Ketika Kita Bertemu Lagi [End]

By Windiisna

24.7K 2.8K 1.3K

Terbit. ... Pirat tidak mengizinkan Syaron menggaulinya sebelum laki-laki itu kembali ke jalan-Nya. *** Di... More

Prolog
Bagian 1 Definisi Pulang Bagi Syaron
Bagian 2 Jiwa yang Berangin
Bagian 3 Reuni SMA
Bagian 4 Kilas Balik Masa Lalu
Bagian 5 Perkara Restoran Keluarga Pirat
Bagian 6 Tuan Pembeli Tanah
Bagian 7 Pencipta Manusia Iblis
Bagian 8 Sarala Wicaksana
Bagian 9 Dua Dunia
Bagian 10 Kegilaan Syaron
Bagian 11 Keputusan Pirat
Versi Instagram dan Twitter
Bagian 12 Soeryoningrat
Bagian 13 Sarkasme Hardian Soeryoningrat
Bagian 14 Menjenguk Calon Mertua
Bagian 15 Rencana Pernikahan
Bagian 16 Perempuan Beradab
Perkara Panggilan
Bagian 17 Perasaan Sahil
Bagian 18 Lingkaran di Jari Manis Pirat
Bagian 19 Lamaran Tak Terduga
Bagian 20 Terbentuknya Simpul Halal
Bagian 21 Tragedi Berdarah
Bagian 22 Adhisti dan Cintanya
Bagian 23 Anggota Baru Soeryoningrat
Bagian 24 Cinta Akar Problematika
Bagian 25 Kedua Kalinya
Bagian 26 Pirat dan Lidahnya
Bagian 27 Sebuah Insiden
Bagian 28 Rasa yang Dulu Ada
Bagian 29 Eyang VS Syaron
Bagian 30 Perasaan Macam Apa Ini?
Bagian 31 Ada Yang Cemburu
Bagian 32 Cemburu Itu Ada Seninya
Bagian 34 Wanita Lain
Bagian 35 Pirat Sungguh-Sungguh
Bagian 36 Berjarak
Bagian 37 Sertifikat Tanah
Bagian 38 Rumah Orang Tua Pirat
Bagian 39 Pernikahan Impian
Bagian 40 Kekacauan
Bagian 41 Permohonan Syaron dan Pirat
Bagian 42 Pirat Menghilang
Atlernate Universe
Bagian 43 Tuhan Tidak Pernah Tidur
AU diposting di Wattpad
AU #2
AU #3
AU #4
AU #5 & Pre Order
AU #6 & Pre Order
Bagian 44 Sebuah Keputusan (END)

Bagian 33 Bertemu Kama

319 46 8
By Windiisna

Assalamualaikum, Pembaca Syapir ^^

Nggak bosen-bosen aku ingetin buat kasih vote dan komen sebanyak-banyaknya ^^

Follow ig @windiisnn_





Happy reading!


Bagian 33 Bertemu Kama

"Jadi, kita ketemu adik kamu di mana?"

"Sebenarnya Kama minta ketemu di Restoran saja, tapi aku mau ke tempat lain."

Saat ini, Syaron dan Pirat dalam perjalanan, pergi hendak bertemu Kama. Membawa Pak Munir sebagai sopir, padahal Pirat sudah menawarkan diri untuk menyetir karena tangan Syaron masih digips. Gipsnya baru akan dilepas besok lusa.

"Kenapa?"

"Ingin," jawabnya singkat. Syaron tersenyum sembari memandang wajah ayu sang istri, ah, rasanya Syaron masih dalam mimpi.

Di sisi lain, alih-alih fokus dengan yang saat ini di depan dan yang sedang terjadi, pikiran Pirat melang-lang buana, terlempar pada kejadian kemarin malam.

"Apa kamu akan langsung memberikan hidupmu padaku jika aku menuruti maumu, Pirat?"

Pirat meneguk ludahnya kasar.

