Second Life Changes Everything

By NinsJo

9.4M 1M 48.5K

Air mata terus mengalir deras kala mengingat bagaimana dirinya difitnah dan dipermalukan. Ia telah mengecewak... More

Prologue
The Beginning
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Extra Chapter I
Extra Chapter II
Extra Chapter III

Part 33

140K 17.2K 291
By NinsJo

Sebuah kecupan mendarat di pipi Jillian, menyadarkan lamunannya. Ia menoleh dan mendapati Liam di belakangnya. Suaminya tersebut menghampirinya ketika masih mengenakan pakaian kerjanya. "Gantilah terlebih dahulu, Liam." Suruh Jillian.

"Aku ingin menyapamu terlebih dahulu." Liam melirik layar ponsel Jillian. "Sepertinya rencanamu berhasil." Ucapnya santai.

Jillian menatap Liam yang sekarang duduk di sampingnya. Mendelik, ekspresi kaget terlihat di wajahnya.

Liam tersenyum melihat kebingungan Jillian. "Aku tau." Ujar Liam singkat.

Jillian masih bertahan dengan raut aneh dari wajahnya.

"Aku tidak akan memarahimu, kau melakukannya karena adik tirimu sudah membuatmu masuk rumah sakit bukan?" Liam menambahkan perkataan yang menambah kekagetan Jillian.

"Kau, kau tau dari mana?" Tanya Jillian dengan tercekat.

"Hanya orang terdekatmu yang mengetahui kau alergi seafood." Liam menatap Jillian dengan intens. "Interaksi kalian berdua saat bertemu sudah menunjukkan bahwa kau dan Gabby saling membenci." Itulah yang dapat Liam simpulkan. Saat Gabby menjenguk Jillian di rumah sakit, Gabby juga tidak menunjukkan sikap yang seharusnya di tunjukkan pada orang yang dia kasihi.

"Kau hanya menebaknya saja bukan?" Jillian tidak mengakui ataupun mengiyakan.

"Tidak ada adik yang ingin merebut suami kakaknya." Jika Gabby berkepribadian baik dan menyayangi Jillian dengan tulus, tidak mungkin dia menggoda suami kakaknya.

Jillian tau hal tersebut, Gabby memang menaruh hati pada Liam. "Aku mengagumi feelingmu yang tidak pernah meleset membaca karakter seseorang." Jawab Jillian menanggapi. "Liam, kau tau dari mana jika aku yang melakukan ini pada Gabby?" Tanya Jillian penasaran.

"Aku hanya menebaknya. Kalian terlihat saling menyerang bukan? Seharusnya kau membalasnya dengan menyakiti dia, bukan hanya menyebar aibnya." Menurut Liam masih kurang karena Gabby sudah membahayakan nyawa Jillian.

"Begini sudah cukup, bukankah menanggung malu dan di hujat banyak orang lebih menyakitkan?" Kesakitan yang di peroleh akan lebih mengena dan membekas, baik secara batin atau mental Gabby.

"Kenapa tidak pernah bercerita padaku? Jika kau tidak merengek untuk mencabut tuntutanku pada restoran tersebut, aku tidak akan berpikir dua kali untuk menuduh pihak restoran." Liam tentu saja tidak terima karena makanan yang Jillian pesan bukan berbahan olahan seafood, Jillian berkata hanya menambah lada di makanannya, tidak masuk akal karena di dalamnya terkandung bumbu seafood. Saat itu Jillian merengek tidak menuntut pihak restoran tapi saat di tanya alasannya, Jillian tidak bisa menjawab. Dari situ Liam menyimpulkan jika Jillian tau apa yang terjadi padanya. Kemurnian hati istrinya membuatnya berpikir ulang, Jillian tidak akan menyulitkan pihak lain jika itu bukan kesalahan mereka.

Jillian menyipitkan matanya. "Jangan-jangan kau yang menyebar informasi jika Gabby bukan anak kandung papa?" Tidak ada orang terdekat lainnya yang berani melakukan hal tersebut selain Liam.

"Aku hanya menyelamatkan nama baik papa. Tidak seharusnya papa menanggung malu atas perbuatan Gabby bukan?" Jawab Liam santai. "Sudah sewajarnya aku membantu istriku." Ucap Liam menambahkan.

"Memang aku sempat khawatir karena mempertaruhkan nama baik papa." Jujur Jillian. Ia tidak mempunyai pilihan lain untuk membungkam dan menghancurkan Gabby selain melakukan hal itu.

"Setidaknya aku sudah membantumu menanganinya. Masyarakat tidak akan menghubungkan perbuatan tidak bermoral Gabby pada papa." Ujar Liam menanggapi.

Keduanya saling bertatapan. Tidak berselang lama, Jillian mengecup pipi Liam, hal tersebut membuat Liam terhenyak. Biasanya Liam dululah yang aktif namun sekarang Jillian berani melakukannya. Walau hanya di pipi, cukup membuat hati Liam membuncah.

"Terima kasih, Liam. Karena kau sudah mendukungku. Semua ini aku lakukan karena mereka duluan yang menyerangku dan ingin menguasai harta papa." Jujur Jillian mengatakan kebenarannya.

"Aku tau. Melihat kepribadianmu, tidak mungkin kau menjahati seseorang jika orang tersebut tidak menyerangmu duluan. Kenapa tidak mencoba memperingatkannya pada papa?" Liam memberikan saran, mertuanya pasti akan memihak pada anak kandungnya.

"Mereka selalu terlihat baik di depan papa. Papa bukan tipe orang yang begitu saja percaya, jika aku meminta papa mengusir mereka, aku tidak yakin papa akan menurutiku karena aku tidak memiliki bukti perbuatan mereka." Ucap Jillian menjelaskan alasannya.

