Jangan Bilang Papa!

By gigrey

354K 42.7K 2.8K

Pak Saujana adalah seorang asisten Komisaris dari Salim Group. Sudah lima tahun terakhir ia mencoba untuk res... More

Characters
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
PROMOSI SEBENTAR
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39 (18+)
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
SPESIAL: Belajar Mengemudi part 1
SPESIAL: Belajar Mengemudi part 2
50
51
52
53
55
56
57
58
59
60
61
62

54

2.9K 501 33
By gigrey

***

Kaia berdiri di depan sebuah rumah sederhana berlantai dua. Taman rumah itu cukup terawat meskipun tidak terlihat begitu rindang. Semuanya tertata dengan baik. Ia melihat sebuah mobil sedan hitam yang terparkir di garasi. Hanya lima langkah dibutuhkan kaia untuk masuk ke dalam pekarangan rumah.

Gadis itu menekan bel pintu setelah memastikan nomor rumah yang ada di pintu sama dengan yang tercatat di kertas yang Pangestu salim berikan kepadanya. Kaia mengambil langkah nekat. Setelah mendapat kabar bahwa Prabas sakit, Kaia menggunakan waktu luangnya untuk berkunjung di hari selanjutnya. Kaia mencoba menghubungi pria itu di malam harinya, namun tidak satu pun panggilannya tersambung.

Seorang laki-laki membukakan pintu untuk Kaia. Gadis itu mengenalnya sebagai salah satu asisten Prabas yang cukup sering berinteraksi dengannya.

"Kaia? Kok bisa di sini?" tanyanya bingung.

"Ah itu... saya diberi alamat oleh Pak Salim untuk berkunjung."

"Oh! Masuk-masuk. Maaf sudah bertanya yang aneh-aneh. Seharusnya tidak boleh ada tamu saat ini, makanya saya agak bingung."

Kaia masuk ke dalam rumah itu dan melihatnya penuh minat. Rumah itu berbeda dengan apartemen milik Prabas yang pernah ia kunjungi. Terasa lebih penuh oleh perabotan. Kaia melewati sebuah dinding yang penuh dengan potret keluarga. Seperti rumahnya yang memiliki satu dinding khusus yang penuh dengan potret keluarga.

"Kaia, sepertinya Pak Prabas masih belum bangun. Dia baru minum obat beberapa jam yang lalu. Jadi ... "

"Ah, tidak apa-apa. Aku bisa nunggu. Aku nggak ada jadwal apa-apa hari ini. Um... tapi apa boleh saya tunggu di dalam kamar?"

"Boleh-boleh. Kamu mau minum apa? Atau ada makanan yang mau kamu makan?"

Kaia menggeleng. Ia tidak ingin merepotkan pria itu lagi. Kaia diantar ke dalam kamar milik Prabas yang lebih luas. Tirai-tirai tinggi dibuka lebar. Seluruh dinding kaca dibuka agar angin segar masuk. Cahaya terang membuat ruangan itu lebih panas meskipun pendingin ruangan telah dinyalakan.

"Kaia, kalau butuh apa-apa bilang saja ya. Saya ada di depan."

"Baik, pak. Terimakasih banyak."

Setelah asisten Prabas meninggalkannya, kaia berjalan ke arah jendela dan menarik tirai tipis bagian dalam untuk melindungi Prabas agar tidak langsung terkena matahari. Gadis itu duduk di sebuah sofa yang berada di dekat ranjang. Mungkin digunakan Pangestu Salim untuk mengawasi cucunya.

Kaia melihat cairan infus yang tergantung. Pandangannya beralih pada nampan di atas nakas yang berisikan beberapa jenis botol obat. Kaia yang penasaran membaca nama obat-obat itu. Anti depresan, anti nyeri, antibiotik, vitamin, dan obat yang tidak ada penjelasannya. Kaia melihat sekelilingnya penuh minat. Ia menatap apa pun yang ada di sekelilingnya kecuali Prabas yang tidur tenang di atas ranjang.

Ada perasaan aneh di dalam hatinya. Seperti jika dia melihat wajah Prabas yang tertidur, kaia akan menumpahkan air matanya. Kaia sudah lama menggigit pipi bagian dalamnya untuk menahan diri. Sejak melangkah masuk, ia mencoba mengalihkan perhatiannya dengan melihat hal lain selain Prabas.

Namun mau sekeras apapun tekadnya untuk tidak melihat Prabas, tujuan awalnya berkunjung sendiri adalah untuk melihat pria itu. Kaia menunduk dan melihat kedua mata yang terpejam dengan tenang. Ia bahkan harus menghela napas berat untuk menguraikan ikatan erat di hatinya.

"Kamu kan pria dewasa. Kenapa mudah sekali sakit? Ini nggak adil, Bas. Kamu curang. Kalau kamu pakai kartu sakitmu, bagaimana caranya aku menghindar?"

Kaia naik ke atas ranjang untuk menggenggam tangan Prabas yang tidak diinfus. Kaia mengusap punggung Prabas dengan lembut. Ia bisa merasakan dinginnya tangan itu. Tangan besar yang selalu hangat itu terasa kaku dan dingin. Kaia jadi menyesal sudah menepis tangan ini berkali-kali.

