Jangan Bilang Papa!

Por gigrey

354K 42.7K 2.8K

Pak Saujana adalah seorang asisten Komisaris dari Salim Group. Sudah lima tahun terakhir ia mencoba untuk res... Más

Characters
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
PROMOSI SEBENTAR
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39 (18+)
40
41
42
43
44
45
47
48
49
SPESIAL: Belajar Mengemudi part 1
SPESIAL: Belajar Mengemudi part 2
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62

46

3.4K 528 24
Por gigrey

Selamat membaca!!!

***

Beruntunglah kedua sejoli yang sedang dimabuk asmara itu hidup di era globalisasi dimana jarak dan waktu bukanlah sebuah penghalang. Layar ponsel menunjukkan sisi lain yang masih terang dan satu lagi gelap karena malam. Kaia mulai mengantuk mendengar cerita Prabas yang sedang memperkenalkan kebun anggur milik bibinya. Lampu kamarnya sudah lama dimatikan. Ia hanya mengangguk berpura-pura mendengarkan apa yang sedang Prabas jelaskan.

Sekarang sudah pukul sebelas malam hari, Kaia baru memiliki kesempatan menelepon Prabas lagi setelah menyelesaikan tugasnya. Gadis itu mencari posisi yang lebih nyaman. Memposisikan ponselnya di posisi miring agar ia bisa memeluk gulingnya lebih erat.

"Di sana jam berapa sekarang?" tanya Prabas.

"Sebelas, di sana?" jawab Kaia yang mulai menyeberangi batas kesadarannya.

"Masih jam lima. Funny timezone, huh?"

"Hm-hm."

"Nanti aku carikan anggur untuk papa kamu, setelah ini aku mau cari coklat untuk sepupu ku yang lain, kamu mau titip juga."

"Hm... boleh."

"Oh iya aku hampir lupa kalau kamu nggak mau dibawakan cokelat, bagaimana kalau aku belikan cincin custom? Bibiku ada kenalan pengrajin berlian, dia sering digunakan untuk... ah... Aish... tidur anaknya. Haha."

Prabas merapikan rambutnya kemudian menangkap layar ponselnya untuk mengambil gambar kekasihnya yang terlelap. Pria itu menurunkan volume ponselnya kemudian kembali bergabung dengan keluarganya bibinya yang sedang mengadakan pesta anggur. Ia duduk dengan membalik ponselnya tanpa ada niatan memutuskan sambungan panggilan videonya.

Kaia menggeliat di tidurnya. Samar-samar telinganya mendengar suara gemericik air. Tak lama kemudian dering jam wekernya pun terdengar menggema di penjuru kamar. Kaia menghela napas panjang karena merasa tidurnya kurang. Gadis itu mematikan dering weker kemudian merentangkan kedua tangannya untuk meregangkan otot-otot yang terasa kaku.

Hari terakhir magang dan besok adalah hari perpisahan. Sudah terasa dia dua bulan di perusahan tersebut yang artinya dua bulan juga dia mengenal Prabas. Prabas juga akan pulang empat hari lagi. Kemungkinan mereka akan bertemu lagi di hari selasa mengingat perjalanan lebih dari lima belas jam dan Prabas membutuhkan waktu untuk beristirahat. 

Kaia meraih jepit rambut yang ada di atas nakas kemudian membuka kancing bajunya satu per satu untuk bersiap-siap mandi.

"Good morning, princess. Aku sarankan sambungan videonya dimatikan dulu."

Kaia menegang di tempat. Ia menoleh ke belakang dan mendapati ponselnya yang masih tersambung dengan Prabas.

"Oh astaga! Aku ketiduran! Oh my God, Bas, kenapa nggak kamu matiin aja teleponnya? Ya ampun wajah tidurku..."

Gadis itu menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangan. Telinganya yang memerah sudah cukup sebagai bukti bahwa Kaia sedang merasa malu. Prabas tertawa kecil melihat sikap Kaia yang menggemaskan. Ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Kini giliran dirinya yang akan beristirahat.

Sesuatu menarik perhatiannya. Alisnya terangkat ketika sudut layar ponselnya menampakkan sesuatu yang selama ini menghantui mimpi juga alam bawah sadarnya.

"Ai, ehem... aku nggak masalah kalau kita mau melanjutkan sambungan telepon ini. Tapi untuk kebaikan... kita berdua, alangkah baiknya, kancing bajumu diperbaiki dulu."

Prabas menahan diri untuk tidak tertawa ketika mendengar suara Kaia yang terkesiap. Seketika layar ponselnya berubah jadi gelap. Prabas mengetuknya beberapa kali untuk memastikan tapi kenyataan pahitnya adalah komentar tak senonohnya lah yang mengakibatkan sambungan video mereka diputus sepihak tanpa adanya ucapan penutup yang manis.

Prabas membuat catatan sendiri dalam kepalanya untuk lebih menjaga lisannya. Untuk mata akan tetap ia biarkan melihat jika kelihatan seperti tadi. Prabas berbaring dengan resah. Ia mengangkat tangannya untuk menutup wajahnya yang terasa panas. Telinga putihnya memerah membayangkan apa yang dilihat tadi.

Tak merasa nyaman, Prabas berbalik dan pemandangan yang seharusnya tak boleh ia lihat pun kembali membayang-bayanginya. Dia benar-benar anak remaja puber. Prabas yang selalu bangga akan sikapnya yang selalu menjaga diri kini kesulitan mengontrol hasratnya sendiri.

"Pokoknya nanti kalau pulang nanti aku harus cepat-cepat nikahin dia."

