Ketika Kita Bertemu Lagi [End]

By Windiisna

25.6K 2.8K 1.3K

Terbit. ... Pirat tidak mengizinkan Syaron menggaulinya sebelum laki-laki itu kembali ke jalan-Nya. *** Di... More

Prolog
Bagian 1 Definisi Pulang Bagi Syaron
Bagian 2 Jiwa yang Berangin
Bagian 3 Reuni SMA
Bagian 4 Kilas Balik Masa Lalu
Bagian 5 Perkara Restoran Keluarga Pirat
Bagian 6 Tuan Pembeli Tanah
Bagian 7 Pencipta Manusia Iblis
Bagian 8 Sarala Wicaksana
Bagian 9 Dua Dunia
Bagian 10 Kegilaan Syaron
Bagian 11 Keputusan Pirat
Versi Instagram dan Twitter
Bagian 12 Soeryoningrat
Bagian 13 Sarkasme Hardian Soeryoningrat
Bagian 14 Menjenguk Calon Mertua
Bagian 15 Rencana Pernikahan
Bagian 16 Perempuan Beradab
Perkara Panggilan
Bagian 17 Perasaan Sahil
Bagian 18 Lingkaran di Jari Manis Pirat
Bagian 19 Lamaran Tak Terduga
Bagian 20 Terbentuknya Simpul Halal
Bagian 21 Tragedi Berdarah
Bagian 22 Adhisti dan Cintanya
Bagian 23 Anggota Baru Soeryoningrat
Bagian 24 Cinta Akar Problematika
Bagian 25 Kedua Kalinya
Bagian 26 Pirat dan Lidahnya
Bagian 27 Sebuah Insiden
Bagian 28 Rasa yang Dulu Ada
Bagian 30 Perasaan Macam Apa Ini?
Bagian 31 Ada Yang Cemburu
Bagian 32 Cemburu Itu Ada Seninya
Bagian 33 Bertemu Kama
Bagian 34 Wanita Lain
Bagian 35 Pirat Sungguh-Sungguh
Bagian 36 Berjarak
Bagian 37 Sertifikat Tanah
Bagian 38 Rumah Orang Tua Pirat
Bagian 39 Pernikahan Impian
Bagian 40 Kekacauan
Bagian 41 Permohonan Syaron dan Pirat
Bagian 42 Pirat Menghilang
Atlernate Universe
Bagian 43 Tuhan Tidak Pernah Tidur
AU diposting di Wattpad
AU #2
AU #3
AU #4
AU #5 & Pre Order
AU #6 & Pre Order
Bagian 44 Sebuah Keputusan (END)

Bagian 29 Eyang VS Syaron

339 54 22
By Windiisna

Bismillah.

Jan lupa vote dan komen ya kawan Syapir, jangan mau jadi silent readers :)

Spill dong lagu favorit kalian 🤩

Happy reading!




Bagian 29 Eyang VS Syaron

Lari dari apa yang menyakitimu akan semakin menyakitimu. Jangan lari, terlukalah sampai kamu sembuh––Rumi

10 tahun yang lalu …

Hari Jumat kelas Pirat ada jadwal olahraga. Mereka akan mengikuti mata pelajaran olahraga, mereka baru saja berganti seragam menjadi kaos olahraga. Pirat sedang berjalan menuju toilet perempuan dengan Kinan, Sari, dan Ijul yang nama aslinya Juli, tapi teman-teman sekolahnya dengan seenak jidat memanggilnya dengan sebutan Ijul.

“Pirat, celanamu kok merah? Tembus itu!” Ijul menunjuk celana olahraga berwarna biru telur asin milik Pirat. Begitu mendengar perkataan Ijul, Kinan langsung pasang badan berdiri di belakang Pirat.

“Loh, iyakah? Aduh, aku cuma ada satu celana training,” Pirat mengaduh.

“Kamu enggak usah ikut olahraga aja,” kata Sari memberi usul.

Sari ada benarnya juga, namun hari ini ada penilaian bulu tangkis. Dan Pirat tidak mau ikut ujian susulan.

