Not Me [TAMAT]

By Chokkytata

185K 10K 742

"Lo bukan Ria yang gue kenal lagi. Kecemburuan lo buat gue benci dan muak liat muka lo." Renindro Hidayah. "G... More

~PROLOG~
Chap1:◉‿◉
Chap2:(◍•ᴗ•◍)
Chap3:(◠‿◕)
Chap4:(◔‿◔)
Chap5:(•‿•)
Chap6:。◕‿◕。
Chap7:(✷‿✷)
Chap8:(θ‿θ)
Chap9:(≧▽≦)
Chap10:(. ❛ ᴗ ❛.)
Chap11:(◡ ω ◡)
Chap12:(☆▽☆)
Chap13:(✯ᴗ✯)
Chap14:( ╹▽╹ )
Chap15:(・∀・)
Chap16:<( ̄︶ ̄)>
Chap17:ಡ ͜ ʖ ಡ
Chap18:(・o・)
Chap19:(●__●)
Chap20:ಠ‿ಠ
Chap21:(。♡‿♡。)
Chap22:(◕દ◕)
Chap23:(๑˙❥˙๑)
Chap24:('ε` )
Chap25:⊂(◉‿◉)つ
Chap26:ෆ╹ .̮ ╹ෆ
Chap27:(◕ᴥ◕)
Chap28:⊙.☉
Chap29:✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Chap30:ᕙ( • ‿ • )ᕗ
Chap31:⊙﹏⊙
Chap32:(˘・_・˘)
Chap33:(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)
Chap34:(〒﹏〒)
Chap35:(༎ຶ ෴ ༎ຶ)
Chap37:ಠ_ಠ
Chap38:〜(꒪꒳꒪)〜
Chap39:ᕦ⊙෴⊙ᕤ
Chap40:(⌐■-■)
Chap41:O_o
Chap42:Epilog
Just Information!

Chap36:༎ຶ‿༎ຶ

4.2K 245 35
By Chokkytata

~~Not Me~~
I'm Not Okay By Chen Exo

Hujan turun deras di sore ini. Seorang gadis berdiri di bawah guyuran hujan sambil memandang batu nisan dengan tatapan sendunya. Hujan menyamarkan air matanya yang keluar. Baju pasien Rumah Sakit masih melekat di tubuhnya yang mungil. Tangannya keriput karena terlalu lama diguyur hujan, wajahnya yang pucat bertambah pucat.

"Lo ... ninggalin gue ... seperti orang-orang ... yang gue sayang," kata Ria dengan suara bergetar kedinginan.

Ria mendengkus geli, ia merasa hidupnya dipenuhi dengan berbagai lelucon yang menyakitkan. Bukan berarti Ria tidak bersyukur kepada Yang Maha Kuasa. Ria hanya lelah, lelah ditinggalkan dengan orang-orang tersayangnya. Batinnya tersiksa, banyak kebahagiaan yang hadir di hidupnya, tetapi kesedihan pasti ikut menyertai. Kebahagiaannya tak sebanyak kesedihannya. Memang sudah paling benar ia menyendiri dulu, namun tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri di dunia. Termasuk dirinya.

"Terimakasih ... karena selama ini udah jadi sahabat gue. Terimakasih ... karena udah ngelindungi gue disaat-saat terakhir lo. Gue bakal selalu ingat lo di hati gue. Semoga lo tenang di sana, gua sayang sama lo, Zor."

Ria menunduk, mengadahkan kedua tangannya di depan dada untuk berdoa untuk Zora. Selesai berdoa, senyuman kecil terbit di bibir pucat Ria. Ia sedih, sangat-sangat sedih. Batin dan tubuhnya saat mengetahui sahabatnya itu telah tiada. Namun, jika ia terlalu larut dalam kesedihan ini, Zora pasti tidak suka. Zora bahagia ketika ia sembuh dan tersenyum. Maka, Ria akan berusaha keras untuk cepat sembuh dan menjadi lebih baik lagi. Sebelum itu, Ria harus mencari pelaku yang menabrak Zora. Ia masih memiliki misi yang harus diselesaikan sebelum keinginannya untuk jadi lebih baik terwujud.

Suara langkah kaki mendekati Ria. Sebuah payung hitam menghadang hujan mengguyurnya. Ria menoleh, ia tersenyum lebih lebar saat melihat raut khawatir dari orang yang memayunginya.

"Indro," ucap Ria pelan. Ria tidak tau bagaimana bisa cowok itu menemukannya di sini. Namun, ada rasa hangat menjalar di hatinya melihat Indro di depannya. Terakhir kali ia melihat Indro adalah saat dia mengorbankan dirinya demi menyelamatkan nyawanya.

