Memories

By Syaavero_

125K 9.6K 1.8K

"Semua hal yang berhubungan sama lo bakal gue simpan di kotak ini. Karena, hidup ga akan selalu tentang gue d... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Epilog
Extra Part
New Story

Chapter 17

2.5K 175 16
By Syaavero_

"Because all i ever did was love you, but all i got was hurt."

***

"Maaf semua, Ibu agak telat."

Bu Juli datang ke kelas 12 IPA 1 sepuluh menit setelah bel masuk pelajaran bersama dengan seorang cowok jangkung yang nampak asing di mata siswa-siswi.

"Ya, semua. Hari ini kita kedapetan siswa baru," Bu Juli menatap siswa tersebut dengan senyuman ramah. "Ayok, nak. Perkenalkan diri kamu."

Cowok itu lalu tersenyum manis. "Nama gue Vino Lornado."

Deg.

Zaro yang sedari tadi sibuk memejamkan mata kini menarik kepalanya dan menatap seseorang yang berada di depan kelas.

Orang itu masih sama. Senyumnya, matanya, rambutnya, penampilannya dan semuanya masih sama. senyum manis yang selalu ia perlihatkan kepada semua orang, mata yang memancarkan kehangatan bagi semua yang melihatnya, dan penampilannya yang sedikit berantakan namun tetap terlihat rapi masih menjadi ciri khasnya.

Mata mereka bertemu. Jujur Zaro rindu dengan mata itu. Senyum manis cowok itu kini berubah menjadi senyum penuh ejekan yang dua tahun belakangan ini tidak Zaro lihat. Cowok itu lalu menaikkan sebelah alisnya sambil mengacak rambut. Membuat Zaro tersenyum kecil dan mengikuti gaya khas mereka berdua yang sering ia dan cowok itu lakukan dulu.

"Anjir ini cogan parah wey!"

"Gila! Mimpi apa gue semalem sampe bisa ketemu cowok manis kayak dia!"

"Wah kalo gini mah gue jadi rajin sekolah nih."

Bisik-bisik yang berasal dari para kaum hawa mulai terdengar. Bu Juli lalu menginteruksikan anak baru itu agar kembali melanjutkan perkenalannya. Lalu cowok itu mengangguk dan kemudian keadaan kembali hening.

"Kalian bisa panggil gue Vino. Gue pindahan dari Bandung. Gue harap, kalian bisa nerima gue di kelas ini. Terimakasih!"

"Tenang aje Vin. Gue terima lo apa adanya kok."

"Jangankan jadi temen, kalo mau lebih, gue mau kok!"

"Najis lu, Re."

"Tau Rere! mulai deh menelnya. Liat bening dikit, sosor."

"Udah sih, gak usah ributin gua!" Kikok berdiri sambil menggebrak meja. "Lo semua kalo mau jadi cewek gue ngantri ya! Jangan rebutan!" Lanjutnya sambil menunjuk cewek-cewek yang sempat menggoda Vino dengan sendok nasi.

"Ye, siapa juga yang demen ama lu!"

"Ngarep bege lo, Kok!"

"Heh sudah, sudah!" Kata Bu Juli akhirnya melerai. Ia lalu melirik Kikok dengan tampang heran. "Kamu ngapain lagi bawa sendok nasi segala, Kikok?!"

"Yah, tuhkan kena lagi gue," Gumamnya. "Ini Bu, buat apa ya? Aduh jawab apa nih gue. Emm-- buat, buat makan Bu! Buat makan!" Ucap Kikok akhirnya setelah sekian lama kebingungan. Padahal, ia sengaja membawa centong nasi dari rumah supaya bisa mengambil nasi sendiri di kantin Emak. Apalagi kalau bukan supaya ia bisa mengambil nasi banyak tanpa harus menunggu antiran.

"Dasar kamu, Kok. Makin hari makin aneh aja," Bu Juli menggelengkan kepalanya. "Yasudah Vino. Kamu boleh duduk. Dimana saja boleh, asalkan kosong ya!"

"Terimakasih, Bu." Vino lalu berjalan menuju bangku kosong yang berada di sebelah barisan Zaro. Tetapi, belum berhasil ia duduk, Deri sudah memanggilnya terlebih dahulu.