Terlintas percakapannya dengan Syaron sewaktu berangkat sekolah berdua tadi pagi, laki-laki itu bilang akan ada mata pelajaran Penjas. “Aku ke toilet dulu, Kinan kamu bisa panggilin Syaron sama sekalian pinjam celana olahraganya, aku minta tolong beliin pembalut, ya?” katanya memohon kepada Kinan.

“Heem, aku ke Syaron dulu atau beli pembalut dulu?”

“Aku aja yang beli pembalut, Kinan panggil Syaron,” Sari menawarkan diri.

“Terus aku ngapain?” tanya Ijul kebingungan.

“Kamu langsung ke lapangan aja. Ngomongo ke Pak Joko kalau kita sedikit telat karena ada problem,” ujar Sari.

Ijul mengangguk, “Yawes.”

Setelah mendapat instruksi dari Sari, keempatnya bergegas sesuai instruksi. Sari pergi membeli pembalut, Kinan memanggil Syaron, Ijul pergi ke lapangan, sementara Pirat lari ke toilet perempuan. Di toilet, Pirat menunggu. Hingga tidak ada lagi siswi di toilet, tak selang berapa lama suara ketukan pintu toilet membuat Pirat bergegas membuka pintu. Syaron berdiri di sana dengan menenteng sekantong keresek berisi pembalut dan celana training di tangan yang satunya.

“Makasih.” Pirat buru-buru menarik keresek berisi pembalut serta celana punya Syaron, kemudian menutup pintu toilet dengan cepat.

Syaron terkejut tentu saja. Laki-laki itu menggeleng melihat kelakuan Pirat. Malas kembali ke kelas, Syaron memilih nunggu Pirat di depan toilet. Hingga beberapa menit berlalu, Pirat tak kunjung keluar. Syaron mengetuk pintu toilet. “Pirat?”

Tok tok tok

Tak juga ada sahutan dari dalam. “Pirat!”

Syaron kembali mengetuk pintu semakin cepat. “PIRAT!!”

Karena rasa khawatir yang berlebihan dan tidak sabaran, Syaron akhirnya membuka pintu toilet. Pemuda itu tidak melihat Pirat di sana. “Pirat?”

“Ya? Sebentar!” jawab gadis itu dari salah satu bilik toilet paling ujung. Mendengar suara Pirat, Syaron kini dapat bernapas lega. “Kamu masuk?!” teriak gadis itu.

Syaron berjalan menuju bilik paling ujung, “Kamu enggak apa-apa, kan?” tanyanya khawatir.

“Aku enggak apa-apa. Cuma perutku sedikit nyeri.”

“Kamu butuh sesuatu?”

“Enggak. Sudah hampir selesai.”

Syaron menunggu hingga Pirat keluar.

“Kok kamu masih di sini?” tanya Pirat.

“Kan nungguin kamu.”

“Memangnya tidak ada jam pelajaran?”

“Ada.”

Pirat berdecak, “Jangan dibiasakan bolos."

“Kalau bolosnya sama kamu enggak masalah. Bolos yuk?” ajaknya ngawur.

“Ngawur. Kalau mau jadi anak nakal jangan ngajak-ngajak. Dewek’an.”

Mereka berjalan menuju pintu keluar toilet, dan begitu terkejutnya mereka mendapati ada Pak Joko di depan pintu sedang menunggu. Wajahnya menampakkan raut terkejut karena melihat dua murid berlawan jenis di sekolahnya baru saja keluar dari toilet yang sama.

“Habis ngapain kalian?!”

Syaron dan Pirat gelagapan, mendadak gagap. “Pak, Pak Joko, saya bisa jelasin, Pak,” kata Syaron penuh harap, berharap sang guru tidak salah paham. Namun, dilihat dari raut wajahnya saja sudah sangat kentara bahwa guru itu jelas salah paham.