"Lo ngapain di sini? Lo nggak pake payung, alas kaki pun lo nggak pake. Untung gue balik lagi buat nyari dompet di sini, kalo nggak, gue nggak bakalan nemuin lo di sini. Dan kalo gue nggak ke sini, lo pasti bisa mati kedinginan di sini," omel Indro sambil menyentuh pipi Ria yang dingin. Indro berusaha melepas jaket hitamnya. "Pake, gue nggak terima penolakan, protesan, dan ocehan lo. Pake sekarang!"

Ria nurut, ia memakai jaket itu. Tubuhnya tenggelam di jaket besar milik Indro.

Melihat Ria yang seperti ini membuat Indro prihatin. Tanpa mengatakan apapun, Indro melingkarkan lengan kirinya di bahu Ria.

"Lo baik-baik aja?" tanya Indro dengan suara lebih lembut.

"Bohong kalo gue bilang baik-baik aja," jawab Ria. Ia menggigit bibirnya menahan isakan yang siap keluar. Sekuat apapun ia menutupi kesedihannya, ternyata Indro tetap tau.

"Pulang sama gue. Jangan pingsan dulu, nanti gue kerepotan gendongnya," kata Indro.

"Iya."

Seketika, dompet yang menjadi tujuan utamanya terlupakan. Isi pikiran Indro sekarang dipenuhi dengan kecemasan terhadap Ria. Indro ingat betul, Ria itu paling tidak bisa kena hujan. Cewek itu pasti akan langsung sakit setelah terkena hujan.

Sesampainya di rumahnya, Ria langsung terbaring sakit. Imel menggantikan Ria baju, mengompresnya agar demamnya turun. Beberapa kali Ria mengigau memanggil nama Zora dan kedua orangtuanya. Imel menemani Ria, takutnya hal-hal tak diinginkan bisa saja terjadi jika ia tidak ada saat Ria bangun.

Sementara Indro, ia menghubungi Liyan untuk memberitahu kalau Ria ada bersamanya. Ia juga melarang Liyan datang sebelum hujan reda. Akan sangat bahaya jika Liyan datang ke rumahnya hujan-hujan dengan keadaan khawatir.

Kreet ...!

"Ria masih belum sadar, Mi?"

Imel menggeleng pelan, lalu mengusap keringat dingin Ria. Hati Indro berdenyut sakit melihat keadaan Ria sekarang. Entah seberat apa penderitaan yang dialami Ria dulu, dan bodohnya ia meninggalkan Ria disaat-saat cewek itu butuh sandaran.

"Kamu temani Papi makan, gih. Kesian dia sendirian," suruh Imel.

"Nggak mau, Papi udah gede masih aja ditemani makan," tolak Indro. Ia ingin berada di sini.

"Ck, jadi anak susah banget diatur. Nanti Papimu ngomel! Sana pergi temani Papi, nanti Mami panggil kalo Ria udah sadar," ujar Imel kesal. Punya anak satu keras kepalanya minta ampun.

"Iya deh ... tapi panggil aku ka—"

"Iya-iya, bawel banget. Anak siapa sih?!"

"Anak Mami lah."

Imel hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anaknya itu. Sebelum Maminya semakin kesal, Indro pun pergi untuk menuruti perintah wanita tercintanya itu. Yeah ... walaupun sebenarnya Indro sangat enggan.

Beberapa detik setelah kepergian Indro, Ria sadar. Mungkin karena perdebatan antara Ibu dan anak tadi mengusiknya.

"Eh, Ria udah sadar, sayang? Jangan bangun dulu, kamu belum sehat."

"Aku pingsan, ya, Buna?" tanya Ria dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Iya, tadi Buna kaget liat Indro pulang gendong cewek. Eh, nggak taunya ternyata itu kamu. Kamu demam gara-gara kehujanan," jawab Imel.

"Indro ... mana?"

"Ada, lagi nemenin Papinya makan. Kamu istirahat aja dulu, Indro juga udah ngabarin teman kamu."

Ria mengangguk-angguk kecil. Imel mengambil handuk di dahi Ria dan kembali merendamnya dengan air hangat. Setelah diperas, ia kembali menaruh handuk itu di dahi Ria.

"Buna ...," panggil Ria. Ria meraih tangan halus milik Imel. Walaupun sudah tua, Imel masih terlihat muda dan cantik.

"Kenapa, sayang?"

