Love Or Die

By tjitsar

516K 35.7K 2.4K

"Kau tahu cara membuat wanita jatuh cinta padamu?" "Memangnya menurutmu bagaimana?" "Make her laugh." This wo... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
Who Plays Whom
Epilog

10

12.3K 868 27
By tjitsar

"Aku membencimu, Jed!"

Ata-

                                                                        *********

Setidaknya saat dia bersama Jed, Ata tahu dia tidak akan kecewa. Dia jelas punya tempat yang ingin dia kunjungi, bukan tempat pilihan Jed. Tapi, saat dia membiarkan Jed yang menentukan semuanya, Ata tahu dia memberikan semua kepercayaannya, dan Jed tidak akan mengacaukannya. Jed tidak akan mengecewakannya. Namun kali ini, dia tidak yakin. Karena dari semua tempat, Jed memilih ini, kanal Cascara.

Ata terpaku beberapa saat di tempatnya. Dia tidak tahu apakah Jed memang terlalu pintar, instingnya bagus atau dia sudah mengetahui tempat ini sebelumnya hingga dia memilih ini. Karena tempat ini begitu indah! Saat itu juga Ata tahu kenapa tempat ini adalah top choice! Dan dia sekali lagi harus mengaku, jika dengan Jed- kemanapun itu, dia bisa yakin!

Kanalnya dibangun mengelilingi sungai. Perahu-perahu kecil berisi turis berlalu lalang pelan melintasinya. Dibangun dua jembatan kokoh yang menghubungkan tempat di seberangnya, yang adalah kantor pemerintahan kota Cascara serta gedung opera megah. Dipinggir kanal, pagar dipasang menjaga keamanan. Pagar tua ini justru menambah kesan kolonial yang kuat. Bangku-bangku disusun dibawah pohon menghadap kanal serta gedung kantor yang tinggi menjulang.

Gedung-gedung pemerintahan beratap segitiga itu sudah kosong, namun begitu terang disinari lampu. Cahaya dari gedung di seberang memantul ke air, membias, memberikan kilau yang indah. Jed menghargai dirinya begitu tinggi karena dia membuat rasa kekaguman Ata tak hilang-hilang. Senyumnya mengembang, dan hanya pada Jed sajalah senyum itu dibagi Ata. Dia menikmati ini. Pemandangan ini.

"Hold my hand." kata Jed mengulurkan tangannya.

Ata memiringkan kepalanya ragu. Tapi, saat Jed menyunggingkan senyum tipisnya dan mata indahnya berkilauan, Ata tidak bisa menolaknya. Dia menyambut tangan Jed dan mereka berjalan dipinggir kanal dengan tangan saling menggenggam.

"It fits me really well, your hand." kata Jed menunduk, memperhatikan tangannya dan Ata yang bertaut.

"Yeah." kata Ata pendek dan itu membuat genggaman Jed makin erat.

"Sepertinya mereka sedang mengadakan pertunjukan, ramai sekali." pandangan Jed mengarah pada gedung opera di seberang kanal.

Ata ikut menoleh "Ya, aku bahkan bisa mendengar musiknya dari sini. Ini hebat!"

"Kau ingin kesana? Kita bisa melihatnya. We have all night!"

"Tidak perlu, aku ingin menikmati ini saja. Ditambah, kita tidak memiliki semalaman. Aku harus membuatkanmu pidato untuk besok."

Jed menarik tubuh Ata merapat saat angin berhembus. Helaan nafas mereka bisa terlihat di udara seperti gumpalan asap putih. Ata tertawa saat Jed membuat bahunya bertabrakan dengan lengan Jed.

Saat suara musik yang berasal dari gedung opera jadi makin besar, Jed mengangkat tangan Ata ke udara, lalu memutarnya. Membuat Ata berputar diatas kakinya sendiri "Ow!" seru Ata kaget juga bahagia.

"Oh no, tidak, aku tidak bisa menari." katanya saat Jed berniat memutarnya sekali lagi "Jed, ini tempat umum."

"Tak ada yang mengenal kita!" Jed tak peduli. Teriakan Ata membuatnya tertawa. Gadis itu berputar lagi, bahkan dua kali.

"Jed kau gila! Aku tidak bisa." seru Ata saat Jed menarik tubuhnya mendekat "Jed!"

"Shut up and dance with me." Jed merapatkan tubuhnya dan larut dalam iringan musik dari seberang.

