Ketika Kita Bertemu Lagi [End]

By Windiisna

24.7K 2.8K 1.3K

Terbit. ... Pirat tidak mengizinkan Syaron menggaulinya sebelum laki-laki itu kembali ke jalan-Nya. *** Di... More

Prolog
Bagian 1 Definisi Pulang Bagi Syaron
Bagian 2 Jiwa yang Berangin
Bagian 3 Reuni SMA
Bagian 4 Kilas Balik Masa Lalu
Bagian 5 Perkara Restoran Keluarga Pirat
Bagian 6 Tuan Pembeli Tanah
Bagian 7 Pencipta Manusia Iblis
Bagian 8 Sarala Wicaksana
Bagian 9 Dua Dunia
Bagian 10 Kegilaan Syaron
Bagian 11 Keputusan Pirat
Versi Instagram dan Twitter
Bagian 12 Soeryoningrat
Bagian 13 Sarkasme Hardian Soeryoningrat
Bagian 14 Menjenguk Calon Mertua
Bagian 15 Rencana Pernikahan
Bagian 16 Perempuan Beradab
Perkara Panggilan
Bagian 17 Perasaan Sahil
Bagian 19 Lamaran Tak Terduga
Bagian 20 Terbentuknya Simpul Halal
Bagian 21 Tragedi Berdarah
Bagian 22 Adhisti dan Cintanya
Bagian 23 Anggota Baru Soeryoningrat
Bagian 24 Cinta Akar Problematika
Bagian 25 Kedua Kalinya
Bagian 26 Pirat dan Lidahnya
Bagian 27 Sebuah Insiden
Bagian 28 Rasa yang Dulu Ada
Bagian 29 Eyang VS Syaron
Bagian 30 Perasaan Macam Apa Ini?
Bagian 31 Ada Yang Cemburu
Bagian 32 Cemburu Itu Ada Seninya
Bagian 33 Bertemu Kama
Bagian 34 Wanita Lain
Bagian 35 Pirat Sungguh-Sungguh
Bagian 36 Berjarak
Bagian 37 Sertifikat Tanah
Bagian 38 Rumah Orang Tua Pirat
Bagian 39 Pernikahan Impian
Bagian 40 Kekacauan
Bagian 41 Permohonan Syaron dan Pirat
Bagian 42 Pirat Menghilang
Atlernate Universe
Bagian 43 Tuhan Tidak Pernah Tidur
AU diposting di Wattpad
AU #2
AU #3
AU #4
AU #5 & Pre Order
AU #6 & Pre Order
Bagian 44 Sebuah Keputusan (END)

Bagian 18 Lingkaran di Jari Manis Pirat

385 58 48
By Windiisna

Assalamu'alaikum.

Buat temen ngabuburit sama buka puasa nih hehe.

Gimana puasa hari keduanya? Lancar ga?

Semoga lancar sampai hari terakhir ramadhan ya, aamiin.

Terima kasih yang sudah vote dan komen. Yang belum, aku tunggu 😊

Really, guys so much. Vote dan komen kalian sangat berarti buat penulis :D

Bantu share juga ceritanya ke teman, saudara, keluarga, suami, istri, dan lain-lain.

Happy reading!

Bagian 18 Lingkaran di Jari Manis Pirat

“Makasih, Janet. Biar aku lihat dulu.” Pirat bergegas ke dapur, takut Syaron membuat ulah. Dan begitu sampai di dapur, yang di dapatinya cukup membuat Pirtat mematung. Sahil sedang berhadapan dengan Syaron. Keduanya menampilkan wajah tak sedap dipandang.

“Syaron!” Pirat menghampiri laki-laki yang kini berstatus sebagai calon suaminya. “Kamu enggak bilang kalau mau datang?” perempuan itu sebisa mungkin tersenyum, karena kini banyak pasang mata memperhatikan mereka. Terutama para koki, karena jika di restoran, dapur adalah tempat yang lebih sering Pirat pijak.

“Kejutan,” jawabnya, juga disertai senyum. Kalau laki-laki itu jelas senyum asli, tidak seperti Pirat yang diyakininya hanya bersandiwara alias senyuman penuh dusta.