Masa kini …

Pirat ingat betul, kejadian sepuluh tahun yang lalu, ketika dia dan Syaron diseret ke guru konseling dan nyaris dibawa ke penghulu karena sikap hiperbola Pak Joko kala itu. Dan kini realitanya memang Pirat dan Syaron sudah dibawa ke hadapan penghulu.

Lamunan Pirat teralihkan dengan pergerakan Syaron di tempat tidur. Laki-laki itu sudah bangun sejak beberapa waktu yang lalu dan kembali tidur karena kepalanya pusing. Kondisinya memang tidak terlalu parah, namun tangan kanannya harus digips karena tulang lengannya retak akibat dari benturan keras di aspal.

Kronologinya, Syaron tertabrak mobil saat menyeberang jalan. Mobil yang menabraknya berhenti dengan sangat mendadak, mengakibatkan Syaron melayang ke kap mobil dan jatuh dengan keras ke aspal. Lengan kanannya digunakan untuk melindungi kepala, sehingga membuat lengannya terluka, tulang lengannya bergeser dan retak. Kecelakaan itu membuat Syaron syok dan tidak sadarkan diri.

“Kamu butuh sesuatu?” tanya Pirat. Perempuan itu duduk siaga di dekat ranjang rumah sakit.

“Aku butuh kamu,” ucapnya dengan gumaman pelan, wajahnya terlihat menyedihkan, nmuan di satu sisi benar-benar menyebalkan bagi Pirat.

Berkat gumanan Syaron barusan, Pirat tidak bersuara lagi. Ketika Syaron meminta diambilkan minum, perempuan itu akan mengambilkannya dalam diam. Ketika Syaron ingin duduk bersender, Pirat membantunya dengan bungkam. Hal tersebut membuat Syaron kesal. Dia sakit saja, Pirat masih bersikap dingin dan kaku.

“Waktu aku tertabrak mobil, kamu takut, Pirat?” tanya Syaron pada akhirnya, dia ingin mengobrol dengan istrinya. Sudah suami-istri saja gadis itu masih membawa suasana yang sama seperti saat mereka belum menikah.

Pirat tidak menjawab pertanyaan Syaron, dia masih betah dalam kebungkamannya.

“Kata Panji, kamu nangis-nangis waktu aku tidak sadarkan diri?”

Pirat masih diam, dia sibuk dengan majalah yang ada di meja. Kini, posisinya sudah tidak lagi duduk di dekat Syaron, akan tetapi berpindah ke sofa.

“Bicaralah, Bee. Aku merindukan suaramu.”

“Cukup panggil aku Pirat,” pada akhirnya perempuan itu bersuara.

Dan sesuai dugaan Syaron, jika mau membuat Pirat ngomong, maka membuat gadis itu kesal adalah jalan ninjanya.

“Bee.”

Pirat diam lagi.

“Kamu tahu kenapa aku nekat mengancam kamu buat menikah denganku?”

“Karena kamu orang yang kejam dan egois.”

“Cinta itu seperti investasi. Ada risiko dan harga yang harus dibayar.”

Pirat menoleh, menatap Syaron dengan tatapan dalam. Begitu juga sebaliknya, Syaron menatap kelamnya netra Pirat yang mampu menghanyutkannya.

Tiba-tiba pintu kamar rawat inap terbuka, menghadirkan Nyonya Atri yang datang dengan Eyang Hardian dan Panji mengikuti di belakang.

“Gusti, kamu endak papa, Nak?! Kamu sudah sadar?! Ibu bisa bernapas lega … gimana to, kok bisa ketabrak mobil? Mana saja yang sakit? Kasih tahu Ibu!”

Kedatangan Nyonya Atri langsung menyerbu Syaron, memindai tubuh anak semata wayangnya untuk mencari setiap bagian tubuhnya yang terluka. “Kok sampa digips juga?” 

“Syaron enggak papa, Bu. Tangannya ini cuma retak dikit. Dokternya aja lebay, masa kayak begini harus di-gips,” Syaron menenangkan sang ibu.

Ucapan Syaron membuat Pirat menyipit dan memandangnya dengan tatapan meremehkan.

Nyonya Atri menangis karena saking khawatirnya.

