CACAT LUKA

By matcharay_

2.5M 459K 541K

©2021 More

ZERO
CACAT LUKA || PROLOG
ONE
TWO
THREE
FOUR
FIVE
SIX || MEMORIES
SEVEN || MEMORIES
EIGHT
NINE
TEN
ELEVEN
TWELVE
THIRTEEN
FOURTEEN
FIFTEEN
SIXTEEN
SEVENTEEN
EIGHTEEN
NINETEEN
TWENTY
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY SEVEN
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
THIRTY
THIRTY ONE [FLASHBACK]
THIRTY TWO
THIRTY THREE
THIRTY FOUR
THIRTY FIVE
THIRTY SIX
THIRTY SEVEN
THIRTY EIGHT
THIRTY NINE
FORTY
FORTY ONE
FORTY TWO [MEMORIES]
FORTY THREE
FORTY FOUR
FORTY FIVE
FORTY SIX
FORTY SEVEN
FORTY EIGHT
FORTY NINE
FIFTY
FIFTY ONE
FIFTY TWO
FIFTY THREE
FIFTY FOUR
FIFTY FIVE
FIFTY SIX
FIFTY SEVEN
FIFTY EIGHT
FIFTY NINE
SIXTY
SIXTY ONE
SIXTY TWO
SIXTY THREE
SIXTY FOUR
SIXTY FIVE
SIXTY SIX [FLASHBACK]
SIXTY SEVEN
SIXTY EIGHT
SIXTY NINE
SEVENTY [FLASHBACK]
SEVENTY ONE
SEVENTY TWO
SEVENTY THREE
SEVENTY FOUR
SEVENTY FIVE
SEVENTY SIX
SEVENTY SEVEN
SEVENTY EIGHT
SEVENTY NINE
EIGHTY
EIGHTY ONE
EIGHTY TWO
EIGHTY FOUR
EIGHTY FIVE
EIGHTY SIX
EIGHTY SEVEN
EIGHTY EIGHT
EIGHTY NINE
NINETY
NINETY ONE
NINETY TWO
NINETY THREE
NINETY FOUR
NINETY FIVE
NINETY SIX
NINETY SEVEN
NINETY EIGHT
NINETY NINE
ONE HUNDRED
ONE HUNDRED AND ONE
ONE HUNDRED AND TWO
ONE HUNDRED AND THREE
ONE HUNDRED AND FOUR
ONE HUNDRED AND FIVE
ONE HUNDRED AND SIX
ONE HUNDRED AND SEVEN
ONE HUNDRED AND EIGHT
ONE HUNDRED AND NINE
ONE HUNDRED TEN
ONE HUNDRED ELEVEN

EIGHTY THREE [FLASHBACK]

8.8K 2.1K 522
By matcharay_

Altezza kecil memutar papan belakang skateboard-nya seratus delapan puluh derajat ke arah depan, menekuk lutut ketika meluncur, lalu melompat, dan mendarat di bagian belakang skate-nya. Dia melakukan trik kickturn dan ollie berurutan di satu waktu. Zero dan ketujuh temannya yang sedang berlatih di belakang Altezza, terjatuh kompak usai Altezza tiba-tiba menghentikan laju skateboard-nya di tengah-tengah latihan. Bukannya merasa bersalah, anak berusia sembilan tahun itu justru tertawa, memamerkan gigi ginsulnya yang terlihat manis.

Zero dan ketujuh temannya mengeram kesal. "Ezz. Itu nggak lucu!"

Altezza mengangkat bahu, kemudian berjongkok untuk menyentuh luka di salah satu kaki temannya yang tergores. "Dia berdarah. Lucu, tau. Keren."

"Apa?" Purnama melotot tajam. Anak itu memperbaiki posisi topinya dan berdiri. "Luka itu nggak keren. Mati lebih keren!"

"Mati nggak kelen. Luka juga nggak kelen. Otak kalian gesel!"

"Diam lo, cadel!" Purnama membungkam Guruh. Anak itu kembali menatap Altezza dan mengunci tatapannya. "Mati lebih keren."