"Bukan hanya perempuan yang bisa menuntut kejelasan dari laki-laki, tapi aku sebagai lelaki juga butuh kejelasan."

Pirat masih diam, dia tidak tahu hendak mengatakan apa? Perempuan itu mendadak gagu dengan debar jantung yang menggila.

"Aku yakin kamu tidak mau menjalani pernikahan yang tidak normal seperti ini, Pirat."

"Kamu yang membuatnya tidak normal, Syaron." Pirat berkata datar.

Syaron menyugar rambutnya dengan tangan yang tidak sakit. Rahangnya mengetat, menahan gejolak di dalam dada. Batin dan pikirannya saling melempar sampai laki-laki itu bingung hendak memilah kosa kata untuk dikeluarkan.

"Kamu yang memulainya, dan sekarang kamu menyalahkanku?"

"Aku tidak menyalahkan, dengar––"

"Kamu pikir aku senang? Jiwaku sekarat, Syaron. Kita selalu berdebat perihal keyakinan dan pola pikir, kita tidak selesai dengan sudut pandang mengenai setiap hal. Kita sama sekali tidak memiliki kecocokan. Seharusnya kamu menyadari itu. Sudah sejak awal aku menolak menikah denganmu. Seharusnya kamu tahu dan menyadari itu." Pirat mengatakannya dengan menggebu-gebu, seolah dia tengah mengeluarkan racun dalam tubuh. Tanpa bisa dicegah, air matanya ikut keluar. Dalam hati perempuan itu berperang setelahnya, semoga dia tidak menyesal telah mengatakan hal yang sesungguhnya bertentangan dengan hatinya, setidaknya untuk saat ini bertentangan.

Syaron diam cukup lama setelah mendengar pengakuan sang istri. Membuat Pirat ikut diam dan keduanya hanya saling memandang untuk beberapa saat, suasana kamar mandi itu tersasa begitu sunyi yang menyesakkan. Syaron memejamkan matanya dengan kuat, lalu membukanya dan menatap Pirat dengan sungguh-sungguh, "Mari memulainya dengan benar."

Pirat hendak bersuara, namun tertahan karena dia mendadak bingung untuk memilah kosa kata, matanya menyipit. Mulutnya hanya terbuka beberapa kali, tetapi gagu tak tahu harus berkata apa?

Syaron menunggu Pirat, laki-laki itu mengangguk-anggukkan kepalanya, matanya fokus kepada perempuan di depannya.

"Aku ..., em, kamu ..., eesst ...," dan Pirat sungguh mengalami kebuntuan dalam memilah kata dengan mata menyipit dan dahi berkerut. Syaron masih menunggu, laki-laki itu ikut kebingungan.

"Ck, eeem ..., mulai dari mana?"

Setelah mendengar ucapan Pirat, Syaron tersenyum senang. "Kita mendiskusikan hal-hal yang kita inginkan dari pernikahan ini, dengan catatan, jangan ada ego yang selangit. Musyawarah bersama dan menghargai perbedaan pendapat, bukankah itu terdengar bijaksana?"

"Pirat."

"Hei!"

Pirat tersadar dari lamunan ketika Syaron mengguncang bahunya.

"Apa?"

"Kamu melamun?"

"Tidak."

"Sedang memikirkanku?" ujar Syaron menggoda.

"Tidak." Padahal jelas-jelas Pirat memikirkan laki-laki yang kini duduk di sampingnya.

"Jangan bohong!" Syaron semakin menggoda.

"Maaf Mas, Mbak. Ini jadinya kita mau ke mana?" tanya Pak Munir menginterupsi.

Gusti, Pirat sampai lupa memberitahu, padahal mobil sudah berjalan jauh dan lama. "Ah, maaf Pak Munir." Pirat tersadar dan memberitahukan arah tujuan mereka.

