Jari jemari lentik milik Adelaide bergerak untuk memindai seluruh judul buku yang berada di hadapannya. Sembari melangkahkan kedua kaki jenjangnya secara perlahan, wanita itu menimbang – nimbang, buku apa yang akan dibawanya ke kamar dan dibacanya untuk hari ini.
Adelaide terus melangkah dan melangkah hingga akhirnya kedua netra emeraldnya bertemu dengan sebuah buku yang sedikit menarik perhatiannya. Sebuah buku taktik perang yang terlihat sudah sangat usang dibandingkan berbagai macam buku yang menghimpit buku bersampul merah darah itu
Adelaide menghentikan langkahnya dan berniat untuk menarik buku itu, namun disaat yang bersamaan, Adelaide merasa ada sesuatu yang juga menarik buku itu. Tarikan itu lumayan kuat hingga Adelaide dengan spontanitas melepaskan buku itu
"Adelaide?"
Deg.
Jantung Adelaide berpacu dengan cepat ketika ia melihat sosok pria yang berada di balik rak buku di hadapan Adelaide itu.
"Prince William..." ucap Adelaide lirih ketika ia melihat wajah William, kekasihnya, terlihat begitu mengenaskan dengan bekas – bekas membiru yang masih terpampang begitu jelas, padahal, kejadian yang na'as itu terjadi satu minggu yang lalu
"Kau baik – baik saja?" tanya William sedikit ragu ketika ia melihat tatapan Adelaide
"Ya... aku baik – baik saja, Prince. Apa kau baik – baik saja?" tanya Adelaide sembari memperhatikan bekas – bekas biru di wajah tampan William yang berasal dari tendangan kaki serta pukulan tangan suami Adelaide sendiri
"Aku baik. Aku sudah terbiasa seperti ini" ucap William sembari mencoba untuk tertawa renyah
Niat hati ingin mencairkan suasana dengan tawanya, namun William merasa suasana diantara dirinya dan Adelaide semakin mencekam. William tertawa renyah dan Adelaide hanya menatapnya dengan tatapan datar namun sedikit mengasihani, senyum indah yang biasanya menghiasi wajah wanita itu kini menghilang
"His majesty sudah mengetahui semuanya, sekarang, sudah tidak ada lagi alasan bagi kita untuk melanjutkan hubungan terlarang ini" ucap Adelaide ketika William sudah menghentikan tawa renyahnya
Sebuah kerutan sempat menghiasi dahi William, pria itu menatap Adelaide dengan tatapan sedikit frustasi, namun ketika pria itu menemukan binar – binar keteguhan di kedua netra emerald Adelaide, pria itu lantas menghela nafasnya
Raut wajahnya yang sedari tadi sempat bersinar kini kembali mengelabu. Pria itu, William, menarik sebuah senyuman simpul di wajahnya yang terlihat sangat tersiksa itu
"Ya... sepertinya, hubungan kita memang harus berhenti disini" ucap William penuh pengertian
William yang saat ini berada di hadapan Adelaide terlihat begitu berbeda dengan William yang selalu memberontak ketika Adelaide menolak perasaannya.
"Terimakasih karena sudah mau memahamiku" ucap Adelaide ketika akhirya ia bisa bebas dari William
"Seharusnya aku yang berterimakasih karena kau sudah membiarkanku untuk sempat memiliki wanita terindah diantara banyak wanita di kerajaan ini" ucap William dengan senyum lembut yang terpatri di wajahnya
Adelaide menggigit lidahnya yang terasa kelu. Wanita itu tak tau ingin mengucapkan apa lagi kepada pria yang kini tengah menatapnya dengan tatapan sendu
"Kau benar – benar ingin meninggalkanku? Kita akan tetap berteman, kan?" tanya Adelaide lamat – lamat sembari menatap kedua netra biru milik William
Deg. Deg. Deg.