"Eh Vin, Vin!" Deri lalu menepuk-nepuk meja yang berada di sebelahnya. "Sini duduk sama gua aje!"

"Lah? Terus itu orang gimana?" Vino menunjuk Kikok yang duduk di sebelah Deri.

"Kok, lo duduk ditempat Vino, gih. Biar gue duduk sama Vino." Deri mengibaskan tangannya ke hadapan Kikok. "Sono! Sono! Hush-hush!"

"Wah sialan ini kutu satu," Kikok lalu menjitak kepala Deri dengan kekuatan Badak. "Giliran ada temen baru aja, gue dibuang!" Gerutunya. Namun tak urung, ia menurut juga dan segera beranjak dari sana.

"Enak aja lo kalo ngemeng," Deri menoyor kepala Kikok. "Vino temen lama gue kali. Makanya jangan sok tau, Badak!"

Kikok akhirnya pasrah dan duduk di barisan sebelah. Vino pun berjalan menuju barisan pojok dekat jendela yang persis di bawah ac, dan duduk di sebelah Deri.

"Apa kabar, bro!" Vino menepuk bahu Deri, Rino dan Zaro. Ia juga memeluk mereka sekilas dengan gaya laki.

"Baik, man. Kok lo ga bilang mau ke Jakarta sih?"

"Udah anjir. Gue udah sms Zaro." Ucap Vino sambil menatap Zaro.

"Kok Zaro doang yang lo kasih tau?!" Rino menatap Vino tak terima. Ia lalu beralih menatap Zaro. "Lo juga, kok gak ngasih tau kita sih, woy?"

"Lupa, weh."

"Dasar pikun."

"Udeh sih ganape. Lagian kalo gue sms lo Rin, Der, gue mana tau nomor kalian. Nomor lo pada udah gak aktif sih pas gue mau hubungin."

"Ohiye. Gue udah ganti hp sih." Deri menggaruk rambutnya.

"Lah, nomor gue juga ganti. Gara-gara udah basi!" Sahut Rino dengan wajah bodohnya.

"Makanye isi pulsa dong! Medit sih lo." Ejek Vino. Ia lalu menatap Zaro yang sedari tadi diam. "Ngape lo Ro? Diem aja."

"Lo gak tau aja Vin, si Zaro kan sekarang jadi diem-diem kambing gitu. Dingin pula. Udah beda sama Zaro yang dulu. Dia aja sekarang dipanggil cowok es sama anak sini."

"Lah? Kenapa?"

"Gapapa." Sahut Zaro kalem.

"Apalagi kalau bukan karena Lauren?" Sambar Rino cepat.

Seketika, suasana sekitar Zaro, Rino, Deri dan Vino menjadi hening dan canggung. Zaro tidak suka dengan suasana yang seperti ini. Begitupun dengan ketiga lelaki yang lainnya.

"Ekhem."

Akhirnya, Deri mencoba memecah keheningan itu dengan sedikit berdehem. Namun tetap saja, suasana mencekam itu tidak juga berubah.

"Ayo semua, kerjakan tugas dari buku paket halaman 78, ya. Nomor 1 sampai 10. Di buku latihan dan dikumpulkan setelah bel berbunyi."

Zaro bersyukur karena suara cempreng Bu Juli dapat memecah kecanggungan itu. Mereka berempat lalu kembali sibuk dengan aktifitas masing-masing.

"Lo bisa gak si kalo ngomong tuh dipikir dulu?" Bisik Zaro sambil menatap Rino dengan tajam. "Kan gue ga enak sama dia. Gak usah bahas Lauren lagi deh. Apalagi di depan Vino. Gue udah berusaha ngelerain dia loh. Susah tau, buat ngelupain seseorang yang sempat mengisi hati selama bertahun-tahun. Melupakan itu ga mudah, No. Apalagi menghilangkan rasa. Dan satu lagi, jangan buat gue jadi ngerasa bersalah lagi, please."

"Iya-iya maap, Pak haji!" Rino menepuk mulutnya pelan. "Emang nih gue heran dah, mulut gue susah banget buat dikendaliin. Bingung gue."