Langkah mereka pelan, berdansa di bawah awan yang pelan-pelan menghitam. Bulan yang semburatnya mulai muncul, serta bintang yang kerlap-kerlipnya mulai kelihatan di ujung sana. Ata tersenyum, tatapanya terkunci dengan mata Jed. Hanya saling tatap, tanpa kata. Tangannya ada di udara digenggam Jed, sementara yang lainnya di bahu laki-laki itu. Dia lupa dia berada dimana. Ata tidak ingat apa yang tadi dia takutkan berdansa di depan umum seperti ini. Ata tidak tahu kalau sebenarnya, bukan hanya dia yang sedang menikmati itu sekarang.

Aku tidak menyangka hari seperti ini juga datang padaku, pikir Ata.

Jika Jed tidak bisa mendapatkan Ata setelah ini, dia bisa gila! Dia menatap Ata, bagaimana manik mata itu masih selalu memikatnya. Misterius, cantik dan bahaya sekarang ada disana. Tangannya di pinggang Ata menarik tubuh itu untuk lebih dekat, menghadirkan satu tatapan dimata Ata: ancaman! Jed tersenyum tipis. Dia menarik tangannya dari pinggang Ata, kemudian memutar Ata lagi. Ujung mantel Ata seolah bermekaran karena itu. Setelah Ata beputar, Jed tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memutus jarak dengan Ata. Gumpalan dari hembusan nafas mereka bertabrakan kemudian hilang. Jed bisa merasakan apa yang hilang selama ini. Dia merasa detak jantungnya meningkat.

Ata mendongak menatap Jed. Dia tahu, kalau tangannya tidak digenggam Jed sekarang, tangannya pasti gemetar. Dia dan Jed sekali lagi berada begitu dekat, hanya beberapa senti hingga dia bisa dengan jelas merasakan hembusan nafas Jed di wajahnya. Tangan Jed yang berada di punggung Ata, perlahan menariknya makin dekat. Ata menelan ludah, tak mengalihkan pandangannya.

Now or Never! No, never! No, NOT NOW! seru Ata dalam hati.

Dia mengulum bibirnya membuat Jed menghentikan gerakan lambatnya mengincar sebuah ciuman dari Ata. Meski tatapan Ata masih padanya, dia tahu gerakan bibirnya menandakan hal lain. Laki-laki itu menahannya lagi, menelan ludah.

"Atlanta, one day I'm just gonna go for this!" dia membawa telunjuknya menelusuri bibir Ata.

Ata menahan nafasnya, tanpa sengaja membuka bibirnya kecil. Berapa besar kekuatan yang dimilki Jed? Ata tersenyum, lalu menangkupkan dua tangannya di wajah Jed "Aku menghargai itu." dia berjinjit sedikit dan memberikan ciuman ringan di sebelah pipi Jed.

Jed bergumam namun Ata bisa mendengar umpatan itu. Dia menepuk pipi Jed, begitu menggemaskan. Menarik nafas berkali-kali hingga yakin detak jantungnya tidak akan secepat tadi, Ata melempar dirinya sendiri dalam pelukan Jed.

Jed bergeming. Tidak melakukan apa-apa. Ada beberapa hal yang beputar dibenaknya yang tidak bisa dia cerna semuanya sekarang. Dia baru saja ditolak Ata, lalu gadis itu menciumnya, sekarang memeluk tubuhnya begitu erat. Tangannya melingkari punggung Jed. Tawa pelan Ata mengantar semua kesadaran Jed.

"Fuck it!" Jed membalas pelukan Ata tak kalah eratnya.

"Kau mau tahu apa yang aku pikirkan sekarang?" tanya Ata bergumam di dada Jed.

"Aku tidak tertarik kalau aku tidak ada hubungannya dengan itu." kata Jed.

Ata melepaskan pelukannya, begitu pula Jed. Ata melihat ke arah sungai sebentar, lalu kembali pada Jed "Aku ingin tersesat di Cascara bersamamu!"

Jed mendengus, tesenyum. Senyum yang sekali lagi mengantarkan rasa nyaman dan getaran yang harusnya TIDAK PERNAH ADA dalam hati Ata! Laki-laki itu merangkul bahu Ata, lalu mengajakanya berjalan lagi.

Langit sudah hitam, hari sudah malam saat mereka melanjutkan langkah menelusuri kanal hingga bagian paling jauh yang bisa mereka capai. Saat berada di satu jembatan lainnya, Jed berhenti "Denganmu, kemanapun itu, tak akan pernah tersesat!"

"Uh!" seru Ata "Itu menggelikan Jed!" dia menutup mulutnya menahan tawa.