"Ai..."

Kaia hampir melepaskan tangan Prabas kembali. Namun mengingat bahwa tidak ada siapa-siapa di sana selain dirinya, gadis itu kembali menggenggamnya. Prabas mengernyit dalam tidurnya. Tidurnya semakin resah. Kaia memanggil Prabas beberapa dengan lembut tapi pria itu tak kunjung bangun. Keningnya terasa semakin dingin. Begitu juga telapak tangannya yang mulai terasa basah.

"Maaf ... maaf ... bunda ... jangan ... hiks ... ma ... mama ... Ai ... aku tidak ingin jadi kakak ... maaf ..."

"Bas... "

Racauan Prabas semakin acak. Ia memanggil bundanya. Kaia tahu bahwa bunda adalah wanita itu. Prabas tak pernah memiliki sosok ibu karena ibunya telah meninggal sesaat setelah melahirkannya. Satu-satunya sosok wanita di hidupnya adalah wanita itu.

Bintang kecil ... di langit yang biru ...

Seperti yang selalu ia lakukan, Kaia mulai bernyanyi lembut. Genggaman tangan Prabas semakin kencang membuat tangan Kaia memerah. Ia bisa merasakan kuku Prabas yang menusuk kulit di pergelangan tangannya. Gadis itu terus bernyanyi ... dan perlahan semuanya mereda. Napas cemas pria itu perlahan stabil. Cengkraman kuatnya di tangan Kaia juga melonggar. Kaia tersenyum melihat tangannya yang terluka.

Masih dengan bernyanyi, Kaia mengusap keringat yang muncul di kening pria itu.

Saat Kaia masih mengusap keringatnya, pelan-pelan mata yang terpejam itu terbuka. Kaia memperhatikan Prabas yang mengerjap pelan. Namun di balik bayangan kelopak matanya, ia tahu iris hitam itu menatapnya lekat-lekat.

"Ai," panggilnya dengan suara serak.

"Iya, Prabas?" balas Kaia tak kalah lembutnya membuat Prabas memejamkan matanya kembali sambil tersenyum.

"Terimakasih, Ai."

Prabas menarik tangan Kaia yang menyeka keringat untuk beristirahat di atas dadanya. Dadanya yang naik turun dengan stabil. Degup jantung pria itu juga terasa begitu jelas di bawah telapak tangan Kaia.

"Ai."

"Hm?"

Prabas masih memejamkan matanya. Merasa enggan untuk bangun tapi ia harus tetap sadar agar Kaia tidak menghilang.

"I'm sorry."

"Untuk?"

"I didn't mean to take her away from you or your family. I didn't know," ucapnya dengan suara yang berbisik.

Kaia mengangguk. Dia juga cukup tahu itu.

"I'm sorry ... because ... I love her too as a mother. I'm sorry ..."

Hati Kaia bergetar ketika Prabas mengucapkan maaf. Tangan pria itu bergetar menggenggam tangannya di atas dada. Prabas menutup matanya menggunakan lengannya yang terdapat selang infus agar bisa menyembunyikan matanya yang berair.

"Bas, semuanya sudah berlalu. Bahkan kalau pun dia jadi ibumu, aku sama sekali nggak marah. Dia nggak pernah ada di hidup aku sampai buat aku merasa kehilangan."

"Itu terdengar sangat salah, Ai. Dan kamu ngerasa begitu karena aku dan papa aku."

"Sudahlah. Sekarang kamu lebih baik fokus untuk sembuh."

"Sulit, Ai. These guilty feelings ... I can't get rid of them. Tio dan Kevin ... rasa bersalah ini terlampau besar."

"Terus mau kamu sekarang bagaimana?" tanya Kaia membuat napas Prabas tercekat. Genggaman tangannya semakin erat.

Prabas tak menjawab apa pun. Dirinya juga tidak tahu apa yang ia inginkan. Prabas ingin Kaia tetap di sampingnya tapi dia adalah alasan utama Kaia kehilangan sosok ibunya. Mereka bahkan hampir menjadi saudara tiri. Kevin dan Kaia akan menjadi saudaranya. Memiliki keluarga seperti Kevin dan kaia adalah impiannya. Dia mau itu. Dia ingin mereka menjadi keluarga.

Prabas menurunkan tangannya. Matanya yang basah terbuka menatap Kaia lekat.

"Ai, would you be my family?"

Kaia mengernyit bingung. "Apa maksudmu?"

"Ibumu. Dia ingin agar aku menjagamu dengan baik. Itu pesan terakhirnya. Dia merasa bersalah karena meninggalkanmu sendirian selama ini. Dia ingin memulai semuanya dari awal lagi. Siang itu dia ingin aku menjagamu dengan baik. Ibumu juga pesan agar aku bisa akur dengan Kevin. Ai, let's get married! Dengan begitu aku bisa menjagamu seperti yang ibumu pesan!"