"Maafin Ria karena udah buat Indro terluka. Buna marah, ya? Mangkanya nggak ngizinin Indro sekolah. Ria bener-bener minta maaf," ucap Ria tulus.

"Nggak kok sayang, Buna nggak marah sama Ria. Buna malah seneng banget karena Indro bisa ngelindungi mantu masa depan Buna. Buna larang Indro sekolah buat penyembuhan dia, Indro anaknya keras kepala, banyak tingkah. Waktu itu dia ngebet banget mau ketemu sama kamu malem-malem, tapi Buna larang karena belum sembuh total. Tapi, dianya nekat, kabur lewat jendela terus manjat pagar. Tau-taunya dia jatuh, terus jahitan operasinya terbuka. Buna bawa dia ke Rumah Sakit lagi, setelah itu Buna kurung dia lagi," jelas Imel panjang lebar.

Ria terkekeh geli mendengar penjelasan Imel. Ia tak menyangka kalau Indro bisa melakukan hal-hal menyeleneh seperti itu.

"Istirahat yang banyak, biar cepat sembuh," ucap Imel sambil balik mengusap tangan hangat Ria. "Buna ikut berduka cita atas meninggalnya sahabat kamu. Kamu boleh nangis, sedih, tapi nggak boleh nyiksa diri. Ada banyak orang yang sayang sama Ria."

"Iya, Buna. Aku berusaha ikhlas kok. Zora itu orangnya lembut, baik, dan cantik. Hatinya juga cantik kayak mukanya," ujar Ria sembari menatap langit-langit kamar. Tanpa sadar, air matanya berlinang.

"Kamu yang sabar, ya. Malem ini Buna temani kamu. Buna nggak bakalan izinin kamu pulang sebelum sembuh," kata Imel yang sukses membuat Ria tersenyum kecil karena perhatian yang diberikan Imel.

"Makasih, Buna. Buna baik banget sama aku, jadi bingung gimana caranya bales kebaikan Buna," ucap Ria.

"Gampang kok, bales aja jadi menantu di rumah ini. Buna pasti bakal seneng banget," balas Imel.

Ria terdiam, sementara Imel terbahak melihat wajah Ria yang nampak bingung bercampur salting. Imel meringsut mendekati Ria sambil menggenggam tangannya erat.

"Indro anaknya baik, perhatian, lembut lagi. Dia anak tunggal kaya raya loh, jadi hidup kamu terjamin. Apalagi Buna sama Papinya Indro ngasi lampu ijo buat kalian, kurang mulus apalagi coba? Kamu mau ya sama anaknya Buna?"

"Emhh ... ak--aku bingung jawabnya ...," jawab Ria pelan. Ia memalingkan wajah, tak ingin melihat tatapan memohon Imel. Terasa kurang sopan memang, tapi tatapan Imel membuatnya canggung.

Ceklek!

"Ck, Mami! Dikira anaknya barang apa dipromosikan. Jangan kayak gitu, Ria jadi risih tuh," tegur Prapto saat tak sengaja mendengar percakapan kedua perempuan itu.

Imel memanyunkan bibirnya sembari melirik sinis sang suami. "Papi ganggu aja."

Prapto tidak ambil pusing dengan tingkah istrinya. Ia beralih menatap Ria, anak dari sahabatnya. Kalau bukan karena Ayah Ria, Prapto tidak akan hidup nyaman seperti sekarang.

"Kamu udah baikan, Ria?" tanya Prapto.

"Udah, cuma panas dikit kok, Om," jawab Ria.

"Kalo besok masih panas, Om bawa ke Rumah Sakit. Untung Indro nemuin kamu," kata Prapto.

"Nggak usah, Om. Cuma demam biasa, nggak usah sampe bawa ke Rumah Sakit," tolak Ria. "Bisa diiket lagi kalo dibawa ke Rumah Sakit. Aku, 'kan lagi kabur," tambah Ria di dalam hati.

"Ya udah, kamu tidur ditemani sama istri Om malem ini. Om izinin," ujar Prapto.

"Alahh ... palingan dalem hati nggak ikhlas," sindir Indro yang nyelonong masuk sambil bawa susu hangat. "Minum susu dulu sebelum tidur. Ini manis kok, sesuai selera lo."

"Cih, tukang modus," sindir balik Prapto. Indro menghiraukannya, ia hanya terfokus pada Ria yang susah payah meminum susu buatannya.

"Enak?" Ria mengangguk kecil. Indro mengusap sudut bibirnya yang basah karena susu.

