Jangan Bilang Papa!

By gigrey

350K 42.3K 2.8K

Pak Saujana adalah seorang asisten Komisaris dari Salim Group. Sudah lima tahun terakhir ia mencoba untuk res... More

Characters
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
PROMOSI SEBENTAR
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39 (18+)
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
SPESIAL: Belajar Mengemudi part 1
SPESIAL: Belajar Mengemudi part 2
50
51
52
53
54
56
57
58
59
60
61
62

55

3.1K 477 32
By gigrey

How could someone be so cruel?

Itu mungkin adalah pertanyaan yang pas untuk Tio Saujana tanyakan untuk sosok Prabas Salim. Ini semua bermula di hari minggu yang tenang ketika dirinya sedang berkebun untuk merapikan halaman depan rumah. Tanpa adanya pemberitahuan sebuah mobil box datang parkir di depan rumah. Menurunkan banyak box kemudian dimasukkan ke dalam rumah kosong di depan mereka.

Rumah itu telah kosong semenjak tiga tahun lamanya. Penghuni terakhir meninggal di usia tua dan pewarisnya menggunakan rumah untuk disewakan. Namun yang Tio ketahui, penyewa terkahir juga sudah pindah karena pindah kerja. Jadi terakhir rumah tersebut dihuni adalah enam bulan yang lalu. Rumornya rumah tersebut akan dijual tapi Tio tidak lagi mendengar kabar terbaru di grup wa kepala keluarga kompleks.

Tio menganggukkan kepalanya ketika sopi mobil box menyapa. Pria itu membuka pintu pagarnya lebih lebar agar bisa menyapa tetangga barunya tersebut. Kevin yang membawakan kopi untuk papanya ikut bergabung untuk melihat sang tetangga baru.

"Orang baru pa?" tanyanya bergabung berdiri di samping Tio.

"Kayaknya. Tapi orangnya belum kelihatan."

"Oh, nanti malam undang makan malam aja, pa. Biar makin akrab."

"Iya. Sekalian selasa besok papa mau ajak acara mancing sama Pak RT di kolam pancingnya Pak RT yang baru buka."

Sebuah mobil sedan hitam memasuki pekarangan rumah di depan mereka.

"Mobil baru lagi," gumam Kevin pelan.

"Hm? Kamu bilang apa?" tanya Tio yang tidak terlalu mendengarkan gumaman putranya. Kevin menggeleng dan menawarkan papanya untuk minum kopi lebih dulu. Namun sebagai calon tetangga yang baik tentu Tio lebih ingin menujukkan imej baiknya terlebih dahulu. Melihat pintu mobil yang terbuka, Tio berpura-pura memperhatikan box dan mengambil langkah menyebrangi jalan perumahan dan bersiap menyapa.

Pria itu mendekat pada pria yang keluar dengan setelan jasnya. Tio otomatis terdiam di tempat sambil memandangi sesuatu yang gila.

"Ah, Pak Tio?" sapa Prabas dengan ramah.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Tio dengan ketus melupakan niatannya untuk beramah tamah dengan calon tetangga barunya.

Prabas menoleh ke belakang sejenak ke arah orang-orang yang mengangakt box barang-barangnya.

"Hm? Saya sedang dalam masa pemulihan. Apa Pak Tio tidak dengar jika saya sedang sakit? Dokter menyarankan saya untuk mengambil cuti dan pergi menenangkan diri terlebih dahulu agar serangan panik saya tidak kambuh lagi."

Tio bersedekap di tempatnya. Ia mengeleng tak percaya dengan segala ucapan Prabas barusan. Tio percaya bahwa itu hanya akal-akalan Prabas yang ingin mendekati Kaia karena Kaia telah memutuskan hubungan mereka. Atau mungkin Prabas sedang ingin merayu Kevin agar kembali bekerja padanya karena Kevin telah mengundurkan diri.