“Kita bicara di ruanganku,” ucapnya, lalu gadis itu beralih kepada orang-orang di dapur, “semuanya, aku tinggal dulu.” Semua orang mengangguk, “Sahil, aku titip restoran, mungkin aku bakal langsung pulang,” katanya kepada Sahil.

Pirat membawa Syaron ke ruangannya, wajahnya sudah tak sedap dipandang. Mood-nya kian melonjak menjadi begitu buruk karena kedatangan Syaron. Diembuskannya napas lelah ketika keduanya sampai di ruangan.

“Ada apa?” tanya gadis itu tanpa basa-basi.

“Aku bilang kejutan, Pirat,” kata Syaron, kakinya berjalan menuju sofa, lalu duduk di sana, dengan santai menyenderkan punggungnya, lalu melepas kancing jasnya.

Syaron tersenyum mendapati wajah masam Pirat yang kini masih berdiri, menatap laki-laki itu dengan tajam. “Kalau tidak ada urusan yang penting, lebih baik kamu pergi,” ujarnya datar, penuh usiran. Pirat tidak mau emosi, seharian ini dia sudah lelah wara-wiri kesana kemari untuk menyiapkan pernikahan yang tidak diinginkannya.

Syaron tidak menggubris, laki-laki itu merogoh saku jasnya, mengeluarkan kotak beludru, lalu membukanya. Diletakkannya di ata meja. “Ini untuk kamu.”

Pirat menatap sebuah cincin putih dengan berlian. “Untuk apa?” tanyanya.

“Anggaplah ini cincin lamaran dariku, biar lebih terlihat meyakinkan semua orang, termasuk koki tadi, siapa? Sihal? Sial?” Syaron menaikkan alisnya, bertanya kepada Pirat penuh ejekkan. Jelas dia tidak lupa, dia hanya sedang kesal saja kepada koki itu.

“Sahil.”

“Ah, Sahil. Dia jelas meragukan bahwa kita akan menikah.”

“Omong kosong!” Pirat berjalan menuju meja kerjanya, lalu duduk di bangku, “kamu baru saja bertemu Sahil, bagaimana kamu tahu dia tidak mempercayai rencana pernikahan kita?” Pirat membuka map di atas meja.

“Kamu pikir aku tidak tahu siapa laki-laki itu?”

Pirat mendongak, “Maksudnya?”

“Laki-laki yang menaruh rasa dan perhatian lebih sama kamu.”

Pirat mengernyit, dari mana Syaron tahu hal itu?

“Kamu enggak usah tanya aku tahu dari mana.” Syaron bangkit dengan mengambil kotak cincin di meja, lalu berjalan mendekati Pirat yang kini menatapnya penuh tanda tanya, “Jatuh cinta padamu itu sangat mudah, Pirat. Yang susah adalah move on dari kamu, aku contohnya. Dan aku yakin, Sahil benar-benar telah jatuh cinta sama kamu. Semua orang yang melihatnya juga bisa tahu kalau laki-laki itu menaruh rasa ke kamu. Kamu jangan terlalu tak peduli dan terlalu bodoh, Cantik.” Syaron hendak menjawil dagu Pirat, namun gadis itu buru-buru memundurkan kepalanya.

“Jangan berani-berani menyentuhku jika tak ada kata halal,” kata Pirat dengan tatapan menusuk, gadis itu marah sebab Syaron berlaku seenaknya.

Syaron mudur, “Oke, maaf. Aku lupa kalau kamu adalah gadis agamis.” Laki-laki itu meletakkan kotak cincinnya di hadapan Pirat, “Dari ucapanmu tadi, berarti setelah halal aku bebas menyentuhmu, kan?” tanya Syaron disertai seringaian tipisnya, alisnya naik satu.

“Tentu saja kamu boleh menyentuhku … tapi seperti yang sudah pernah kubilang, kamu boleh menyentuhku ketika kamu telah mempercayai Allah sebagai Tuhanmu.” Pirat telah menemukan alasan dia menikah dengan Syaron selain karena masalah restoran. Setidaknya, dari obrolannya dengan Nyonya Atri tadi siang, Pirat menemukan alasan, yaitu menarik Syaron dari lubang nista yang penuh dosa besar. Meskipun Pirat harus mengorbankan dirinya. Pirat hanya mengharap ridho-Nya. Semoga saja, jalan yang dipilihnya tidak membuatnya semakin salah. Karena menikah dengan alasan dunia saja, Pirat merasa itu sudah sangat salah.