"Makanya, benerin dulu otak lo sono!" Zaro menoyor kepala Rino. "Otak lo kan miring."

"Sialan lo!"

***

"Kantin ga? Laper nih gua."

Vino lantas mengangguk. "Ayolah kantin."

Vino dan Zaro lantas berjalan beriringan menuju kantin yang berada di lantai dasar. Banyak sekali perempuan-perempuan yang lewat di hadapan Vino dan Zaro menatap keduanya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Terkadang, mereka juga tersenyum sambil berbisik-bisik kecil.

Zaro sendiri hanya mengangkat bahunya tak perduli, sedangkan Vino malah membalas senyuman perempuan itu yang membuat mereka malah menjerit-jerit seperti sedang kesurupan. Zaro sendiri hanya memaklumi, dari dulu memang banyak yang menyukai sahabatnya itu. Maka, ia tidak perlu kaget lagi sekarang saat melihat banyak gadis yang menjerit-jerit saat melihat wajah Vino.

Sepertinya, kantin kali ini akan nampak sepi berhubung sekarang merupakan istirahat kedua. Biasanya, anak-anak lebih senang menghabiskan waktu istirahat keduanya di taman belakang ataupun di tempat lainnya. Tak jarang, ada juga yang memilih bermain basket atau futsal di lapangan utama.

Seperti sekarang ini, di lapangan terdapat anak-anak dari ekskul basket sedang mengadakan tanding basket kecil-kecilan. Dua lawan dua. Kali ini yang bermain adalah Fira dengan Deri dan Rino dengan Aura. Zaro sendiri hanya bisa menyesal karena sudah lupa membawa kameranya. Ia jadi tidak bisa mengambil gambar Aura saat sedang bermain. Entahlah, ia jadi gemar mengambil gambar cewek itu.

Ngomong-ngomong soal kamera, kameranya sudah bisa digunakan kembali, berhubung kemarin Bunda mau membayar uang servis kameranya itu. Aura sendiri sudah berusaha mengingatkan supaya ia saja yang membayar, tapi Zaro tetap kekeuh untuk tidak menggunakan uang Aura karena ia tahu bahwa Aura hanya memiliki uang yang pas-pasan.

"AWAS!"

Suara menggelegar milik perempuan yang sudah Zaro kenali membuat lamunannya segera buyar.

Hap!

Bola basket yang semula Aura lempar terlalu jauh sampai nyasar ke koridor segera ditangkap Vino dengan cekatan. Ia lalu memeluk bola itu dari samping dan menatap seorang perempuan yang rambutnya dicepol asal sedang berlari ke arahnya.

"Sorry!" Kata Aura sambil berusaha menetralkan napasnya yang ngos-ngosan itu. "Gue gak sengaja."

Vino tersenyum dan menyerahkan bola itu pada Aura. "Gapapa. Kapan-kapan kita bisa main basket bareng?" Tawarnya.

"Oh, boleh banget," Aura membalas senyuman Vino dan segera mengambil bola yang berada di tangan cowok manis di depannya. Seakan tersadar, ia segera menaikkan sebelah alisnya. "Kok kayaknya gue ga pernah liat lo di sini ya?"

"Dia anak baru." Zaro berjalan mendekati dua remaja itu dan berdiri di sebelah Vino, setelah sekian lama ia berdiri di belakang cowok itu.

"Eh ada lo juga, Kak." Sapa Aura.

Zaro hanya menaikkan sebelah alisnya untuk membalas sapaan Aura.

Vino tiba-tiba mengulurkan tangannya. "Kenalin. Nama gue Vino. Vino Lornado."

Aura lantas membalas uluran tangan Vino. "Gue Aura. Aura Bulan Zhaniala."

"Nama yang cantik. Secantik orangnya." Vino kembali tersenyum yang membuat Aura ikut tersenyum.

Aura menepuk ringan lengan Vino sok akrab. "Bisa aja lo Kak!"

"AURA!" Ucap Deri berteriak dari arah lapangan. "Buruan sini! Biar kita lanjutin tes buat nyari pemain inti di turnamen minggu depan!"