Dahi Jed berkerut, dia pikir itu akan jadi romantis. Boleh jadi tiket untuk benar-benar memiliki Ata, ah dia salah. Jed mengusap kepalanya, berkacak pinggang membelakangi Ata. Wanita sepintar Ata, mana mungkin bisa dia rayu dengan kata-kata cheesy seperti itu!

"Aku rasa kita sebaiknya pulang sekarang. Ini jadi makin dingin, cuacanya." kata Jed berbalik.

Ata mengangguk, lalu mengulurkan tangannya pada Jed.

God, kill me! Seru Jed dalam hatinya.

Jed menerima tangan itu, menggenggamnya sebelum memasukkannya ke dalam saku mantelnya bersama tangannya sendiri. Suara tawa Ata sedikit mengobati rasa kesalnya.

"Tidak, jangan panggil taksi dulu." cegah Ata saat Jed mulai celingukan mencari taksi "Sebentar lagi, seperti ini." dia menatap Jed sungguh-sungguh.

"Atlanta," ujar Jed menyerah "Apa yang kau lakukan padaku?"

*

"Oh, fuck!" gumam Ata, jarinya menekan pad di laptop membuat tampilan berubah "Ata bodoh!" ujarnya pada dirinya sendiri.

Dia menghela nafas, membaca sekali lagi apa yang diperlihatkan oleh barang elektronik di depannya itu.

"Sedang apa kau?" suara Jed berdiri di depan pintu. Tangannya meraba sakelar lampu di dekat pintu masuk.

Ata seketika menutup laptopnya dan dengan instingnya menyelipkan benda tipis itu dibalik selimut "Kau sedang apa?" pertanyaannya sama.

"Bukannya kau sudah tidur?" tanya Ata menggeser laptop lebih masuk dengan jari kakinya.

"Apa yang kau kerjakan sampai semalam ini?" tanya Jed berjalan masuk.

"Uh, speech untuk besok, CEO Royal Prime Company, apa lagi?" Ata merapikan rambutnya.

"Tidak." kata Jed duduk di pinggir ranjang besar itu "Kau sudah menyelesaikan itu dari sejam lalu!" pandangan Jed ada pada laptop dibalik selimut. Jed mengulurkan tangannya, meminta Ata menyerahkan laptop "Apa yang kau lakukan?"

"Aku merevisinya." Ata menelan ludah "Ada beberapa part yang perlu diperbaiki." dia menggaruk alisnya "Bagaimana pamerannya? Aku mendengar kau menelpon Trevin tadi."

Jed menyisir rambut dengan jarinya "Baik, sepertinya berjalan dengan lancar." katanya "Tidurlah, sudah larut." dia berdiri, menuju kamar mandi.

"Oke." kata Ata menghembusakan nafasnya berat.

Dia merebahkan tubuhnya, tangannya mendekap laptop erat. Dia menutup matanya dan menunggu Jed keluar dari kamar.

"Shit!" ujar Ata pelan "Bodoh!"

Jed membuat dirinya sendiri menjadi CEO Royal Prime Company diakhir usia 31 tahunnya. Dia bekerja lebih keras dari siapapun. Membaca lebih sering dari siapapun. Tak menolak untuk lembur, tidak mengeluh, tak pantang mundur walau beberapa orang ragu. Tidak menorelir kesalahan bawahannya. Dia ingin sempurna untuk semuanya. Maka, dia tak perlu campur tangan orangtuanya untuk repot-repot mengangkatnya menjadi CEO, meski itu juga tidak pernah terjadi. Dia mewarisi ketampanan ayahnya, kebaikan ibunya, sehingga menjadikannya begitu memikat.

Disitulah dia sekarang, berdiri dengan kesempurnaan yang bisa dia perlihatkan. Mengenakan setelan jas yang dipilihkan Ata, dia tampak sangat tampan. Jed sedang membacakan pidato untuk para peserta konferensi hari terakhir. Dia tidak membuat kesalahan, kontak matanya bagus dan suaranya terdengar paling indah selama konferensi ini.

Dia membacakan pidatonya sekitar tiga puluh menit. Dia kembali ke bangkunya, setelah mendapat sambutan meriah di akhir kata-katanya. Jed menyempatkan melirik kebagian tengah ruangan, dimana Ata duduk disana. Gadis itu tesenyum padanya, membuat Jed yakin dia melakukannya dengan baik.