Dulu juga seperti ini. Pria itu menggunakan banyak cara untuk mencari perhatian istrinya. Tio tak menggubris Prabas. Ia berbalik kemudian mengunci pintu pagarnya rapat-rapat. Kevin yang sudah tahu rencana Prabas hanya melirik papanya yang terlihat marah. Ia menyesap kopinya untuk menenangkan diri karena peperangan baru akan segera dimulai.

Di malam hari ketika mereka akan malam bersama, bel pintu rumah berdering. Kaia yang baru selesai mandi dan turun dari tangga mendekat ke arah pintu. Gadis itu mengesampingkan handuk yang digunakan untuk mengeringkan handuk di pundaknya.

"Selamat malam!" sapa Prabas dengan ramah membawa seloyang kue dan buah anggur.

"Oh?"

"Pak Tio ada di rumah?" tanya Prabas masih mempertahankan senyum simpul pada Kaia yang kebingungan di tempatnya.

"A-ada..." Kaia menoleh ke belakang dan melihat Kevin juga papanya yang sedang meletakkan makanan di atas meja makan. Kevin mendongak melihat Kaia yang tak kunjung bergabung di meja makan.

"Siapa Ai? Paket kakak sudah datang?" tanya Kevin setengah berteriak.

Kaia ingin melarang Prabas untuk masuk, tapi pria itu tak memperdulikan gadis itu. Dengan tidak sopannya, ia menabrak pundak kaia dengan tubuhnya yang besar membuat Kaia harus menyingkir untuk memberikan jalan Prabas masuk.

"Ah! Pak Tio! Maaf saya datang di waktu yang tidak tepat. Saya membawakan roti dan buah anggur untuk memperkenalkan diri. Saya akan tinggal di depan rumah Pak Tio. Jadi saya harap kita bisa menjadi tetangga yang saling tolong menolong."

Tio akan mengangkat suaranya mengusir Prabas dari rumahnya. Prabas segera meletakkan smeua bawaannya ke atas meja tamu dan mengeluarkan secarik kertas dengan kop surat rumah sakit yang ditandatangani oleh beberapa dokter.

"Saya ini orang sakit, Pak. Karena saya tinggal sendiri jadi saya minta bantuan Pak Tio, jika bapak tidak melihat saya dalam satu kali dua puluh empat jam, tolong segera menghubungi nomor yang tertera. Saya tahu saya memiliki banyak permintaan tapi saya tidak punya keluarga untuk mengawasi saya, jadi saya hanya bisa mengharapkan tetangga saja."

"Kamu kan punya kakek! Kamu punya banyak asisten. Tidka usah bersilat lidah! Keluar!"

"Ah, tentu dengan senang hati saya akan bergabung. Terima kasih atas undangannya." Prabas memberikan surat keterangan sakitnya kepada Kevin kemudian duduk di salah satu kursi meja makan. Mata Tio sudah melotot tidak percaya. Pria itu menggebrak meja siap untuk menyeret Prabas keluar namun Kevin menahan papanya.

"Pa, kayaknya sakit Prabas cukup serius. Jangan sampai dia kambuh di rumah kita."

"Papa nggak peduli!"

"Pa... hanya malam ini. Ini harusnya jadi malam kita bersenang-senang kan? Biarin aja, besok papa kunci rumah rapat-rapat biar dia nggak masuk sembarangan."

Tio menatap Prabas penuh kebencian. Prabas sendiri hanya tersenyum membalas sikap tak bersahabat dari Tio.

Kaia yang merasa bersalah karena membuka pintu, bergabung ke meja makan ragu-ragu. Kaia tidak tahu rencana Prabas dan Kevin akan dimulai secepat ini. Ia tahu bahwa Prabas akan menemui papanya perlaha tapi tidak sebagai tetangga baru.

Kaia duduk di samping papanya berhadapan langsung dengan Prabas. Mereka bertatapan mata untuk beberapa detik membuat wajah Kaia merona. Prabas menahan diri untuk tidak tertawa. Namun melihat Kaia yang baru selesai keramas adalah sbeuah pemandangan yang sungguh luar biasa. Rambutnya yang setengah basah menempel di pipinya yang merona. Kontras kulit putih juga rambut hitamnya terlihat snagat indah. Prabas yang berniat hanya melirik jadi ketagihan dan terus menatap Kaia tanpa berkedip.