Kaia terlalu terkejut akan lamaran yang begitu tiba-tiba. Gadis itu menyentuh kening Prabas yang masih panas. Mungkin pria itu berbicara melantur akibat demamnya. Kaia akan berbalik untuk memanggil asisten Prabas, namun pria itu menahan Kaia agar tidak kemana-mana.

"Bas, pernikahan bukan sesuatu yang remeh. Kamu istirahat dulu. Tidur yang baik biar bisa cepat sembuh. Kita berbicara lagi ketika kamu sudah bisa berpikir dengan baik."

"Ai ..."

"Bas, aku boleh minta sesuatu?"

Kaia menahan kedua pundak Prabas yang akan bangun. Pria itu masih butuh istirahat.

"Apa? Kamu butuh apa?"

Gadis itu menghela napas panjang. Ia meraih tangan Prabas. Tangannya yang satu mengusap pipi pria itu.

"Kamu sudah mendapatkan maafku. Sejujurnya, aku tidak merasakan perasaan yang berarti tentang wanita ini. Konflik ini tidak pernah ada sangkut pautnya denganku sejak awal. Aku memang dulu pernah merasa kehilangan tapi aku sudah beranjak dari rasa sakit itu. Kehilangan mama telah dikompensasi dengan kehadiran papa yang segalanya bagiku. He is my mother and father. Kalau pun aku dibodohi dengan kebohongan bahwa papa yang melahirkanku, aku akan percaya hal itu. Karena papa yang selalu ada sejak awal. Papa selalu hadir sampai buat aku tidak merasa kekurangan kasih sayang seorang ibu. Jadi, Prabas ..."

Prabas menunduk malu mendengarnya. Kaia pun mengangkat wajah Prabas untuk menatapnya.

"Aku akan menjawab lamaranmu jika kamu bisa mendapatkan maaf dari papa."

Prabas terkejut mendengar jawaban Kaia.

"Bas, aku minta kamu cepat sembuh ya. Jangan terlalu berkutat dengan masa lalu. Lepaskan ketakutanmu, kecemasanmu atau kekhawatiranmu. Aku janji ... seperti yang kamu minta, aku akan pegang tangan kamu seperti ini sampai akhir."

Mata Prabas berbinar mendengar setiap kalimat Kaia. Ia menatap mencari keseriusan di kedua bola mata indah itu. Meskipun semuanya dijawab dengan ambigu. Prabas terlampau cerdas untuk menerjemahkan semua pesan tak langsung yang terucap dari gadis itu.

Prabas bangun dengan cepat. "I love you. Ai, can I kiss you. Like, I'm so desperate right now, please, please, please, just a little kiss, i beg you ..."

Kaia tertawa kecil dan mengangguk. Prabas memiringkan wajahnya agar bisa memperdalam ciuman mereka. Kaia bisa merasakan rasa panas di tengkuknya. Tangan Prabas yang masih demam begitu panas di lehernya. Kaia pikir demam pria itu akan berpindah kepadanya.

Tok. tok. tok.

Kaia yang terkejut menoleh ke belakang dan melihat Kevin yang menggeleng tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Kakak tahu kamu pasti ada di sini."

Wajah Kaia sudah semerah kepiting rebus. Gadis itu berdiri cepat untuk menutupi wajahnya yang memerah.

"Kakak? Kenapa kakak ada di sini?" tanya Kaia yang mencoba melepaskan tangan Prabas dari pahanya.

"Untuk jemput kamu dan berbicara dengan Prabas tentunya."

Prabas mengalihkan wajahnya seperti enggan untuk bertemu Kevin. Kevin mendekat dengan tangan bersedekap.

"Kalau kamu marah karena pengunduran diriku, aku benar-benar minta maaf. Setidaknya aku harus pergi dari perusahaan itu untuk buat papa tidak curiga lagi. Dan aku ke sini ingin menawarkan kerja sama."

Prabas berdecih membuat Kevin mengerlingkan matanya kesal.

"Fuck... this gonna be cringe as fuck!" gumam Kevin sambil mengacak rambutnya. "Bukannya tadi kamu bilang sendiri mau kita jadi sekeluarga? Kamu bilang mama kasih pesan untuk kita bisa akur kan? Now, look at me as your big brother dammit! Kamu mau dapat restu untuk menikahi atau tidak!?" bentak Kevin dengan wajah yang memerah.

"Yes, big brother. Silahkan duduk, mari kita mulai berbicara layaknya orang dewasa," balas Prabas dengan senyum lebar. Kaia yang melihat perubahan sikap Prabas hanya tertawa kecil. Setidaknya pria itu tidak lagi terpuruk dalam depresinya.

***

Ciyeee restu Kevin sudah di tangan.

Continue Reading

You'll Also Like

16.8M 530K 77
Enid is moving across the world to attend university. Away from all that she knows, she soon finds herself at the center of three men's unyielding a...
64.7K 1.9K 31
Adult world had drain him too much. Feeling exhausted day by day as he survive his daily routine all by himself. Was it too much of him to ask for a...
4.4M 277K 104
What will happen when an innocent girl gets trapped in the clutches of a devil mafia? This is the story of Rishabh and Anokhi. Anokhi's life is as...