"Luka, darah, dan mati sama-sama keren." Filosofi mengangguk kemudian mengangkat bahu.

Purnama mendengus sebal. Anak itu mengambil skateboard-nya yang teronggok di lantai dan kembali melanjutkan latihan bersama Meteor, Zero, Filosofi dan teman-temannya, menyisakan Altezza yang berdiri sendirian di lapangan skate. Anak itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, terlihat santai saat menghentakkan bagian belakang dari papan skate, meng slide kaki depannya ke arah luar dan melompat di waktu yang bersamaan.

Olahraga skateboard memang merupakan olahraga yang bisa dibilang dapat menimbulkan berbagai jenis cedera. Tapi cedera ketika latihan adalah sesuatu yang keren di mata Altezza. Darah dan luka adalah hal yang anak itu suka.

Altezza mengangkat kaosnya sebatas dada, memperlihatkan luka gores di pinggulnya yang memar. Terdapat kabut biru pudar di sekitar lukanya. Luka yang anak itu dapatkan ketika Ergazza menggores pinggulnya dengan pisau buah. Ergazza membencinya dan beberapa kali berniat menghabisi nyawanya. Bahkan ketika tidur, anak itu selalu mengigau sambil bergumam, "mau Altezza. Aku mau bunuh dia."

"Altez-"

Altezza kehilangan konsentrasinya dan terjatuh. Anak itu meringis sambil menekan lukanya. Sesekali terpejam, menahan sakit. Dia mengangkat wajahnya sedikit, melihat ke arah anak cewek yang berdiri santai sambil memeluk papan skate. "Ergh." Altezza berdiri dan berjalan pincang melewati anak itu.

"Tunggu," anak itu menahannya. Altezza mendengus sebal. "Omong-omong, muka kamu pucat. Sepertinya kamu butuh istirahat."

"Tidak apa-apa. Aku hanya sakit kepala." Altezza mengangkat bahu dan menoleh saat merasakan kepalanya seperti di pukul. "Ergh, Luka. Kamu apa-apaan?" dia meraih tangan Luka dan menggenggamnya.

"Aku, gabut."

Altezza memutar mata dan melakukan putaran papan skate menggunakan tumit.

Luka membalas menggenggam tangan Altezza. Keduanya saling menggenggam. Dia meletakkan kakinya di ujung papan dan kaki lainnya di tengah papan. Altezza dan Luka menunduk sedikit, lalu melompat, dan mendarat di ujung papan depan, lutut kedua anak itu menekuk ketika melakukan pendaratan.

Mereka melakukan high five dan tertawa.

"Woi! Ada yang pingsan!"

Teriakan itu mengalihkan perhatian Altezza. Dia mengamati sekitar, mencari sumber suara. Di tengah lapangan skate yang luas, terlihat anak perempuan yang terlentang di salah satu kaki lawannya. Altezza menajamkan tatapannya. Dari luka di bibir dan keningnya yang sobek, sudah dapat dipastikan jika gadis itu pingsan karena dipukul. "Woi!" Gerrald membanting papan skateboard nya dan berlari mendekati adiknya yang jatuh tidak sadarkan diri. Semua orang perlahan mundur, memberikan ruang pada sang leader. Gerrald menepuk pipi Gracia. "Bangun. Cia, bangun."

Gracia tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Wajah pucatnya terlihat pulas di pangkuan sang leader. Gerrald mengangkat wajahnya sedikit, menatap ke arah pelaku pengeroyokan Gracia. "Maksud lo apa, brengsek!"

Ergazza menguap, terlihat tenang. "Aku nggak salah, Kak. Dia aja yang terlalu lemah," anak itu tertawa, dibalas dengan anggukan para teman-temannya. Ergazza memang terkenal sebagai ketua perkumpulan anak nakal di sekolahnya. Dan Gerrald adalah wakil ketuanya.

"Dia adik gue, Erga!" Gerrald emosi. Ekspresi santai diwajah Ergazza berangsur pucat.