Tak sengaja ujung kaki mereka bersentuhan membuat Prabas kesulitan bernapas. Ia harus mencari topik pembicaran lain sebelum otak kotornya merusak kesempatan emas dimana ia bisa duduk satu meja dengan Tio Saujana.

"Pak Tio, saya dengar kompleks perumahaan ini ada grup wa? Apa saya boleh bergabung juga? Saya disarankan oleh dokter saya untuk sering-sering bergaul dengan lingkungan sosial."

Tio tak mendengarkan. Ia mengambil sepiring nasi untuk Kaia dan menawarkan Kaia lauk yang sudah ia masak khusus untuk putrinya.

"Maklum, Kevin. Seperti yang kamu tahu, saya ini kan anak yatim piatu. Saya juga punya sakit juga, jadinya yang bisa saya andalkan saya saat ini hanyalah tetangga."

Tio menghela napas panjang. Ia sangat kesal ketika Prabas yang selalu mengungkit hal-hal yang tidak penting. Dengan sangat tidak sopannya anak itu menggunakan kartu yatim piatu yang sensitif untuk mendapatkan kasihannya. Tio menggeleng. Bahkan penyakit mematikan pun tidak akan membuat Tio kasihan kepada Prabas.

"Nanti, saya berikan nomor Pak RT, kamu bisa minta ke beliau untuk gabung."

"Oh begitu? Baik, besok ketika saya mengunjungi beliau akan saya minta sekali lagi. Hahaha, maklum lah, saya ini belum pernah tinggal di lingkungan yang seperti ini, jadi saya masih beradaptasi," balas Prabas membuat Kevin mengangguk canggung.

"Papa nggak makan?" tanya Kaia.

"Enggak, papa nggak akan makan sebelum anak itu keluar dari rumah ini."

Prabas mengangkat salah satu alisnya. "Ah! Maaf jika keberadaan saya mengganggu, Pak Tio."

"Memang," cibir Tio membuat Kaia mengusap tangan papanya untuk sedikit bersabar.

"Kalau begitu saya akan bawa makanan ini pulang saja. Nanti kamu bisa ambil piringnya kembali ke rumah saya ya, Kaia."

"Nggak usah dikembalikan!" potong Tio yang tidak senang mendengar Prabas yang mengundang putrinya untuk datang ke rumahnya.

"Nanti biar saya yang ambil," jawab Kevin yang menengahi.

Prabas pun izin untuk meninggalkan membuat Tio tak berhenti menggerutu sepanjang malam dan meminta Kaia berkali-kali untuk tidak mendekati Prabas lagi. Kaia hanya mengangguk sekadar untuk membuat papanya berhenti kesal. Pria itu harus menjaga kesehatannya agar tidak menurun lagi.

***

Pak Tio, ayo saling jaga kerukunan antar tetangga ya, Pak!

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 60.3K 59
π’πœπžπ§π­ 𝐨𝐟 π‹π¨π―πžγ€’ππ² π₯𝐨𝐯𝐞 𝐭𝐑𝐞 𝐬𝐞𝐫𝐒𝐞𝐬 γ€ˆπ›π¨π¨π€ 1〉 π‘Άπ’‘π’‘π’π’”π’Šπ’•π’†π’” 𝒂𝒓𝒆 𝒇𝒂𝒕𝒆𝒅 𝒕𝒐 𝒂𝒕𝒕𝒓𝒂𝒄𝒕 ✰|| 𝑺𝒕𝒆𝒍𝒍𝒂 𝑴�...
2.5M 145K 48
"You all must have heard that a ray of light is definitely visible in the darkness which takes us towards light. But what if instead of light the dev...
16.9K 372 19
Draco and Harry eyed each other, while passing in the halls of Hogwarts. It wasn't easy, keeping a secret to your best friends that you're dating you...
3.2M 43.3K 44
Sixteen year old Kathrine or as she likes to be called Kat wasn't looking forward to the days she got a mate. She wasn't expecting to get one at the...