"Ekhm! Pi, keluar gih, bawa anakmu juga. Ria sama aku mau tidur," suruh Imel. Melihat gelagat anaknya yang mulai membucin membuat Imel sedikit was-was. Jangan sampe anaknya nekat mau tidur bareng. Walaupun Imel berharap mereka berdua bersama, bukan berarti Imel mengizinkan hal itu terjadi.

Indro langsung memberi tatapan tak terimanya. "Kok gitu sih, Mi?! Aku, 'kan belum lama liat Ria!"

"Liat Ria besok aja, udah malem ini. Nanti kamu malah nggak mau pergi, ngebet ikutan tidur di sini juga. Udah, sana tidur sama Papi!"

Indro berdecak tak terima. Namun, ia juga tidak bisa membantah. Dengan wajah cemberutnya, ia pun melangkah pelan mendekati pintu.

"Cepet keluar! Jalannya lambat banget kayak mau LDR-an aja," usir Imel.

Prapto pun berinisiatif untuk menarik tangan putra satu-satunya itu. Ia juga tidak bisa menolak perintah Imel. Ratu di rumah mereka adalah Imel, tidak ada yang berani membantahnya.

Ria menyaksikan interaksi keluarga Indro sambil tersenyum hangat. Perasaan nyaman dan suasana hangat ini akhirnya dapat ia rasakan setelah bertahun-tahun kedua orangtuanya tiada.

Imel benar, ia harus sabar dan ikhlas atas kepergian Zora. Ada banyak orang di sisinya, dan mereka semua menyayangi Ria. Ada juga misi yang harus diselesaikan, ia harus menyiapkan mentalnya untuk menyelesaikan segalanya. Demi Zora, dan demi kedamaian hidupnya.

***

Keesokan harinya, rumah Imel kedatangan tamu pagi-pagi. Setelah mendengar kabar bahwa Ria berada di rumah Indro, Liyan pun berniat untuk melihatnya. Namun, ia dan teman-temannya lainnya bisa datang pagi ini. Alasannya karena tadi malam hujan.

"Queen!" Liyan langsung memeluk erat tubuh lemah Ria. Hampir saja Ria ambruk ke belakang kalau Indro tidak menahannya.

"Hati-hati dong! Hampir jatuh tuh anak orang!" peringat Cumi yang melihat Liyan memeluk Ria dengan tenaga.

"Gue khawatir banget tau! Lo kok tega pergi nggak bilang-bilang sama gue. Gue kira lo diculik, gue takut banget kehilangan lo tau nggak?!"

"Maaf, maafin gue," ucap Ria lirih.

"Banyak yang dateng jenguk lo, keluar gabung sama mereka, yuk," ajak Liyan.

Indro langsung menahannya. "Nggak boleh. Mami gue udah kasih amanah sama gue, kalo Ria nggak boleh keluar sebelum sembuh."

"Kok gitu?" protes Liyan. Liyan menatap Ria untuk meminta pembelaan.

Ria mengangkat bahunya dan memilih untuk diam. Bibir Liyan mengerucut lucu, merubah ekspresi sedihnya menjadi masam.

"Ria masih sakit, di luar terlalu ribut buat dia," kata Cumi untuk memberi pengertian kepada Liyan.

"Iya, gue ngerti."

Yang datang memang banyak, termasuk dengan anak-anak ADERFIA dan AODRA. Cole dan Clay sedang ribut dengan Rey di luar karena sebutan 'Abang' Ria. Lebih tepatnya, Clay dan Rey yang baku bacot, Cole di tengah, dan teman-temannya yang menonton. Saskia, Beben, Ravi, Gema, dan Gino juga datang. Gino terpaksa meninggalkan Liliy sementara waktu untuk minta maaf kepada Ria. Mereka semua sudah tau tentang Ria bukanlah orang yang membully Wulan. Walaupun kata maaf mereka sulit untuk diterima, mereka akan berusaha melakukan yang terbaik agar Ria mau memaafkan mereka.

"Yang mau jenguk Ria dua orang yang boleh masuk, nggak boleh lebih," kata Indro memberi peraturan.

"Udah kayak Rumah Sakit aja ni rumah," protes Liyan.

"Kalian berdua keluar gih, yang lain pasti nunggu antrian," kata Indro mengusir. Untuk hari ini ia akan menjadi pengawal Ria, Mami dan Papinya sedang sibuk mengurusi anak-anak yang dibawa Cumi dan Liyan. Belum lagi kerusuhan yang dibuat Rey, Cole, dan Clay.