“Jangan sedih, aku baik-baik saja, Bu,” Syaron menenangkan, “cukup Pirat saja yang nangis, Ibu jangan.”

Pirat menyipitkan matanya tidak terima dengan ucapan Syaron, meskipun memang benar dia menangisi Syaron. Nyonya Atri menoleh, melirik Pirat disertai senyum tipis.

Eyang Hardian yang sejak tadi berdiri diam dengan tongkatnya di samping Panji, mendekati ranjang. “Seharusnya kamu lebih berhati-hati!” ucapan Eyang Hardian memang terdengar keras dan penuh perintah, namun itu merupakan bentuk kekhawatirannya.

Syaron yang tadinya menampilkan wajah guyon, berubah seketika menjadi lebih datar dan berwibawa di tengah rasa sakit pada tubuhnya. Syaron kesal dengan eyangnya.

“Aku sehat.” Syaron berkata datar, berdeham untuk menetralkan rasa kesalnya.

Eyang Hardian beralih menatap Pirat, “Baru dua hari menikah sudah terluka, kalau memang kamu tidak bisa menjaga suamimu dengan baik, bilang saja! Aku bisa mencarikan istri yang lebih berdedikasi dalam merawat dan menjaga suaminya, bukan cuma bisanya keluyuran sampai lupa ngurus suami,” Eyang Hardian berucap dengan datar dan penuh teguran kepada perempuan itu.

Panji yang merasa tidak enak, memilih untuk keluar ruangan. Nyonya Atri yang melihat menantunya disalahkan menegur sang ayah, “Bapak, yang terjadi sama Syaron itu kecelakaan, jangan nyalahin Pirat.”

“Eyang kalau datang mau menyalahkan istriku, mending gantiin aku ketemu Pak Tedja.”

Cucu tidak tahu diri. “Semprul! Aku ngomong benar begini masih tidak diterima!” Eyang Hardin jadi bertambah kesal.

“Syaron!” Nyonya Atri kini menegur sang putra.

Melihat keadaan yang tidak terkendali, Pirat menengahi. “Saya minta maaf karena belum bisa menjaga cucu kesayangan Eyang dengan baik. Hal ini tidak akan terulang lagi. Tapi yang perlu Eyang ketahui, Syaron kecelakaan karena ingin melindungi saya dari orang-orang suruhan seseorang. Ada yang menyuruh orang untuk mengikuti saya. Sudah bukan hal aneh seorang suami merasa khawatir kepada istrinya. Apalagi ketika istrinya diikuti orang-orang tidak dikenal.”

Syaron tersenyum mendengar penuturan Pirat. Istrinya ini memang beda dari gadis kebanyakan. Pirat berani bersuara, dia bukan gadis yang mudah ditindas.

“Pirat.”

Syaron memanggil, membuat ketiga orang di sana menoleh.

“Aku jatuh cinta berkali-kali lipat.”

Nyonya Atri tersenyum. Eyang Hardian melotot. Sementara Pirat ingin sekali menenggelamkan diri ke dasar mariana karena saking malunya.

***

Baca part ini geli, seneng, kesel atau sedih?

Ayok spam nama SYARON di sini!

Follow ig @windiisnn_

Btw sudah gabung chanel telegram belum?

Continue Reading

You'll Also Like

Move On By fitrieamaliya

General Fiction

271K 40.2K 84
Keinginan dari keluarga ditambah rasa iba membuat Andro nekat melamar Salma, guru ngaji mamanya. Ia sadar, belum bisa sepenuhnya melupakan Zulfa. Mak...
1.1K 152 37
Fania Sari dan Ruis Adrian adalah sepasang kekasih yang menjalin hubungan hampir lima tahun lamanya. tapi takdir cinta mereka berdua harus kandas. Ru...
915K 125K 54
Konsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menging...
56K 4.3K 33
Semua di mulai dari kedatangan manager baru yang akan menangani idol terkenal Korea Selatan, Bangtan Sonyeondan. WARNING⛔ - a lil bit • mature •...