Selang beberapa menit ditemani kemacetan yang sebenarnya tidak begitu padat kendaraan, mobil yang ditumpangi Syaron dan Pirat berhenti di depan sebuah rumah makan mewah. Keduanya masuk dan mencari Kama sesuai dengan yang laki-laki itu informasikan kepada sang kakak. Kama melambai kepada Pirat. Di samping laki-laki itu duduk seorang gadis tak berkerudung dengan wajah sedikit khas Tionghoa. Pirat dapat melihatnya dari kejauhan. Dengan senyuman, Pirat berjalan mendekati meja Kama diikuti Syaron yang mengekor di belakangnya.

"Aku kangen, Mbak." Kama memeluk Pirat setelah sang kakak sampai di dekatnya, laki-laki itu langsung berdiri dan menubruk Pirat. Kama melepaskan dekapannya, lalu beralih kepada laki-laki di dekat Pirat. Syaron tersenyum melihat kakak-beradik yang saling melepas rindu. "Ini mas iparku, kan?" Kama memberikan cengirannya, "Mas Syaron, betul!" tebaknya, Syaron mengangguk disertai senyuman, lalu mendekap sekejap sebagai salam ala pria.

"Dan kenalkan, Sarala, temanku." Kama memperkenalkan gadis yang datang dengannya.

Ketika Pirat merasa dunia terlalu main-main dengan memiliki nama yang sama. Syaron terjekut bukan main, ternyata dunia begitu sempit. Tak kalah terkejutnya ketika tadi Sarala melihat Syaron, ternyata laki-laki itu adalah suami dari kakak perempuan Kama.

Syaron tertawa sumbang melihat Sarala, "Haha-haha," telunjuknya terangkat mengarah kepada Sarala, "Sarala Wicaksana," ujarnya begitu saja.

***

"Jadi, Sarala temannya Kama?" tanya Pirat pada akhirnya, mereka berempat sudah duduk dan menunggu makanan datang.

"Iya, aku teman Kama, panggil saja Sarala," Sarala menjawab disertai senyuman kecil.

"Mbak Pirat juga kenal?" tanya Kama kepada sang kakak. Pirat menggeleng sebagai jawaban.

"Aku kenal sama kakak ipar kamu," ujar Sarala sembari melihat Syaron dengan tatapan tak sedap. Menurutnya, wajah culas dan menjengkelkan milik Syaron memang sangat tidak sedap dipandang. First impression-nya terhadap Syaron sungguh tidak baik. Jika mengingat lagi pertemuannya dengan Syaron, Sarala mendadak kesal lagi.

Kama melirik Syaron dan Pirat secara bergantian setelah melihat Sarala. Dia sendirian di sini yang tidak paham situasi. Tidak ada yang berniat menjelaskan kepadanya, lebih baik dia tanya nanti saja kepada Sarala.

"Mbak Pirat pernah keliling Indonesia buat menjajaki kuliner di negeri ini?" tanya Sarala kepada Pirat, gadis berwajah Tionghoa itu tahu hal tersebut dari Kama tentu saja.

Syaron sungguh terlongong mendengar Sarala memanggil Pirat dengan sebutan 'Mbak'. Laki-laki itu hampir menyemburkan minuman yang kebetulan baru datang dan langsung diminumnya. Untung saja minumannya tidak muncrat ke wajah menjengkelkan Sarala. Ekspresi terkejut Syaron membuat Sarala yang merasa sedang diolok-olok, melirik Syaron dengan tatapan menusuk Saralat permusuhan.

Pirat berdeham menyadari tatapan antara Sarala dengan Syaron yang tidak Pirat ketahui alasannya, namun perempuan itu merasa tidak nyaman. "Tidak sepenuhnya. Aku belum pergi sampai ke pelosok negeri. Hanya beberapa daerah dengan makanan terkenalnya."

Pirat bangkit dari tempat duduknya. "Mau ke mana?" tanya Syaron.

"Toilet," jawabnya singkat.

Pirat ingin meredakan gemuruh di dalam dada. Pirat tidak suka situasi saat ini. Perempuan itu mengembuskan napas berat, kemudian membasuh wajahnya dengan air keran di wastafel. Sementara Pirat di toilet, di meja pesanan, Kama terpaksa undur diri karena ada telepon penting dari tim creative-nya.