Ah iya turnamen. Gimana caranya dapet izin dari Papa kalo gue sendiri aja lagi kabur gini.

Ya, ternyata rapat kecil di ruang Basket tadi adalah rapat untuk membicarakan seputar turnamen Basket yang diadakan di SMA Garuda. Sekolah tetangga SMA Angkasa, yang memang suka mengadakan turnamen-turnamen disetiap bulan.

"Lo gapapa, Ra?" Ucap Zaro khawatir saat melihat Aura yang tiba-tiba melamun.

"Eh? Gapapa kok." Aura mengambil bola yang berada di lantai koridor dan menentengnya. "Gue lanjut main dulu ya, Kak Bintang, Kak Vino. Dah!"

"Dah!" Ucap Vino sambil melambaikan tangannya sekilas. Zaro sendiri hanya menganggukan kepalanya sebentar pada Aura.

"Kok itu cewek manggil lo Bintang, Ro?" Ucap Vino sambil melanjutkan perjalanannya menuju Kantin.

Zaro lantas mengangkat kedua bahunya. "Gue juga gatau."

"Itu cewek manis banget, anjir! Lo deket sama dia?"

"Lumayan." Ucap Zaro kalem.

"Lo suka dia?" Tanya Vino yang berhasil membuat Zaro mati kutu. "Gue cuman mau nanya aja. Biar kejadian yang dulu ga terulang lagi. Soalnya, gue suka sama dia."

Deg.

Apa yang harus Zaro katakan sekarang? Kalau boleh jujur, Zaro memang menyukai Aura sejak lama. Entah sejak kapan, yang pasti sejak jantungnya yang mulai berdegup kencang saat Aura berada di dekatnya.

Tapi di sisi lain, Zaro tidak mau kalau Vino mengalami sakit hati untuk kedua kalinya karenanya. Ia tidak mau kejadian yang dulu terjadi antara ia, Vino dan Lauren kembali terulang. Ia tidak mau persahabatannya dengan Vino rusak begitu saja setelah semuanya sudah kembali baik. Tidak mudah baginya dan Vino untuk memperbaiki hubungan mereka dan melupakan masa lalunya itu. Maka, Zaro berniat menutup hatinya untuk Aura dan menguburnya dalam-dalam.

"Gue gak suka dia." Ucap Zaro sok kalem. Padahal jantungnya kini berdetak kencang. "Lo ambil aja. Kalo butuh, gue bakal bantu lo buat deket sama dia."

Bodoh. Satu kesalahan besar bagi Zaro untuk mengucapkan satu kalimat itu. Tentu saja ia tidak rela melihat Aura bersama dengan Vino. Tapi mengapa ia terlalu bodoh untuk mengatakan bahwa ia akan menolong mereka untuk tambah dekat? Sudah pasti itu hanya akan membuat hatinya semakin tergores dan terluka. Zaro kini hanya bisa menghela napasnya berat.

"Makasih, bro. Tapi kayaknya, lo emang harus bantu gue."

***

Waduhh kasian nih si Zaro. suka sama cewek tp ga bisa milikin. Nyeseg loh itu.

Btw jangan lupa vote and comments ya!

Pokoknya aku makasih banget-banget buat kalian yang mau baca cerita gaje kayak gini. Makasih banyak!! Makasihh!!

Continue Reading

You'll Also Like

264K 26.8K 55
Orang-orang bilang ada gadis bisu di rumah itu. Dan akhirnya aku tahu bahwa itu benar setelah kejadian dimana Mom menyuruhku mengantarkan kue untuk t...
4.8K 565 103
[ Masuk daftar pendek Watty's 2021 ] ''Percayahkah kalian, jika kukatakan bahwa kematian adalah jawaban yang diberikan oleh Tuhan sebagai tahapan yan...
147K 12.1K 20
Takdir memang selalu saja bisa mempermainkan manusia. Siapa sangka akan bertemu lagi dengan orang yang pernah singgah di masa lalu setelah 5 tahun ti...
1.3K 496 37
"Gue ngajuin diri jadi pasangan kencan buta lo. Lo mau jadi pacar gue?" Bintang terlampau bahagia ketika Rasi, gadis yang disukai setahun lamanya, me...