"Ya udah, gue keluar dulu. Kalo semuanya dah kebagian jenguk lo, gue masuk lagi, oke?" Ria mengangguk kecil. Liyan tersenyum senang, sebelum keluar ia memeluk Ria beberapa detik, lalu ditarik keluar oleh Cumi.

Setelah Liyan dan Cumi keluar, dua orang masuk sambil membawa buah dan bunga. Ekspresi wajah berubah mengeras beberapa detik. Ia cepat-cepat kembali memasang wajah lemahnya. Mereka adalah Saskia dan Beben. Dua manusia yang masuk dalam list hitamnya.

"Hai, Ria. Gue bawain lo buah. Dimakan ya, buah baik buat kesehatan lo," kata Saskia sembari memasang wajah cerianya.

"Makasih."

"Yaelah, lo kenapa bawa bunga, Oncom! Dimakan enggak, layu iya," sindir Indro.

"Gue mana tau Ria suka apa, bego! Lagipula, bunga bagus buat suasana hati biar adem," balas Beben. "Diterima ya, Ria."

"Makasih."

Keadaan hening beberapa saat. Saskia berinsiatif untuk mencairkan suasana. Ia duduk di samping Ria, meraih tangan hangat Ria untuk digenggam.

"Gue emang jahat, banget malah. Gue mau minta maaf setulus-tulusnya sama lo. Gue beneran nggak tau kalo lo ternyata nggak jahat seperti apa yang gue dan temen-temen pikirkan. Gue minta maaf karena udah hina lo, mempermalukan lo, dan ninggalin lo dulu. Maafin gue, ya, Ri?"

"Gue juga minta maaf sama lo. Rey udah cerita kalo lo nggak bully Wulan. Setengah ingatan Wulan udah balik, jadi dia sedikit ingat tentang kejadian 2 tahun yang lalu. Dulu gue bego banget karena nuduh lo yang baik dan polos bully Wulan. Tolong maafkan kita, Ri."

Ria menatap wajah Saskia dan Beben secara bergantian. Mereka memasang wajah memelas dan tatapan memohon. Di dalam hati Ria tertawa jahat, menghardik kedua manusia itu.

"Iya, nggak papa. Gue ngerti kok posisi kalian. Gue juga pasti ngelakuin hal yang sama kalo liat sahabat gue hampir mati di tangan orang," ucap Ria disertai sindiran, tetapi tidak disadari mereka berdua.

Saskia dan Beben tersenyum lebar mendengar perkataan Ria.

"Makasih Ria, lo emang baik," kata Beben.

"Makasih karena udah maafin gue yang jahat ini." Saskia memeluk erat Ria, wajah senang terpasang indah di wajahnya.

Ria membalas pelukannya. Saat Saskia ingin melepas pelukannya, Ria menahannya. Lalu membisikkan sebuah pertanyaan yang membuat tubuh Saskia menegang, melototkan mata, dan ketakutan.

"Tapi, Saskia ... lo, 'kan orangnya? Yang bully Wulan itu lo, kan?"

***

~~~🥀🥀🥀~~~

Sorry for typo 🙏

Wahh ... Ria mulai gencatan senjata tuh🙀
Saskia pasti bakal ngelakuin sesuatu karena Ria udah tau kebusukannya.

Apa Ria bakal memaafkan Rey?

Bagaimana pertengkaran antara Rey dan Clay?

Apa rencana Ria selanjutnya?

Rindro kembali berlayar nih. Gimana perasaan kalian?

Yuk jawab yuk!

Komentar yang banyak, biar aku semangat. Kata-kata penyemangat kalian adalah alasan aku bertahan nguras otak buat cerita ini. Maaf karena gak jadi up kemarin, hari aku up bersamaan dengan acara Ramadhan di sekolah. Jadi, gak punya waktu 🙏

See you 💜

SitFer182e

Continue Reading

You'll Also Like

8.6K 251 24
-Kehidupanku dipenuhi dengan orang orang tersayang ku sampai aku lupa bahwa diriku telah menyakiti orang terdekatku- ELVIRA -Kehidupan gue bagaikan r...
992K 71.6K 37
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
660K 113K 58
"Lo cewek atau cowok?" Kesan pertama orang-orang saat melihat Dara Restian Ardipati pasti akan mengatakan 'Ganteng'. Lalu, ketika dengan teliti menat...
18.7K 1.5K 117
『FOLLOW SEBELUM MEMBACA』 cover by Qadridesign ˜"*°•.˜"*°• •°*"˜.•°*"˜ Beberapa rahasia buruk Archea Ilene, yang diketahui oleh orang yang dia suka te...