Syaron menggeleng, “Walaupun hanya menggenggam tangan kamu di depan semua orang? Tidak ada izin?” Pirat terdiam mendengar pertanyaan Syaron. Benar juga, bisa curiga orang-orang ketika seorang suami bahkan tidak pernah menggenggam tangan istrinya. Pirat jadi kepikiran.

“Sepertinya kita harus membuat banyak kesepakatan,” celetuk Pirat.

Syaron tidak setuju. “Ayolah Pirat, kita menikah secara normal. Tidak ada kesepakatan selain masalah restoran ....” Pirat menggeleng. “Karena setelah satu kesepakatan soal restoran, itu sudah mencakup semuanya. Kita menikah secara normal, tidak ada pisah ranjang, tetap ada sentuhan fisik, okelah kalau soal aku menggaulimu, aku tidak keberatan kalau kamu belum memberi izin. Tapi untuk hal lain, tidak ada larangan apapun. Kamu tahu ayah bundamu, kan? Aku ingin kita seperti mereka. Bersikaplah seperti pasangan suami istri yang bahagia dan saling mengerti. Oke?” Syaron menganggukkan kepalanya melihat Pirat yang terdiam, “Harus oke, lah!”

Pirat mendengkus. Untuk sekarang, Pirat mengalah, dia tak mau berdebat lagi. Gadis itu sudah terlalu lelah melewati hari ini.

“Omong-omong aku lapar. Bisa kamu yang buatkan pesananku?”

Pirat kembali menatap Syaron dengan tatapan tajamnya, “Masih banyak koki di dapur,” ujarnya datar.

“Kalau begitu temani aku makan.”

“Aku sibuk.”

“Ayolah Pirat, hanya menemani. Biar semua orang makin yakin dengan sandiwara kamu.” Pirat melotot tak terima. Dia bersandiwara juga karena Syaron. “Aku tunggu di depan. Kalau kamu tidak datang, aku obrak-abrik restoran kamu,” ancamnya dengan gurauan, “jangan lupa cincinnya dipakai,” katanya sebelum benar-benar keluar.

***

“Terima kasih,” ujar Syaron. Pirat berdeham.

“Besok sore aku ke sini. Kita akan cari cincin kawin. Hari pernikahan kita tinggal satu minggu lagi.” Pirat mengangguk lagi. Syaron melirik jari Pirat, “Cincinnya pas, cantik di jarimu. Jangan dilepas!” gadis itu tak menjawab segala ocehan Syaron.

Syaron berdiri, “Mau ku antar pulang?” tanya laki-laki itu.

Pirat menggeleng, “Tidak perlu, pulanglah.”

“Kamu enggak mau mengantarku ke depan?”

“Tidak, terima kasih. Kamu bisa sendiri. Hati-hati di jalan!” ketusnya. Usai mengatakan itu, Pirat berdiri, kembali ke ruangannya untuk mengambil tas selempang dan gawainya. Restoran sudah sepi, hanya tinggal beberapa karyawannya yang masih bersih-bersih.

Syaron tersenyum senang. Melihat Pirat kesal, melihat Pirat marah, melihat Pirat senyum, melihat Pirat bahagia, Syaron suka semua ekspresi wajah Pirat. Kecuali ketika gadis itu menangis karena sedih, Syaron tidak suka.

Belum juga Syaron pergi, namanya dipanggil oleh seseorang––Sahil, laki-laki itu mendekat. Sudah tak ada lagi apron di badannya.

“Apa?” tanya Syaron santai.

“Kamu dan Pirat sungguh-sungguh akan menikah?” tanyanya tanpa basa-basi.

Syaron tersenyum mengejek, “Kami saling jatuh cinta. Kenapa kami enggak menikah?” Syaron tertawa, lalu pergi meninggalkan Sahil di sana yang mematung. Tidak terlalu penting baginya untuk meladeni Sahil.