Acara hari ini diakhiri dengan penutupan, yang juga tanda konferensi ini resmi berakhir. Acara foto-foto dan pembagian kenang-kenangan dari Presiden Cascara membuat acara ini lebih lama. Setelah acara benar-benar berakhir, peserta meninggalkan ruangan. Tak terkecuali Jed yang langsung disambut Ata dengan uluran tangan.

"Selamat, kau melakukannya dengan baik. Kau kelihatan sangat tampan tadi!" kata Ata.

Jed menjabat tangan Ata "Terima kasih, aku memang tampan! Oh, kau juga melakukannya dengan baik, meski aku merasa tak ada revisi sama sekali dengan yang pertama aku baca!" dia menilik Ata.

Ata tertawa "Kau tak sepintar yang aku kira." dia melepaskan tangannya dan berjalan meninggalkan Jed.

Jed ikut tertawa, lalu mengikuti Ata menuju kamar mereka. Saat mereka sampai di kamar, yang pertama Ata lakukan adalah membereskan barang bawaan mereka, karena mereka tak akan punya waktu untuk melakukan itu besok pagi. Jadwal kepulangan sudah diatur. Tak ada tambahan waktu, lantaran Jed harus merampungkan tugasnya yang lain.

"Ayo merayakan hari terakhir disini." usul Jed saat dia menyusul Ata ke kamar mandi.

Wanita itu melihat Jed dari pantulan cermin "Kau tidak lelah?" tanyanya sambil membersihkan make up dari wajahnya .

"Untuk sebuah perayaan?" tanyanya sambil tersenyum angkuh "Tidak pernah!"

Ata menoleh "Ayo." dia mengenyahkan tisu ke dalam tempat sampah dan menarik tasnya.

Mereka menuju salah satu klub di tengah kota. Bagitu banyak orang disini. Beberapa juga wajah yang dikenal Ata dan Jed karena mereka sama-sama menghadiri konferensi. Jed memilih tempat di meja bar, paling dekat dengan barista. Dia memesan minuman untuknya dan Ata. Seorang pelayan seksi menuangkan minuman untuk Jed, dan dia tersenyum pada pelayan itu. Ata mengernyit.

Lihatlah laki-laki ini!

Ata memutar tubuhnya hingga dia bisa melihat ke arah lantai dansa yang penuh. Walau dia tidak sering ke bar atau club, dia mulai menikmati alunan musik keras yang terdengar. Saat dia menoleh pada Jed, Ata menganga tak percaya. Kapan wanita pirang ini datang?

Wanita pirang itu sedang mengadukan gelasnya dengan gelas Jed. Matanya tak lepas dari mata Jed dan bahasa tubuhnya yang menginginkan Jed. Ata menelan ludah saat Jed juga menunjukkan ketertarikannya pada si pirang itu. Tangan Jed terangkat untuk memainkan rambut si pirang, dan wanita itu jelas tidak membuang waktunya. Dia mendekatkan tubuhnya dengan Jed dan pria tertawa. Ata bisa mendengar tawanya. Jed menoleh sekilas ke belakang dan mendapati Ata tengah menatapnya.

"Kau tidak ingin menari?" tanya Jed sekenannya.

Ata tersentak. Jed sudah memalingkan wajahnya lagi pada si pirang dan kini mereka mulai bergenggaman tangan! Oke, Ata harus mengaku, si pirang ini wanita yang cantik. Kulitnya cokelat eksotis tanda tertimpa matahari alami dengan jumlah yang banyak. Dari caranya berpakaian, dia bukan slut atau semacamnya. Dia wanita baik-baik yang terpincut pesona Jed.

Ata menghentakkan kakinya, bangkit dan berjalan ke lantai dansa. Mulanya dia ragu harus mulai darimana dan bagaimana. Namun, saat dia menyadari tak ada aturan dalam tarian seperti ini, ajojing seperti ini, dia mengangkat tangannya dan berteriak. Mengeluarkan semua teriakan yang tenggelam dalam musik berisik. Ata bisa menikmati ini, dia menguasai dirinya hingga matanya ke arah Jed. Si pirang sudah mendapatkan targetnya. Dia berhasil mencium pipi Jed!

Brengsek!

Ata menarik nafas. Sebuah tangan menariknya dan Ata terperanjat. Dia tersenyum, menerima tangan laki-laki itu, dia menari dengan niat membalas Jed. Dia mendekatkan tubuhnya pada pria itu, dan pria itu jelas tidak menolak. Tangannya ada di pinggang Ata, dan Ata berusaha tidak menolak.

Ata, jangan lakukan itu!

