Ketika Kita Bertemu Lagi [End]

De Windiisna

24.7K 2.8K 1.3K

Terbit. ... Pirat tidak mengizinkan Syaron menggaulinya sebelum laki-laki itu kembali ke jalan-Nya. *** Di... Mais

Prolog
Bagian 1 Definisi Pulang Bagi Syaron
Bagian 2 Jiwa yang Berangin
Bagian 3 Reuni SMA
Bagian 4 Kilas Balik Masa Lalu
Bagian 5 Perkara Restoran Keluarga Pirat
Bagian 6 Tuan Pembeli Tanah
Bagian 7 Pencipta Manusia Iblis
Bagian 8 Sarala Wicaksana
Bagian 9 Dua Dunia
Bagian 10 Kegilaan Syaron
Bagian 11 Keputusan Pirat
Versi Instagram dan Twitter
Bagian 12 Soeryoningrat
Bagian 13 Sarkasme Hardian Soeryoningrat
Bagian 14 Menjenguk Calon Mertua
Bagian 15 Rencana Pernikahan
Bagian 16 Perempuan Beradab
Perkara Panggilan
Bagian 17 Perasaan Sahil
Bagian 18 Lingkaran di Jari Manis Pirat
Bagian 19 Lamaran Tak Terduga
Bagian 20 Terbentuknya Simpul Halal
Bagian 21 Tragedi Berdarah
Bagian 22 Adhisti dan Cintanya
Bagian 23 Anggota Baru Soeryoningrat
Bagian 24 Cinta Akar Problematika
Bagian 25 Kedua Kalinya
Bagian 26 Pirat dan Lidahnya
Bagian 27 Sebuah Insiden
Bagian 28 Rasa yang Dulu Ada
Bagian 29 Eyang VS Syaron
Bagian 30 Perasaan Macam Apa Ini?
Bagian 31 Ada Yang Cemburu
Bagian 32 Cemburu Itu Ada Seninya
Bagian 33 Bertemu Kama
Bagian 34 Wanita Lain
Bagian 35 Pirat Sungguh-Sungguh
Bagian 36 Berjarak
Bagian 37 Sertifikat Tanah
Bagian 38 Rumah Orang Tua Pirat
Bagian 39 Pernikahan Impian
Bagian 40 Kekacauan
Bagian 41 Permohonan Syaron dan Pirat
Atlernate Universe
Bagian 43 Tuhan Tidak Pernah Tidur
AU diposting di Wattpad
AU #2
AU #3
AU #4
AU #5 & Pre Order
AU #6 & Pre Order
Bagian 44 Sebuah Keputusan (END)

Bagian 42 Pirat Menghilang

387 30 9
De Windiisna

Assalamu'alaikum.

Dari judul bab, kira-kira isinya apa ya???

Jangan lupa follow aku dulu ya hehe

Vote dan komen jangan lupa

Follow ig @windiisnn_ @windisworld_story

Tiktok @windiisnaeni21









Bagian 42 Pirat Menghilang

Sekalipun kamu merasa kalau dirimu tidak diharapkan kehadirannya, kamu harus tetap berdiri tegak untuk membela dirimu sendiri

––Pirat


Seolah setiap perkataan Eyang Hardian merupakan sebuah ultimatum yang berupa kewajiban dan peraturan, tak selang berapa hari setelah Adhisti mengutarakan keinginannya untuk pergi ke Surabaya, Eyang Hardian memerintahkan cucu perempuannya itu untuk datang ke kota metropolitan terbesar kedua setelah ibukota, dan harus segera menemui putra dari seorang pengusaha semen.

Pirat atau pun Syaron tak tahu lagi bagaimana kelanjutannya mengenai Adhisti di sana. Tapi mereka diam-diam berdoa untuk kebaikan saudara sepupunya itu.

“Pirat.”

Perempuan yang namanya dipanggil itu mendongak, Sahil berdiri di ambang pintu, laki-laki itu masuk ke ruangan Pirat. Tak dapat wanita itu sembunyikan raut bahagianya melihat teman sekaligus rekan kerjanya itu sudah datang ke restoran lagi setelah satu minggu meminta izin dan menghilang.

Pirat berdiri memutari meja, setelah meletakkan beberapa kertas yang sedang dia isi dengan beberapa konsep menu baru untuk restorannya. Kini dia berhadapan dengan Sahil, “Aku lega melihat kamu di restoran setelah satu minggu izin,” Pirat tersenyum tulus.