Sementara Syaron mampu menyombongkan diri di hadapan Sahil, laki-laki itu terlihat menahan kekesalan dan amarah, kedua tangannya mengepal kuat menahan gejolak amarah di dada.

“Sahil? Kamu belum pulang?” tanya Pirat. Gadis itu datang dengan tas selempangnya, sembari mengeluarkan kunci mobil.

Tatapan Sahil gagal fokus, matanya menangkap kilauan kecil di jari manis Pirat. “Bukannya kamu menitipkan restoran padaku, sementara kalian makan malam bersama?”

Pirat terdiam mendengar perkataan Sahil. Tidak seperti Sahil yang biasanya bicara lembut kepada Pirat, kini laki-laki itu sudah mulai hilang kesabarannya. “Sahil, aku minta maaf untuk masalah tadi. Bukan maksudku––”

“Jadi maksudmu apa?” tanya Sahil memotong, membuat Pirat kembali bungkam. “Aku menaruh perhatian lebih padamu, tapi kamu hanya menganggapku teman dan kakak laki-lakimu, begitu? Kamu tidak menganggapku laki-laki, Pirat.”

Suara dehaman menginterupsi keduanya. Syaron berdiri di ambang pintu, “Aku ganggu? Maaf, tapi kunci mobilku ketinggalan,” ujar laki-laki itu berjalan mendekati meja di mana tadi ia makan malam, begitu santai, bahkan sempat mengedipkan satu matanya kepada Pirat. Namun dibalas ekspresi datar oleh gadis itu.

Sahil mengepalkan tangannya semakin kencang, kemudian tanpa berkata apa-apa lagi, laki-laki itu pergi dari sana, kembali menuju dapur. Kepergian Sahil membuat Pirat kembali merasa bersalah, bahkan rasa bersalahnya semakin besar. Pirat tidak memiliki perasaan apa pun untuk Sahil, dan jika dia mengatakannya secara gamblang, mungkin saja itu akan menyakiti laki-laki itu semakin dalam. Pirat mengembuskan napasnya, lalu berjalan keluar restoran tanpa menghiraukan Syaron yang juga masih ada di sana. Syaron mengikuti Pirat, menyejajarkan langkah kaki gadis itu.

“Teman … kakak laki-laki …,” Syaron bersiul, merasa senang dengan kesakitan orang lain. Laki-laki itu sedang menertawakan Sahil. “Kasihan sekali kokimu, Pirat. Jatuh cinta sendiri.”

Ucapan Syaron membuat Pirat menghentikan langkahnya, lalu menoleh sedikit melirik Syaron, “Kamu sedang membicarakan dirimu sendiri?” tanya gadis itu datar.

Sial! 

Syaron tak mau kalah, “Kita saling jatuh cinta, Pirat,” katanya dengan yakin.

Pirat kembali berjalan, dan Syaron juga kembali berjalan, “Dulu,” ucap Pirat tetap datar.

“Akan kubuat kamu jatuh cinta lagi padaku secepatnya.”

Silakan, karena sebenarnya cukup gampang membuat gadis itu jatuh cinta lagi kepada Syaron. Hanya butuh satu langkah––Syaron kembali ke jalan-Nya, maka Pirat akan memberikan hidupnya untuk Syaron––jika nanti mereka menikah.

“Tapi yang pasti, sekarang kamu bernasib sama seperti Sahil, tidak usah mengelak.”

Sial!


Tbc.

Follow me on IG : @windiisnn_
Twitter : @windiisnaeni21
Tik Tok : @windiisnaeni21

Foto hanya untuk pemanis

Pirat

Syaron

Sahil

Continue Reading

You'll Also Like

1.5K 178 5
Langit biru dan matahari. Dua hal itu mengingatkan mereka pada Taufan. Iris safirnya yang sejernih langit biru yang indah, dan senyumannya yang seper...
131K 10.7K 87
Disini tak ada tokoh protagonis yang sesungguhnya. Ini bukanlah kisah seorang cewek agresif yang mengejar cowok idamannya. Tapi ini adalah kisah cewe...
2.3M 34K 48
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

2.9M 206K 36
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...