Jantung Adelaide berpacu dengan cepat ketika ia melihat tangan kekar William bergerak mengarah ke wajahnya. Tubuh wanita itu yang dibalut dengan gaun berwarna biru tua nampak sedikit menegang ketika ia merasakan tangan kekar milik mantan kekasihnya itu bergerak mengelus sisi wajahnya
"Kau tau aku tak akan bisa meninggalkanmu Adelaide. Kita akan tetap berteman selamanya. Aku akan selalu ada di sisimu jika kau membutuhkanku" ucap William sembari menarik sebuah senyuman sendu di wajah tampannya
Setelah mengucapkan kalimat itu, William menarik tangan kekarnya dari wajah Adelaide yang selama ini selalu menghantui mimpi - mimpinya. William menegakkan tubuhnya dan mengepalkan kedua tangannya kuat – kuat.
"Semoga kau bisa menemukan cintamu, Your majesty"
Adelaide tak bodoh, ia tau jika William terluka ketika bibirnya mengucapkan kalimat itu.
"Kau juga. Princess Euvhania adalah gadis yang baik hati, semoga kalian bisa hidup dengan bahagia"
Ada sedikit rasa sesak mengisi relung hati William ketika ia melihat Adelaide bersikap biasa saja dengan perpisahan mereka. Apa William tidak memberikan cukup banyak cinta untuk wanita itu selama ini? Kenapa sampai mereka berpisahpun, William merasa jika dirinya tak akan pernah bisa memiliki Adelaide seutuhnya, barang sedetikpun.
"Kalau begitu, saya pamit undur diri, Your majesty" ucap William formal sembari membungkukkan tubuhnya
Adelaide hanya bisa mengganggukkan kepalanya dengan kaku, ia tau, hubungannya dengan William tak akan bisa sedekat dulu lagi setelah ini. Kedua netra emerald Adelaide menatap kepergian William dengan tatapan yang sulit diartikan
Ada sedikit rasa sesak di dalam hati Adelaide karena pria yang pernah mengisi hari – harinya kni sudah meninggalkannya, Adelaide sudah terlanjur terbiasa dengan perhatian – perhatian yang berasal dari pria itu. Namun, apa boleh buat, ini semua sudah menjadi konsekuensi dari tindakan gila pria itu
Hah.
Adelaide menghela nafasnya, mencoba untuk mengeluarkan semua kesesakan yang tadi sempat mengisi dadanya. Hal ini memang sudah seharusnya terjadi dan Adelaide tak menyesali apapun. Adelaide malah sedikit bersyukur karena pernah mendapatkan perhatian intens dari lawan jenisnya
Sekarang, Adelaide bisa kembali fokus dengan tujuan utamanya. Ah... tidak – tidak, tujuan utama ayahnya yang dimandatkan kepada Adelaide sebagai anak tunggal pria tak berperasaan itu
"Selamat siang, Your majesty"
Adelaide sedikit tersentak ketika ia mendengar suara pelayan memanggil dirinya. Wanita itu bahkan menatap pelayan yang entah sejak kapan berdiri di dekatnya dengan tatapan sedikit horror
"Ya. Ada apa?" tanya Adelaide dengan nada lembutnya, seperti biasa
"His majesty sedang menunggu anda di dalam ruang kerjanya, His majesty meminta anda untuk datang secepatnya, Your majesty" ucap pelayan itu dengan kepalanya yang masih setia menunduk menatap lantai perpusatakaan istana
"Baiklah, aku akan kesana" jawab Adelaide sembari menarik senyuman tipis, walaupun sebenarnya, Adelaide merasa sedikit binggung dengan alasan kenapa dirinya dipanggil oleh Alexander setelah pria itu mengabaikannya selama 1 minggu penuh
Karena tak ingin membuat suaminya itu menunggu lebih lama lagi, Adelaide lantas langsung melangkahkan kedua kakinya menuju ke ruang kerja milik suaminya. Sepanjang di perjalanan menuju ke ruang kerja milik suaminya itu, Adelaide selalu memberikan senyuman manisnya kepada para pelayan yang menyapanya
Sepertinya, kejadian yang terjadi satu minggu yang lalu tak membuat persepsi para pelayan itu mengenai Adelaide berubah. Semuanya masih sama dan Adelaide merasa sangat bersyukur, terutama pada Alexander yang memilih untuk tak memberitahukan tentang perselingkuhan Adelaide dan William pada seluruh tamu yang ada pada saat itu
"Silahkan masuk, Your majesty. His majesty telah menunggu anda sedari tadi" ucap seorang pengawal yang sedang berjaga di depan pintu ruang kerja milik Alexander
"Terimakasih" ucap Adelaide ketika pintu ruang kerja milik Alexander dibukakan oleh pengawal itu
Deg. Deg. Deg.