***

"Nggak bisa!"

"Hm?"

"Pa... kan Kevin cuma bilang saja. Bukan berarti ini beneran terjadi loh, ini kan seandainya. Bagaimana kalau seandainya nanti tiba-tiba jodohnya Ai tuh Prabas gitu?'

"Gila kamu, Vin!"

"Ya kalau bukan Prabas, setidaknya Utama deh. Meskipun dia cuma anak dari selingkuhan tapi Pak Salim sepertinya peduli juga ke Utama."

"Nggak! Papa bilang nggak, itu artinya enggak, Vin! Mau itu si Ifrit, Utama, Kenzo, Budi, apalagi si brengsek Kian. Nggak akan papa izinin Ai untuk berhubungan dengan orang-orang itu."

"Pa... tenang. Kevin cuma tanya jika ini seandainya saja. Bukan sesuatu yang harus dibawa serius."

"Kamu juga tiba-tiba tanya begitu. Kayak nggak ada sesuatu yang lebih baik diomongin. Papa nggak akan pernah relain Ai sama siapapun dari keluarga itu. Mau dia si Utama yang baik sampai di si Kian, papa nggak akan izinin mereka bernafas satu udara sama Ai."

"Well, itu sepertinya sedikit berlebihan."

"Vin, udah ya. Lama-lama tekanan darah papa naik kamu ajak ngomong gini. Papa lagi mau mengurus pensiun dini setelah ini, kamu juga kalau bisa cari tempat kerja lain ya. Kita sudah terlalu hidup atas rasa kasihan Pak Salim. Rasanya papa semakin sesak setiap harinya. Apalagi kalau ketemu Prabas. Papa rasanya..."

"Ini bukan cuma masalah papa dipecat papanya Prabas aja kan?"

"Vin, jangan mancing papa. Mentang-mentang Prabas pergi kamu leha-leha di rumah. Mending kamu cari lowongan kerja lain."

Tio menepis tangan Kevin yang sedang memijat pundaknya.

"Papa mau kemana?"

"Papa mau istirahat dulu. Nanti malam papa mau ketemu pihak pemasaran mall. Papa mau mulai cari tenant untuk usaha setelah pensiun."

Pria itu masuk ke dalam kamarnya dengan pundak yang luruh ke depan. Kevin mengusap keningnya akibat rasa gugup yang ditahan sedari tadi.

Perjuangan Prabas akan sia-sia. Mau sekeras kepala apapun. Prabas tidak akan pernah bisa menang. Pada akhirnya hanya adiknya yang akan terluka di sini. Kevin meraih rokok yang ada sakunya kemudian berjalan ke teras depan. Pria itu meraih selang air yang tergulung dan mulai menyiram air sambil menghembuskan asap rokok yang keluar dari bibir.

"Nggak bisa, Ai. Kalian harus berhenti sebelum benar-benar ketahuan. Tapi... you look so happy."

Kevin sengaja menyiram tanaman kemangi di ujung halaman dengan air yang lebih banyak. Semua ini adalah salahnya. Seandainya kesalahannya di awal bisa dihapus seperti ia menghapus daunan kering dengan air mengalir. Kevin menggigit rokoknya dengan kesal.

"Damn you, Bas. Aku harus resign juga. Gaji banyak buat apa kalau keluarga berantakan."

***

Hari perpisahan pun tiba. Kaia memeluk teman-temannya untuk terakhir kali. Mereka berjanji akan terus saling kontak. Kaia bukan anak naif yang percaya itu. Itu hanyalah basa-basi. Senyum karir tak lepas dari wajah-wajah mereka. Setelah mereka kembali ke instansi pendidikan mereka masing-masing, mereka akan kembali sibuk dengan aktivitas masing-masing.

Ia mendengarkan Kepala HR memberikan pidato terakhir. Semuanya mendengarkan dengan seksama. Ponselnya bergetar tanda ada pesan masuk. Kaia membukanya sebentar dan membaca nama pengirim di layarnya. Gadis itu berdeham malu dan membukanya.

Sebuah gambar dua tiket film detective conan terbaru. Hanya itu saja.

Pesan baru masuk menyusul.

I miss you. Meet me on theater on 7 p.m

Kaia mengernyitkan keningnya. Ia kira Prabas baru pulang lusa di hari minggu. Ini masih jumat.

Sebuah foto menyusul masuk ke layar percakapan. Foto selfie seorang pria yang mengangkat kedua tiket film di depan layar poster film. Kaia tahu Prabas tidak terbiasa dengan selfie karena sudut pengambilan gambar juga ekspresinya terlihat canggung sekali.

Okey.

***

Kira-kira Kevin lebih mihak ke siapa ini? Papanya atau Ai?

Seguir leyendo

También te gustarán

1.4M 126K 44
✫ 𝐁𝐨𝐨𝐤 𝐎𝐧𝐞 𝐈𝐧 𝐑𝐚𝐭𝐡𝐨𝐫𝐞 𝐆𝐞𝐧'𝐬 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐒𝐚𝐠𝐚 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 ⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎ She is shy He is outspoken She is clumsy He is graceful...
1.3M 154K 49
"You all must have heard that a ray of light is definitely visible in the darkness which takes us towards light. But what if instead of light the dev...
1.4M 109K 42
"Why the fuck you let him touch you!!!"he growled while punching the wall behind me 'I am so scared right now what if he hit me like my father did to...
64.7K 1.9K 31
Adult world had drain him too much. Feeling exhausted day by day as he survive his daily routine all by himself. Was it too much of him to ask for a...