Sahil ikut tersenyum, “Jadi, aku masih diharapkan kehadirannya bagi orang lain …,” gumamnya pelan.

“Kenapa kamu bilang begitu?” tanya Pirat tak suka, “jadi jadi manusia kufur, Sahil.”

“Eh, kamu dengar?”

Pirat mengedik, “Maaf kalau aku lancang. Sekalipun kamu merasa kalau dirimu tidak diharapkan kehadirannya, kamu harus tetap berdiri tegak untuk membela dirimu sendiri. Tapi kenapa mendadak kamu bicara begitu? Kamu orang baik, Sahil, kehadiranmu menjadi suatu kebahagiaan untuk sebagian orang. Termasuk aku juga.”

Sahil menunduk lesu, “Apa aku harus menggadaikan hidupku untuk membahagiakan orang tuaku, Pirat? Orang tua cenderung menuntut anaknya untuk sukses, menuntut anak-anaknya untuk menuruti keinginan mereka, harus jadi ini hraus jadi itu, harus sama dia, hraus sama yang begini dan begitu.”

Pirat setia mendengarkan.

“Aku pernah bilang kalau aku tunangan dan akan menikah dengan peremuan yang mereka jodohkan. Janet orangnya. Anak training di sini. Sekarang dia sudah keluar, kan?” Sahil tertawa miris.

Pirat sudah tahu, dan dia tidak terkejut mendengarnya.

“Kamu tidak kaget mendengarnya?” Sahil mengernyit.

“Aku sudah tahu, Sahil. Maaf, aku tidak sengaja mendengar kalian bertengar dan menyebut namaku, tapi hanya sebatas itu. Maaf sudah lancang.”

Sahil mengangguk, kemudian diam, pikirannya sedang kacau dan semerawut bagai benang kusut.

“Lalu sekarang bagaimana dengan kalian?” tanya Pirat hati-hati.

Sahil kembali tertawa miris dan getir, kemudian dari dalam saku jaket denimnya, laki-laki itu mengeluarkan sebuah undangan, “Aku akan tetap menikahinya. Orang tuaku akhirnya memaksa. Dan, tidak ada hal yang menjadi alasan untuk aku menolak, karena mencintai istri orang lain adalah alasan yang tidak masuk akal dan terdengar gila,” kekehan getir kembali terdengar di akhir kalimatnya.

Pirat terkejut sekaligus senang, perempuan itu mengangguk, “Aku harap kamu menemukan kebahagianmu segera dengan Janet, Sahil. Aku menyayangi kamu sebagai teman dan saudara laki-lakiku, aku akan ikut senang kalau kamu bisa ikhlas dan bahagia,” Pirat tersenyum tulus.

Lagi, hanya sebatas teman dan saudara laki-laki. Sampai kapan pun, memang Pirat tidak akan memiliki perasaan lebih kepadanya dan menganggap dirinya sebagai laki-laki yang akan dicintai dan mencintai wanita itu.

Pirat menerima undangan yang Sahil berikan. “Kamu akan kembali bekerja, kan?” tanya perempuan itu memastikan.

Sahil mengangguk, “Aku akan tetap jadi koki kebanggan Legenda Rasa Resto,” laki-laki itu memaksakan senyumnya di tengah huru-hara badai dalam otaknya.

“Kalau begitu, aku beri kamu cuti sampai dua hari setelah menikah, tidak apa-apa, toh?”

“Sehari setelah menikah aku akan langsung bekerja,” ucapnya diplomatis.

Pirat mengangguk kaku, perempuan itu menyadari dan memaklumi keadaan yang terjadi pada Sahil dan Janet, “Terserah kamu, aku harap kamu bisa menerima Janet meskipun kalian dijodohkan. Aku pesan, agar kamu memperlakukan gadis itu dengan semestinya, dia gadis baik, Sahil.”

Sahil mengangguk perlahan. Sudah banyak nasihat yang diberikan kepadanya dari orang-orang terdekatnya. Dan, yang pada akhirnya mampu menenangkan pikiran laki-laki itu adalah Pirat, bos di tempat kerjanya dan sudah bersuami. Sahil merasa miris.

***

Hari ini Pirat hendak mengambil barang di rumah orang tuanya, dan juga perempuan itu rindu mereka. Maka, dia meminta izin menginap di rumah orang tuanya untuk malam ini. Syaron bilang akan menyusul setelah makan malam, karena laki-laki itu dibutuhkan di Kediaman Soeryoningrat untuk berdiri di garda terdepan dalam membela Pirat.