"Kau belum mencobanya, Jill." Liam memberikan sanggahan sembari matanya terus menatap wajah cantik Jillian.

Jillian menggeleng. "Papa selalu berpikir rasional, Liam. Papa memang akan yakin aku mengatakan kejujuran, tapi papa tidak mungkin bersikap tidak adil menuruti permintaanku tanpa ada bukti nyata tentang apa yang aku sampaikan."

Liam mengangguk, ada benarnya juga semua ucapan Jillian. "Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Jill?"

"Menunjukkan sedikit demi sedikit sikap asli mereka bahwa selama ini mereka hanya beracting di depan papa." Jillian menghela napas. "Aku tidak akan berhenti sebelum mereka menjauh dari papa."

"Saat Gabby menjatuhkan porselen ketika kakimu terkilir juga sengaja?" Tanya Liam penasaran.

Jillian terdiam sejenak karena tiba-tiba Liam menanyakan hal tersebut. "Bahkan yang membuat kakiku terkilir juga Gabby." Jillian tertawa kecil, entah apa yang membuatnya tertawa. "Aku tidak memintamu untuk percaya namun aku mengatakan kebenarannya, heelsku sengaja di rusak. Tidak ada tersangka lain di otakku selain Gabby."

Liam menyipitkan matanya. "Kenapa kau tidak pernah bercerita? Aku pikir itu hanya kecerobohanmu saja." Jika ia tau hal ini pasti ia akan memberikan pelajaran kepada Gabby yang sudah membuat Jillian tidak bisa berjalan 2 minggu.

"Aku tidak memiliki bukti, bagaimana jika kau justru beranggapan aku membual dan ingin menjelek-jelekkan Gabby semata?" Memang alasan Jillian tidak pernah bercerita adalah karena hal itu.

"Aku memahamimu, kau tidak mungkin berbohong, Jill." Liam meraih tangan Jillian dan mengecupnya. "Lain kali berceritalah padaku, sebisa mungkin aku akan membantumu."

Jillian mengangguk dan tersenyum.

"Tapi karena hal ini mereka akan membalas dendam padamu, sudah pasti mereka tidak terima bukan?" Ujar Liam menyampaikan pemikirannya. "Mereka tidak segan melukaimu, Jill." Setelah Jillian bercerita, ia bisa menarik kesimpulan jika Rosa dan Gabby akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka, Liam tidak ingin Jillian terluka kembali karena mereka.

"Hmm...dan aku tidak akan kalah begitu saja. Bukankah setelah mengetahui ini kau juga akan melindungiku?" Jillian mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali.

"Tentu saja aku akan berpihak pada istriku." Liam merengkuh tubuh Jillian dan memeluknya. "Berjanjilah kau akan menjaga dirimu dengan baik, aku tidak ingin terjadi hal buruk padamu." Selain menjaga Jillian, Liam juga harus memastikan agar Jillian lebih berhati-hati lagi kedepannya.

"Aku berjanji, Liam." Jillian menepuk-nepuk punggung suaminya, hatinya menghangat ketika Liam mengkhawatirkannya, ia harus berhati-hati supaya tidak menyulitkan Liam ke depannya.

Liam dan Jillian saling berpelukan, cukup lama bertahan dalam posisi tersebut. Rasa nyaman dan saling menyayangi melingkupi keduanya saat ini.

Mila berdehem sedikit keras untuk menganggu majikannya yang sedang bermesraan.

Keduanya melerai pelukan mereka dan menoleh pada Mila.

"Maafkan saya menganggu." Mila menunduk menahan senyum, melihat majikannya bermesraan entah kenapa ia merasa tersipu. Setelah menguasai diri Mila mengangkat wajahnya. "Tuan Anson menelepon anda, Nona."

Jillian meraih ponselnya, ternyata ponselnya mati mungkin karena lowbat. Pantas saja papanya menghubungi ke telepon rumah.

"Aku akan mengangkat telepon papa dulu, Liam." Pamit Jillian.

Liam mengangguk, ia juga harus ke kamar untuk membersihkan diri.

☘️☘️☘️

Dapat salam dari Liam dan Jillian 👇🏻


Hai...hai 🥰
Terima kasih untuk kalian yang selalu menantikan kelanjutan "Second Life Changes Everything."

Tidak bosan mengingatkan, jangan lupa vote dan coment ya....

Cerita ini murni hasil pemikiran sendiri, biar otak eike makin encer mikirnya jangan lupa berikan dukungannya. Kalau malas coment, vote saja cukup.

Vote gak butuh waktu lama. Gak lebih dari 5 detik kok, bukan hal sulit bukan?? jadi jangan hanya menikmatinya tapi hargai juga jerih payah penulisnya ya....

Continue Reading

You'll Also Like

248K 671 54
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
12.9K 2.6K 52
[𝙁𝙤𝙡𝙡𝙤𝙬 𝙎𝙚𝙗𝙚𝙡𝙪𝙢 𝙈𝙚𝙢𝙗𝙖𝙘𝙖, 𝙅𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙎𝙞𝙡𝙚𝙣𝙩 𝙍𝙚𝙖𝙙𝙚𝙧𝙨] Antara cinta dan lara, mana yang lebih menyakitkan? *** Katany...
649K 112K 72
Namaku El. Usiaku 16 tahun. Hidupku seolah dikekang oleh penulis jahat. Berkali-kali aku bertemu dengan orang jahat di sekitarku, tidak ada satu pun...
Belong By sf

Teen Fiction

1.3M 177K 44
Berawal dari Leona yang mendatangi pemakaman Stevanno, teman sekelasnya ketika SMA. Tanpa Leona sangka, dirinya kembali ke 7 tahun yang lalu, ketika...