Oh ya, dia dapat perhatian Jed. Si pirang bisa saja menjalarkan jarinya di wajah Jed, dia bisa menciumi wajah Jed, tapi tatapan Jed hanya pada Ata.

Laki-laki itu bisa memeluk pinggang Ata, dia bisa membaui wangi rambut Ata, tapi tatapan Ata terkunci pada Jed. Terpaku pada apa yang dilakukan wanita itu pada Jed. Ata mendesah marah.

Dia menelan ludah. Ini tidak akan berhasil!

Ata menarik tubuhnya, tak melihat laki-laki itu saat dia berjalan cepat keluar dari klub. Meninggalkan tasnya di meja, dia tidak peduli.

Dia memohon agar tidak jatuh cinta pada Jed, atau terpikat padanya. Dia bersumpah atas dasar profesionalisme, kalau dia tidak akan memilki rasa yang sangat pribadi pada Jed. Tapi, ternyata dia gagal! Melihat Jed dicium si pirang, dia terbakar! Apa namanya kalau dia bukan cemburu? Apa alasannya kalau dia tidak menyukai Jed, dan oh mencintai laki-laki itu!

Ata tidak tahu dia sedang berjalan kemana. Dia buta arah, seketika semua jalan tampak sama dan dia tidak punya ide kemana. Ata menghentikan langkahnya, mengusap wajahnya dengan dua tangannya "Ata, dia bosmu!" ulangnya berkali-kali "Kau bisa menghancurkan dirimu sendiri kalau kau jatuh cinta padanya."

Dia menghela nafasnya. menggeleng beberapa kali dengan maksud mendapatkan kembali semua akal sehatnya. Tapi, apalah daya bagi Ata! Dia menghela nafas lagi, dan memejamkan matanya sesaat. Saat dia membuka matanya "Oke, lupakan!" kakinya melangkah dan berbelok pada sebuah persimpangan.

Jalanan begitu ramai dengan pejalan kaki. Baik yang searah dengan Ata, atau yang berlawanan arah. Semuanya menuju satu tempat dan Ata seperti terbawa dalam arus pejalan kaki ini. Dia melongo ke depan, dimana suara teriakan bahagia bisa terdengar dan lampu berwarna-warni menyorot ke arah langit. Lalu, matanya menangkap ikon sebuah festival malam. Bianglala.

Ata tersenyum, mendekat. Gerbang dengan tulisan Cascara Night Festival menyambutnya. Dia langsung dihadiahi sebuah kertas kecil berupa peta acara. Ata mencermati isi peta itu. Ada banyak wahana disini dan untungnya dia bisa masuk tanpa dipungut bayaran.

Ata segera bergabung dengan orang lainnya, mencari kesenangan. Setidaknya, dia bisa melupakan apa yang ditakutinya beberapa saat lalu. Dia tidak bisa menahan dirinya untuk menelan ludah pada jajanan pasar malam yang dijajakan. Kelihatan enak dan cocok dimakan saat udara dingin malam ini. Sayangnya, dia tidak membawa tasnya! Semuanya ada disana! Bagaimana kalau hilang? Walau hanya ada dompet dan ponselnya disana, tetap saja keduanya berharga!

Ata melangkahkan kakinya untuk bermain Viking. Duduk di perahu yang di ayunkan ke atas dan bawah cukup membuatnya berteriak. Wajahnya diterpa angin dan dia bahagia. Setelah dari sana, Ata kembali mengecek peta, dan dia sekarang mencoba kaserol. Sudah lama sekali sejak dia naik benda ini, dan dia merasa tak ada yang berubah. Juga perasaan nostalgia saat dia menaikinya.

Dia sudah mencoba hampir semua wahana dan meninggalkan beberapa saja. Dia melewati arena maze besar dan dia berpikir. Mencoba ini adalah ide buruk bagi Ata. Dia benci maze, dia tidak suka permainan mencari jalan keluar ini. Karena, sekali lagi, dia buruk dalam arah, nyaris buta arah kalau dia tidak familiar. Terakhir kali dia mencoba ini, dia tersesat dua puluh menit!

Tapi, sesuatu dalam dirinya membuatnya memberanikan diri untuk masuk. Petugas menyambutnya dengan riang. Dia menjelaskan bahwa hanya ada satu pintu keluar meski ada banyak jalan masuk. Labirinnya berukuran besar dan tinggi. Rumputya dijaga dengan baik dan rapi.

"Anda sudah siap?" tanyanya mengkonfirmasi.

"Ya," kata Ata.