Pirat tidak tahu kalau tujuan Syaron menyusul adalah untuk membelanya di depan Eyang Hardian yang bisa saja merendahkan Pirat tanpa diduga. Syaron hanya berantaisipasi, bukan niat berprasangka buruk.

Syaron tak perlu memberi tahu Pirat. Karena terkadang tidak semua hal baik harus diperlihatkan dan disombongkan. Sebab letak ketulusan yang sesungguhnya ada di sana. Menjaga tanpa meminta diperhatikan.

Dan karena sekalian pulang ke rumah orang tuanya, Pirat memilih untuk pulang terakhir serta membantu beres-beres. Pirat pulang terakhir dan mengunci pintu restoran. Ketika sedang mengunci, tiba-tiba suara kaca yang pecah karena dihantam sesuatu disusul suara pecahannya yang jatuh ke lantai mengagetkan Pirat. Sampai perempuan itu mengelus dadanya. Matanya tertuju pada jendela kaca di dekatnya, berlubang dan kacanya pecah. Pirat berbalik untuk mencari pelakunya. Yang dia dapati hanya suasana sepi, tak ada orang sama sekali.

“Aduh, pecah begini,”Pirat menggumam melihat lubang besar di jendela kaca restorannya. Jendelanya harus segera dibenahi, akan tetapi sekarang sudah terlalu malam untuk mengahubungi tukang. Pirat mendesah, dia kembali berbalik dan berjalan ke depan untuk mencari orang yang sudah memecahkan kacanya.

“Ada siapa di sana? Siapa yang lempar batu?!”

Pirat mendekati pagar tanaman, barangkali ada orang jahil yang jadi pelakunya dan bersembunyi di baliknya. Dengan pelan, Pirat mendekati pagar tanaman di sana tanpa menimbulkan suara. Hingga ketika sudah di dekatnya, dengan cepat Pirat melongok, namun tidak ada siapa-siapa di sana. Kernyitan mulai timbul di dahinya, mendadak desau angin terdengar lebih jelas dan bulu kuduknya merinding. Pirat menghela napas, kemudian berbalik, akan tetapi ketika baru membalikkan badannya, dia dikejutkan dengan seorang laki-laki berbaju hitam, berbadan tegap yang menggunakan masker dan topi berwarna hitam pula, berdiri sangat dekat dengan Pirat.

Pirat memundurkan langkahnya, hatinya mendadak was-was dan khawatir, pikirannya dipenuhi kemungkinan-kemungkinan buruk, namun meski begitu, dia tetap merapal doa di dalam hati.

Dengan ketakutan dan tubuh yang mulai bergetar, Pirat semakin memundurkan langkahnya, namun orang itu juga maju setiap Pirat mundur. Hingga beberapa langkah ia mundur, Pirat merasakan benda keras memukul tengakuknya, dan setelah itu Pirat tidak sadarkan diri.

***

Setelah makan malam di Kediaman Soeryoningrat, Syaron mendatangi Eyang Hardian sebelum pergi ke rumah mertuanya.

“Ada apa?” tanya Eyang Hardian melihat cucu laki-lakinya.

“Aku sudah lama ingin mengatakannya, tolong Eyang putuskan hubungan dengan Pramana.”

“Kenapa? Bukannya dalam agama tidak baik memutuskan hubungan silaturahim?” ujarnya dengan santai.

“Apakah Eyang akan membiarkan cucu-cucu Eyang celaka hanya untuk mengukuhkan kekuasaan di dunia bisnis?” tanya Syaron.

“Kenapa kamu tiba-tiba tanya hal begitu?”

“Eyang menganggap cucu tak lebih berharga dari aset, kan? Tidak sadarkah Eyang bahwa tanpa cucu-cucu Eyang, aset itu tidak akan berkembang seperti sekarang.” Selain ingin mengutarakan kegaundahannya, dia juga merasa malang melihat Adhisti, perempuan itu menjadi serba salah. Syaron sering mengalaminya, dan dia tahu rasanya berada di posisi yang selalu dipandang salah dari segala sisi.

“Omong kosong apa yang kamu bicarakan, Syaron?! Kenapa kamu semakin tidak sopan kepadaku?!” Eyang Hardian marah dan wajahnya berubah keruh. “Kamu pikir untuk siapa selama ini aku memperkuat kerajaan bisnisku jika bukan untuk kalian semua??!! Aku memang selalu semena-mena pada kalian, banyak menuntut, tapi itu untuk kebaikan kalian semua! Tidakkah kamu menyadari itu dan mau menghargaiku?!”