Jantung Adelaide menggila ketika wanita itu melangkahkan kedua kaki jenjangnya memasuki ruang kerja milik Alexander. Adelaide tau, suaminya itu pasti menyadari kedatangannya, namun suaminya itu tetap menyibukkan dirinya dengan kertas – kertas yang ada di atas meja kerjanya. Dengan gerakan sangat pelan, Adelaide menutup pintu kerja Alexander, ia tak ingin mengganggu Alexander yang terlihat begitu berkonsentrasi dengan pekerjaannya.
Alexander masih terus membisu dan hal itu membuat Adelaide memutuskan untuk berdiri tepat di depan meja kerja pria itu dan menatap pria itu yang masih saja mengabaikannya.
Meski kedua tungkai kakinya terasa pegal karena terus berdiri, hal itu tak lantas membuat Adelaide membuka mulutnya dan memanggil suaminya itu. Bagaimanapun juga, rasa pegal di kedua tungkai kaki milik Adelaide tak akan pernah sebanding dengan tugas kerajaan yang diemban oleh suaminya itu
Adelaide menggigit bibir bawahnya ketika ia bisa melihat langit dari jendela kerja milik Alexander yang kini sudah berwarna jingga. Itu artinya, Adelaide sudah berdiri kaku dari siang hingga sore hari. Kedua kaki jenjang Adelaide juga sudah mulai bergetar
"Duduk" ucap Alexander tanpa mengahlihkan tatapannya dari kertas – kertas yang berserakan di atas meja kerjanya
"Baik, Your majesty" ucap Adelaide patuh sembari melangkahkan kedua kakinya yang sudah sedikit bergetar ke arah kursi yang ada di ruangan Alexander
Diam – diam, Adelaide menghela nafas lega ketika ia bisa menghempaskan bokongnya di atas kursi itu. Ingin rasanya saat ini Adelaide mengangkat gaunnya yang menyentuh lantai itu dan memijit kakinya yang terasa berdenyut – denyut, namun Adelaide sadar, hal itu tak sopan
"Kuharap, kau mau memaafkanku, Adelaide. Kejadian itu terjadi diluar akal sehatku" ucap Alexander sembari membuka percakapan diantara dirinya dan Adelaide
"Aku akan selalu memaafkan Your majesty" ucap Adelaide dengan senyuman tipis yang sudah menghiasi wajahnya
Ada sedikit rasa resah melingkupi hati Alexander ketika ia mendengar ucapan Adelaide. Istrinya itu memang benar – benar berbeda dengan wanita pada umumnya dan hal itulah yang membuat Alexander kesulitan untuk menebak jalan pikiran wanita itu
"Aku tak pernah melarangmu untuk berselingkuh"
Deg.
Punggung Adelaide menegak kaku ketika ia mendengar ucapan Alexander itu. Kalimat itu tak pernah diharapkan oleh Adelaide keluar dari mulut suaminya sendiri.
"Karena aku juga berselingkuh, maka kau juga bisa berselingkuh. Aku tau, kau juga membutuhkan perhatian dari seorang pria yang mencintaimu. Aku tak ingin menjadi suami yang egois"
Tanpa sadar, Adelaide menggigit bibir bawahnya, kedua tangannya sudah meremas sisi – sisi gaun biru tua yang sedang dikenakannya. Hatinya menyesak ketika ia mendengarkan kalimat lainnya yang baru saja keluar dari mulut suaminya
"Jika suatu saat nanti kau kembali berselingkuh, jangan pernah melakukan kontak fisik, aku tak ingin kau dikotori oleh siapapun, bagaimanapun juga, kau adalah seorang ratu. Aku tak ingin ada anak haram di pernikahan ini" ucap Alexander sembari menatap sendu Adelaide yang sedang mengahlihkan pandangannya dari wajah Alexander
"Dan..."
Alexander sengaja menggantungkan kalimatnya, ia menunggu Adelaide menatapnya dan benar saja, istrinya itu dengan enggan bergerak untuk menatap Alexander
"Jika suatu saat nanti kau berselingkuh, tolong jangan pernah biarkan aku mengetahui siapa pria itu"