Dia memeberikan Ata sebuah gelang tangan berwarna cerah "Kalau anda tersesat atau apapun yang membuat anda ingin keluar, silahkan lepaskan hologramnya." dia menjelaskan "Akan ada petugas yang akan mengarahkan anda." petugas itu mendorong rumput yang sudah dibentuk menjadi pintu besar.

Ata tertawa pelan. Ini artinya ada banyak kasus 'tidak menemukan jalan' hingga mereka membuat penyelesaian seperti ini. Namun, itu juga yang membuat Ata yakin. Dia tidak perlu khawatir!

"Membuka dan menutup adalah jalannya." pesan petugas itu sebelum Ata melangkah masuk.

Dia berterima kasih dan masuk. Ata menyentuhkan tangannya pada rumput-rumput tinggi yang terasa sangat kasar di tangannya. Dia bisa mendengar ada banyak teriakan cemas, exiting, juga tawa. Ata tidak yakin, namun dia berbelok. Ada dua pembelokan lagi dan dia terdiam. Tak ada yang bilang kan kalau akan ada orang-orang yang berpakaian seram berkeliaran? Karena Ata baru saja melihat satu!

Dia menjerit kuat saat melihat laki-laki berjalan terseok-seok dan berbelok "Fuck!" umpatnya kemudian mengambil jalan yang berlawanan dengan laki-laki tadi.

Dia bertemu beberapa orang yang merasakan ketakutan yang sama. Ata mencoba mengikuti mereka. Namun, perasaannya mengatakan untuk memilih jalan lain. Dia bisa mendengar teriakan mereka tak lama setelah berpisah. Ata tertawa untuk itu. Saatnya berhenti main-main, Ata menarik nafasnya.Dia mengerutkan keningnya, mencoba berkonsentrasi.

Dengan maze sebesar ini, pasti jalan keluarnya sangat mudah! Mereka tidak akan membangun jalan keluar yang mustahil untuk ditemukan, bukan? Ayo Ata pikir! Pikirkan konsep sebuah maze, pikir semua permaian asah otak yang bisa kau ingat! Ata, pikir!

"Huwaaa!!!" teriakannya membuat semua usahanya sia-sia. Wanita bergaun merah membawa boneka bayi dengan keadaan terbalik mengacaukan semuanya. Dia berbalik, berlari, bertabrakan dengan beberapa pangunjung lain yang panik. Dia tidak tahu kemana, harus ke kanan, kiri atau terus saja.

"Demi Tuhan!" serunya seraya memperlambat larinya. Dia menoleh kebelakang, tak ada siapa-siapa. Dia mengatur nafasnya dan menunduk, menumpu tangan di lututnya. Dia mencoba menggambarkan maze ini, mengeluarkan peta dari saku celananya. Ata menggerutu saat bentuk maze tidak dibuat sebagaimana mestinya, sedangkan yang lainnya dibuat semirip mungkin. Dia melewatkan beberapa menit berpikir, mencermati peta. Tapi, menit-menit lewat tanpa pencerahan. Satu-satunya cara adalah lanjut dan akhirnya dia memutuskan untuk berjalan.

Beberapa orang yang baru berbelok bertatapan dengan Ata. Mereka menghela nafas lega dan mendekati Ata. Namun, Ata tidak merasakan itu sebegai keramahan. Dia berbalik dan berlari lagi mengabaikan dua orang yang kini malah ikut lari, mengira ada sesuatu di belakangnya.

Maze masih penuh dengan tawa, jeritan bahagia, jeritan minta tolong, putus asa, dan tangisan, ya tangisan. Beberapa hologram terpantul di lapisan tertentu labirin ini dan petugas memberikan pengarahan personal dari gelang tersebut. Ata terduduk bersandar pada dinding tebal rumput itu. Dia sudah menyerah. Penampakan lain membuatnya kehilangan nyali. Dia harus mengikuti siapa saja untuk keluar.

Dia berdiri lagi dan berbelok. Bentuk labirin yang baru. Dia tahu itu, lantaran rumput yang terasa berbeda ditangannya. Yang ini lebih lembut. Dia bersyukur dengan instingnya untuk menyentuh rumput-rumput itu. Dia tersenyum, merasa sudah hampir sampai. Sayangnya, Ata salah. Labirin baru ini mengantarnya pada belokan sempit dan lebih kompleks. Dia terdiam.

"Oh tidak, jangan menoleh!" bisiknya saat dia mendapati hawa lain dari belakangnya.

