari 2014. Ifa langsung bertemu dengan Presiden RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Saat itu, Ifa langsung menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan bahasa isyarat di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Negara Any Yudhoyono dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhammad Nuh.

Setelah itu, Presiden langsung menyapa para tamu undangan dari mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi berprestasi tanah air. Namun, yang paling berkesan di antara mahasiswa bidikmisi itu, hanya dua orang kaum difabel tuli dan satu kaum difabel daksa yang menerima bidikmisi. Selebihnya, mereka dari orang-orang normal pada umumnya.

Presiden menjabat tangan Ifa sambil mengatakan, "Kamu hebat. Semangat terus, ya."

Ucapan Presiden itu kini membekas dalam di hatinya. Bahwa kehadirannya di dunia ini bukan lah menjadi orang sia-sia. Punya nilai dan harga yang tak bisa dibeli dengan bongkahan emas dan permata.

Kini dia kembali ke Kota Malang dengan membawa senyuman bersama volunteer yang telah mendukungnya. Saat di kampus pada 11 Maret 2014, Ifa langsung menerima surat resmi Presiden RI yang berisi motivasi dan rasa bangganya terhadap Ifa sebagai mahasiswa berprestasi.

"Selamat ya, Ifa. Ini adalah awal keberhasilanmu. Kamu akan tinggi menjulang langit menyaingi Helen Keller. Kamu harus terus menatap ke depan. Tapi jangan lupa, lihatlah ke bawah sesekali untuk membatu orang yang membutuhkanmu," Roy ikut berpesan.

Cahyani menyambung, "Kami semua bangga. Tolong kebanggaan kami kamu jaga dengan caramu sendiri untuk menularkan kepada generasimu."

"Jika Presiden memberikan apa saja padaku. Maka itu tak pernah lepas dari perjuangan kalian. Aku akan selalu menjaga komunitas," Ifa berjanaji akan melanjutkan perjuangan Roy, Cahyani, Halib dan Putra.

Tak ada tanda apa-apa sebelumnya. Tapi kini mereka akan kehilangan salah satu sahabatnya. Halib akan pulang kampung di malam itu juga.

"Kawan-kawan, mungkin selama ini aku banyak salah. Terutama pada Roy, sama Putra, dan Cahyani yang selalu aku ajak pacaran. Tapi dia selalu menolak. Aku minta maaf yang sebesar-besarnya," ucap Halib secara tiba-tiba.

"Kamu ini kenapa sih?" tanya Cahyani yang mulai punya firasat dia akan ditinggalkan Halib.

"Aku akan pulang kampung malam ini. Mohon maaf kalau aku memberitahu mendadak."

"Apa nggak bisa ditund dulu, Halib? tanya Cahyani.

Sahut Putra, "Iya ditunda aja dulu, Halib. Masak kamu langsung pulang kampung begitu saja."

"Halib tidak buru-buru, kan? Kita harus buat acara dulu untuk syukuran Ifa. Di sana nanti akan kita adakan acara perpisahan kita bersama," ucap Roy dengan pelan.

Susana gembira berubah menjadi sedih. Tak ada lagi suara tawa atas penghargaan yang diterima Ifa. Semua sudah mendung menahan air mata.

"Mohon maaf, kawan-kawan. Aku harus pulang malam ini juga. Orang tuaku sedang sakit keras di Medan. Mereka butuh aku."

Tangisan sedih pun mulai terdengar bisik-bisik dari mulut Cahyani, Arum, dan Ifa yang berusaha memahami bahasa bibir yang diucapkan mereka. Sesekali Arum membantu menerjemahkan dengan detail.

Halib kemudian memeluk Roy dengan berurai air mata. Putra juga ikut memeluk dengan suara tangis yang menggema. Kemudian dia mendekati Cahyani sambil minta maaf karena telah menyukainya. Dan membuat Cahyani resah terhadap tingkahnya.

"Aku minta maaf, ya, Cahyani. Kau sudah bebas tanpaku. Tidak ada yang mengganggu lagi," kata Halib sambil memeluk Cahyani yang terus menangis tanpa henti.

Dalam tangisnya, Cahyani berkata, "Kenapa kita harus berpisah? Aku masih butuh kamu di sini. Aku masih butuh senyum dan candamu."

Volunteer dan kaum difabel tuli ikut berjabat tangan perpisahan Halib. Mereka melepas dan mengantar Halib sampai di depan halaman sekretariat komunitas. Suasana sedih masih terus  menyelimuti.

"Aku bangga punya sahabat seperti kamu, Halib. Kamu kabari kami terus ya dari sana," pesan Roy sambil mengantarnya ke depan halaman.

"Kau adalah segalanya bagiku, Roy. Kamu itu hebat. Kau akan selalu ada di jiwaku. Kesabaran kau itu akan kujadikan pedoman hidupku."


Vote dan komen, ya! Terima kasih

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 124K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.βžβ–«not an...
13.3M 1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...