Sepertinya Kama dari sana, tersisa Sarala dan Syaron. Sarala langsung mengembuskan napas berat, rasanya sungguh tercekat di tenggorokan. Sedangkan Syaron menyemburkan tawanya.

"Jadi, Mbak Pirat yang akhirnya menikah denganmu. Semoga wanita baik itu tidak sakit kepala setiap hari karena menikah denganmu," celetuk Sarala.

"Piat memang wanita baik, tidak seperti kamu yang hobi mengumpat dan berkata kasar."

"Kamu jangan sok tahu, ya. Hanya kamu orang yang pernah aku umpati karena saking bikin kesal."

"Jadi, laki-laki yang kamu cintai itu adik iparku?" Syaron mengangkat sebelah alisnya, memicingkan mata.

"Jangan sok tahu kamu."

Syaron berdecak, "Kamu memang tidak sopan, memanggil istriku dengan sebutan 'Mbak', sementara memanggilku kamu-kamu."

Sarala mendelik, "Terserah padaku. Lagi pula aku tahu harus kepada siapa bersikap sopan."

"Kama ke mana?" Pirat kembali dan segera duduk. Membuat obrolan kedua orang di sana terhenti. Pirat merasa sedikit canggung, perempuan itu berpikir bahwa dia berlebihan karena tidak suka melihat Sarala dengan Syaron berdua. Ditambah lagi pembahasan di Kediaman Soeryoningrat kemarin malam juga menyinggung soal Sarala.

"Ada telepon," jawab Syaron.

"Kamu kenal Kama sudah lama?" tanya Pirat beralih kepada Sarala, mencoba bersikap biasa saja.

Dengan seyumannya, gadis itu menjawab, "Kama teman SMA-ku, Mbak. Sempat saling tak ada kabar, tapi sudah dua tahun ini kami berhubungan lagi. Kama endak sengaja datang ke studioku sama tim creative-nya. Tapi selama lost contact, aku tetap tahu kabar Kama dari sosial media, dia jadi vloger terkenal tenyata," jawab Sarala diakhiri tawa ringan, wajahnya berbinar ketika menceritkaan perihal Kama.

Pirat mengangguk, dia berusaha bersikap natural, meskipun merasa aneh mengobrol dengan mantan calon istri suaminya, akan tetapi hal itu seharusnya bukan masalah yang patut dikhawatirkan. Lagi, Pirat berusaha mengendalikan diri.

"Kamu punya studio?"

"Iya, studio galeri. Sering ada event, dan dari sana juga kali pertama Kama datang."

"Dia suka sama adik kamu."

Pirat menoleh kepada Syaron yang duduk di sampingnya, merasa terkejut. Sementara Sarala sudah ketar-ketir merasa malu, perempuan keturunan Tionghoa itu melotot dan memberikan tatapan setajam pisau yang baru diasah kepada Syaron.

"Siapa yang suka sama adiknya Mbak Pirat?" tanya Kama tiba-tiba datang.

Mampus!


***

Gimana gimana??? kasih komentar spesial Kama dan Sarala dooooong hehe

Jangan lupa spam nama Syaron dan Pirat buat lanjutttttttttt.

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 34.6K 48
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
494K 29.2K 39
Rencana pernikahannya dengan Haikal gagal, membuat Aruna trauma. Bahkan Aruna enggan untuk menikah, meski usianya sudah mencapai 28 tahun. Setiap gun...
7.7K 666 10
Genre: Spiritual-Romance {story 4} Spin off: Complement of my heart _____________________________________________________ "Kamu udah gila?" Tanya Dha...
2.3K 398 23
Di dalam ikatan pernikahan, ujian bisa datang dari mana saja. Entah dari pihak internal ataupun eksternal. Pernikahan Divya dan Rafka yang baru seumu...