Bulu kuduk Ata merinding saat dia merasa ada hembusan udara pelan di lehernya. Ada seseorang di belakang, sangat dekat dengannya. Ata memejamkan matanya, menguatkan dirinya "Jangan takut, jangan noleh!" ujarnya pelan. Dia mengepalkan tangannya memilih jalur tengah pelan-pelan. Namun, hawa itu tak kunjung hilang.

Sepasang kekasih yang muncul di depan Ata, refleks kabur saat melihat Ata. Dan Ata tahu itu karena sesuatu di belakangnya. Dia menarik nafas, menggeleng. Ini terlalu horor. Dia menggerakkan tangannya ke arah gelang, dia harus pergi dari sini. Namun tangannya diberhentikan oleh gerakan dari belakangnya.

"Tolong!!!" seru Ata panik. Ata menegang.

"Kenapa tak kau selesaikan?" bisiknya.

Dia menunduk, melihat tangan itu. FUCK! FUCK! FUCKING FUCK!

Ata merapatkan rahangnya! Dia kenal tangan itu. Dia kenal suara itu. Ata melepaskan nafasnya yang tercekat dan tungkainya tak bisa lagi menahannya. Namun, tubuhnya belum sempat menyentuh tanah saat tangan dari belakangnya menahannya.

"Kau takut?" tanyanya.

Ata berbalik. Memang Jed! Keparat!

Ata memukul Jed hingga dia puas. Jed membiarkannya, tak menahan tangan Ata, juga tidak memintanya berhenti. Hingga Ata sendiri yang mengeluarkan geraman dan berhenti.

"Kau menyebalkan!" ujar Ata "Aku membencimu, Jed!"

Jed tertawa "Aku tak percaya kau begitu ketakutan." ujar Jed. Ada sebatang rokok terselip di ujung bibirnya, namun tidak menyala.

Ata melihat pria itu, dia ingin memaki Jed. Untuk ketakutan yang dia alami dan si pirang. Ini semua karena Jed! Kalau bukan karena Jed, dia tidak akan berada dalam maze sialan ini! Kalau bukan karena Jed, mungkin sekarang dia masih berada di bar, menikmati perayaan malam terakhir di Cascara. Atau apa saja, bukan di maze ini!

Jed memberinya pelukan, namun Ata menolaknya. Penolakan Ata membuat Jed tertawa. Laki-laki itu membuka jasnya dan mengarahkannya pada Ata "Pakai ini, kau kedinginan!" dia memasangkan jasnya pada Ata. Gadis itu diam saja, menerima. Bahkan saat Jed menyampirkan tas ke bahunya

"Bisa-bisanya kau meninggalkannya dan kabur!" lalu, dia memegang tangan Ata "Ayo keluar!"

Ata menuruti Jed. Jed berjalan dengan santai, menembus lapisan lain yang sudah Ata lewati dari tadi. Dia tahu lantaran ada sebuah pot bunga di tengahnya. Kalau tadi dia memilih berbelok, Jed menarik tangan Ata untuk lurus, baru kemudian berbelok. Ata menajamkan matanya, dia sudah melewati yang seperti ini.

"Aku sudah lewat sini, ini jalan yang salah!" kata Ata memperingatkan Jed.

"Hm?" Jed menoleh "Kau tak cukup peka, Atlanta." ujar Jed.

"Tidak, ini jalan yang salah!" Ata bersikeras "Lihat, jalan buntu!" tunjuknya pada dinding rumput yang terakhir "Cari jalan lain."

Jed menarik nafas, melihat Ata "Kubilang, kau hanya.."

"Huwaaaa!!!" Ata menyurukkan wajahnya ke dada Jed saat dia melihat penampakan lainnya. Gadis muda dengan dandanan mengerikan! Dia menghentakkan kakinya kesal "Sialan! sial!" umpatnya.

Jed menelan ludah. Dia melepaskan rokok yang dari tadi hanya dia hisap ujungnya. Dia merasa kesulitan bernafas. Tangan Ata begitu erat menarik scarfnya. Nafas Ata terasa sangat hangat menembus pakaian yang dia gunakan hingga sampai ke kulitnya. Perasaan familiar itu datang lagi. Dia memegang bahu Ata. Ata terdiam, menarik nafasnya lalu mendongak.

Inilah perasan familiar itu! Tatapan mata Ata saat bertemu matanya. Perasaan seperti itu. Yang belum bisa dia jabarkan seperti apa. Yang dia tahu, dia begitu ingin waktu berhenti sekarang. Dia ingin menatap Ata seperti ini, Ata melihatnya seperti sekarang. Butuh.