"S-serius lo, Kak?" Ergazza mundur selangkah. Bukannya meminta maaf, dia malah menyalahkan temannya yang tidak bersalah. "Ini semua salah lo!"

"Rafa?" Rafael menganga.

"Iya. Harusnya lo bilang ke gue kalau cewek ini adiknya Kak Gerrald." Ergazza menendang anak itu hingga terjungkal. "Sekarang, lo minta maaf ke gue."

"Yang seharusnya minta maaf itu, kamu. Bukan Rafa!"

"Gue nggak salah. Jadi, nggak perlu minta maaf," ada nada tajam dalam suaranya. Rafael tertawa hambar. "Dengar." Ergazza menarik napas dalam-dalam. "Gue nggak akan ngehajar Gracia kalau tau dia adiknya Kak Gerrald."

Filosofi dan teman-temannya yang memperhatikan kejadian itu dari kejauhan hanya bisa menghela napas lelah, tidak paham dengan jalan pikiran Ergazza. Anak itu benar-benar membenci kekalahan. Sementara Altezza memilih melepaskan genggamannya dan meluncur dengan lurus melewati tiang slide. "Dia, cantik."

Altezza menggeleng. Dia menoleh, memfokuskan tatapannya pada Luka yang juga sedang menatapnya. Gadis itu memajukan bibirnya, cemberut. Salah satu sudut bibir Altezza terangkat, tersenyum tipis. "Luka-ku lebih cantik."

"Jejak, awas!" Sebagian skaters menghentikan latihannya dan berteriak. Altezza mengangkat satu alisnya. Karena tidak melihat ke depan, sesuai dugaan, Altezza menabrak tiang slide, kehilangan keseimbangan dan terjatuh, terguling beberapa kali dan mendarat di tiang slide berikutnya. Zero dan teman-temannya berlari mendekati anak itu. Altezza meringis tertahan.

"Kamu berdarah."

"Itu keren." Filosofi dan Purnama kompak mengangkat bahu, kemudian menggeleng. "Nggak. Mati lebih keren."

Meteor memukul kepala Filosofi dan Purnama dengan kepalan tangan. Anak itu memutar mata. "Ezz, ayo berdiri," dia mengulurkan tangan.

Altezza menggeleng dan berdiri sendiri. Dia berjalan pincang melewati Meteor dan menghentikan langkahnya setelah sampai di hadapan Luka. Anak itu mengerutkan kening, melihat setetes air jatuh melewati pipi. "Jangan nangis," Altezza menyentuh mata Luka dan mengusapnya pelan. "Cengeng."

"Biarin cengeng juga!" Luka menepis tangannya dan berbalik badan memunggungi Altezza. Tanpa gadis itu sadari, Altezza saat ini sedang menahan pusing. Luka menggigit bibirnya saat merasakan sebuah tangan menyentuh pinggangnya. Altezza memeluknya dari belakang. Anak itu mengeratkan pelukannya dan membenamkan wajahnya di perpotongan leher Luka sambil bergumam, "nggak boleh nangis. Nanti aku sedih."

TBC.
950 word.

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 81.9K 44
Jangan jadi pembaca gelap! Seorang santriwati yang terkenal nakal dan bar-barnya ternyata di jodohkan dengan seorang Gus yang suka menghukumya. Gus g...
1.4M 136K 36
[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Jika KITA begitu kelabu. Apakah bisa menjadi satu?" -Miserable 2 21/05/20 Note : Disarankan baca Miserable 1 dulu, biar pa...
5.5M 107K 11
[SUDAH TERBIT!] Denovano Dirta Derova adalah siswa SMA yang banyak kita temui di sekolah-sekolah lain. Badboy? Most-Wanted? Cool? Tampan? Karisma ya...
Lintang By cell.

Teen Fiction

20K 3.3K 10
"Ra, nasi goreng Pak Mamat, gas?" "Samper sambil bawain cimory squeeze." "On my wa-" "Coklat sama lays rumput laut juga ya hehe." "NGGA JADI, RA. PAK...