Syaron melihat wajah merah eyangnya yang kini diselimuti amarah, “Tapi yang baik menurut Eyang belum tentu baik buat kita. Orang tua kami saja tak pernah mengintervensi kami, kenapa justru Eyang yang melakukannya?”

Plak 

Sebuah tamparan yang cukup keras mendarat di pipi Syaron. Pipinya menjadi panas dan kebas. Syaron menatap eyangnya dengan tatapan datar, sementara tangan Eyang Hardian masih mengudara. Tangan yang dulu menuntun Syaron berjalan, menggendongnya, serta menyuapinya makan dengan hati senang, kini tanpa ragu melemparkannya kepada Syaron dan membuatnya merasa sakit. Syaron mengetatkan rahang melihat Eyang Hardian yang kini mengedip-kedipkan matanya, tangan yang tadi menamparnya dengan begitu keras lantaran terbawa emosi, turun perlahan.

Mata Syaron terasa panas. Tatapan antara cucu dan kakek itu sama-sama merah. Hingga suara dering gawai milik Syaron menglihkan atensi mereka berdua. Syaron mengambil ponselnya dari saku jas bagian dalam. Laki-laki itu belum sempat berganti pakaian setelah pulang dari kantor tadi, dilanjut makan malam, lalu kini berbicara dengan eyangnya.

Tertera nama mertuanya di layar. Syaron menetralkan emosinya, mengatur napasnya agar kembali normal. “Malam ini aku juga menginap,” setelah mengatakan itu, Syaron berlalu dari sana, kemudian sembari berjalan laki-laki itu mengangkat panggilan telepon.

Halo, assalamu’alaikum, Syaron. Pirat tidak jadi datang? Katanya mau mengambil barang sekalian menginap. Tadi Bunda telepon tapi tidak diangkat.”

Syaron menghentikan langkahnya, Pirat bahkan tidak pulang ke rumah ini, dan terakhir mereka saling mengirim pesan adalah sebelum waktu makan malam. “Waalaikumussalam. Sebentar, Bunda. Biar saya cek ke restorannya, tadi sore Pirat bilang restoran sedang ramai, mungkin masih siap-siap untuk tutup.”

Deru napas yang terdengar cemas dapat Syaron dengar meski terdengar begitu lirih, “Baik, Nak. Tolong kabarin Bunda lagi ya nanti?”

“Iya, Bunda. Nanti saya kabari lagi.” Syaron kembali melanjutkan langkahnya setelah mematikan sambaungan telepon. Dengan terburu-buru laki-laki itu keluar rumah dan di jalan mengendarai mobilnya dengan cepat. Pajero Sport hitam itu melesat dengan cepat menuju restoran Pirat.

Namun, sesampainya Syaron di sana, laki-laki itu dibuat jantungan karena melihat restoran yang sudah tutup, namun mobil punya Pirat masih nangakring di parkiran. Keluar mobil dengan terburu-buru, Syaron sembari menghubungi Pirat. Langkahnya mendekati pintu restoran, laki-laki itu berusaha membuka pintu, namun terkunci. Tatapan matanya mengedar, dan menemukan jendela kaca di dekat sana pecah.

“Pirat, kamu di dalam?!” panggilnya dengan sedikit berteriak.

“PIRAT!!!”



Pirat di mana? Perbuatan siapa itu?

Lanjut?

Komen sebanyak-banyaknya dulu.

Visual yang cocok buat Syaron menurutku Omar Daniel, kalo Pirat, adakah saran?

Syaron mode bad mood 👇


Ini kalo habis olahraga, tapi syaron jarang olahraga dih 🐝

Continue lendo

Você também vai gostar

63.8K 3.1K 11
Berjuang demi mendapatkan kepercayaan dan kasih sayang. Seperti itulah yang di lakukan Jeon Jungkook setelah masuk dalam boyband korea yang bernama B...
2.3K 398 23
Di dalam ikatan pernikahan, ujian bisa datang dari mana saja. Entah dari pihak internal ataupun eksternal. Pernikahan Divya dan Rafka yang baru seumu...
16.9M 748K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
15.3K 1.9K 28
[16+] Spin off "The Teacher Becomes a Mom" (Mohon bijak dalam membaca) Dopamine adalah salah satusenyawa di dalam otak yang mampu memberikan kebahagi...