Jed berdehem, memutus kontak mata Ata padanya. Ata menunduk, menyadari apa yang terjadi. Dia melepaskan tangannya dari syal Jed dan melangkah mundur.

"Um," Jed membuat olok-olokan tentang kejadian barusan, dan berhasil. Ata sudah mengembalikan tatapan kesalnya pada Jed.

"Siapa wanita tadi?" tanya Ata.

"Yang mana? Hantu cantik tadi?" Jed menunjuk ke belakang bahunya, pada hantu yang sudah pergi lama.

"Si pirang!" sergah Ata.

Oh, itu arti tatapan Ata. Jed memasukkan tangan di saku celananya "Aku tidak tahu, tidak sempat bertanya nama." kata Jed santai "Oke, sakarang.."

"Kenapa kau membiarkan dia menciummu?" tanya Ata.

"Harus kita bahas itu disini, saat pintu keluar sudah sedekat ini?" tunjuk Jed pada dinding hijau didepan mereka.

Ata menarik nafas "Gila! Tak bisa! Lihat, ini jalan buntu?" serunya.

"Bagaimana cara kau masuk dan keluar dari sebuah pintu?"

Ata mengerutkan keningnya. Sumpah, dia tidak punya waktu untuk pertanyaan bodoh Jed barusan. Yang dia ingin tahu sekarang adalah si pirang itu! Bukan tentang pintu masuk dan keluar! What? Wait!

"Kau sudah tahu?" tanya Jed.

"Damnit!" seru Ata "Membuka dan menutupnya!"

Jed mengangguk, lalu menunjuk dinding itu. Ata berjalan duluan, lalu menyapukan tangannya pada dinding itu. Dia mendorong sebuah bagian yang mana bukan terasa seperti rumput sungguhan. Benda itu bergerak mundur bersamaan dengan terbukanya 'dunia' lain di depan Ata.

Ata mendengus, merasa dipermainkan. Dia melihat Jed di belakangnya. Pria itu tampak angkuh dan sombong luar biasa. Lalu, beberapa orang mengikuti Ata keluar dari sana. Jed menepuk bahu Ata "Kau berhasil!" dia melihat jam tangannya "Well, setidaknya tiga puluh menit."

"Kau tidak..." Ata heran.

"Aku sudah dua kali keluar masuk maze ini, dan kau masih terjebak!" dia melipat tangannya.

Ata membasahi bibirnya "Tidak mungkin!" dia menggeleng.

"Coba lihat gelang itu," perintah Jed "Jalan keluarnya ada disitu." ujar Jed.

Dia memegang tangan Ata, mengangkat gelang itu "Ini.." dia menunjuknya "Ini jalan masuk. Ada banyak garis disini, ini pintunya. Lalu, kau tinggal ikuti garis ini. Semua garis ini menuju satu titik." jarinya menelusuri garis-garis yang berkilauan ditimpa cahaya itu "Kesini," katanya. Dia melihat Ata sekilas dan rasa bangga memenuhi dirinya "Bagian tengah tadi itu,"

"Aku sudah tahu." potong Ata "Itulah mazenya!" dia melihat Jed "You're fucking brilliant!" ada nada sinis di dalam nada pujian Ata.

"Beat me!" tantang Jed "Kita punya semalaman."

Oh itu lagi!

"Kenapa kau mencium wanita itu?"

"Beat me and I tell you why!"

***********




sorry, for the 4000+ words 😂😂😂

Continue Reading

You'll Also Like

68.4K 5.8K 98
Tokyo Noir Familia salah satu keluarga Mafia di kota TokyoVerse.Dipimpin oleh Rion Kenzo yang dipanggil dengan Papi dan Caine Chana yang selalu dipan...
250K 9.2K 69
Suatu hari seorang gadis yang sedang tidur pada malam hari, ia bertemu dengan sosok yang ia rindukan muncul dalam mimpi nya. Yaitu ayah nya beliau me...
8.9K 735 23
TENTANG SEORANG MATA MATA YANG TERCIDUK DENGAN TARGETNYA SENDIRI APAKAH SANG MAFIA AKAN MENEMBAK SANG MATA MATA ATAU ADA OPSI LAINNYA??? WARNINGS🚨 ...
11.3K 975 17
Sebuah Geng motor yang berambisi untuk mengembalikan Hak mereka yang hilang karena oknum yang tidak bertanggung jawab Saksikan Kisah selanjutnya... ...