Five or Nothing (Yeri x 99l N...

By starofmilkyway

211K 44.6K 17.5K

Punya temen seperkoncoan kayak Mark, Lucas, Xiaojun dan Hendery itu gak seindah seperti yang orang-orang kata... More

Prolog: Pancabintang
Aud dan Empat Begundal
Mr. Can-Do-It-All dan Tetangga Tiga Rumah
Si Musisi dan Ikon Baru Sekolah
Kuda Tomplok dan Warjok
Kapten Basket dan Teman Berjuang
Saatnya bersinar
Bukan Anak Indie
Ada Yang Baru
Menolak Tawaran
Lomba Esai
Kehidupan Normal
Dasar Netizen
Pasca UAS dan Liburan
Kembalinya Yerikha
Almost Paradise
Kado
Yanuar
Turnamen
Akhirnya!
Dipanggil Terus
Her Top Secret
Brother
Trio Sedang Rapuh
Vila Aheng - BYUURR
Vila Aheng - Terkuak
Vila Aheng - Keluhan Batin
"Pernah, Gak?" - Mark
The Lontong Sayur Guy
Salah Satu Alasan Kembali
Habis Makan Nyamuk
Kesal Tanpa Alasan
Kepikiran
Yang Sebenarnya Cemburu
Bukan Berantem
"Pernah gak?" - Dejun
Tapi Baikan
Lucas Labil
Di Ruang BK
Deadpool dan Chris Evans
Saya Tertarik
Yang Mana?
Butuhnya Satu Hendri
Huru-hara Lomba Tari Saman
First Love Atau Bukan?
"Pernah gak?" - Lucas
Keputusan Untuk Sebuah Pilihan
"Update Barengan Yuk"
Curhat Bersama Leon
Gak Normal
Semuanya Dekat
Pelik Yang Ini, Pelik Yang Itu
Garis Terdepan
Satu Lagi Pemendam Perasaan
Study Tour
SKJ (Studytour Kagak Jelas)
Agit dan Perubahan
Rasanya Ada Yang Kurang
Salah
Menerka-Nerka
If I Bleed, You'll Be The Last To Know
"Pernah gak?" - Hendri
Little Chit-Chat
Bu Lala dan Pak Lili
5/5
Two Sides
Boys Corner
"I'm Sorry."
Karena Bakiak, Jatuh Cinta
Onederful Fest
It Is Pancabintang!
Another Liar
How A Wallflower Has Turned Into A Lion
The Elephant In The Room Between The Two of Us
Si Pengamat dan Pendengar
Everything Has Changed
Should He Regret It?
Nosebleed
Memperbaiki dan Memulai Kembali
Penghujung SMA
Epilog: Five Or Nothing
The Fifth Season

Pertemuan Singkat

2.3K 537 157
By starofmilkyway

Yeri gak bohong kalau dia merasa deg-degan setengah mati saat berpapasan dengan Hendri sebelum masuk ke kelas pagi ini. Entah mengapa rasanya seperti sudah satu dekade dirinya gak punya sosok Hendri di hidupnya. Rasanya semua jadi canggung buat dirinya.

Dengan semua keberanian yang Yeri punya, dirinya mencoba menyapa Hendri yang gak sengaja melihat matanya di sana.

"Hey," sapa Yeri seraya mendekat ke Hendri dan berjalan bersisian ke kelas.

Sapaan tersebut dibalas dengan senyuman oleh Hendri.

Kenapa ya kok Yeri rasanya takut. Rasanya sungkan. Entah kenapa atmosfir antara dirinya dengan Hendri terasa seperti dengan orang asing.

"Kemana aja? Kok jarang keliatan?" tanya Yeri hati-hati walaupun sungkan.

"Sibuk."

Yeri sama sekali gak puas sama jawaban Hendri. Sama sekali bukan itu kata yang ingin Yeri dengar dari mulut sahabatnya itu. Yeri mau jawaban lebih dari sekedar satu kata itu. Yeri butuh jawaban yang sebenarnya.

Dirinya kemudian memutar otak untuk menanyakan kabar Hendri lebih lanjut. Mau bertanya hal apa yang membuat Hendri merasa sibuk sampai-sampai gak keep up sama Pancabintang.

"Lo ke—"

KKRRRIIIINNNGGGGG

Bel masuk berbunyi keras, memotong ucapan Yeri yang sudah susah payah Yeri rangkai di benaknya dengan segenap keberanian yang Yeri miliki.

"Duluan ya," ujar Hendri kemudian bergegas masuk ke kelasnya.

Yeri memandangi punggung Hendri yang kian lama kian menjauh, menatapnya dengan perasaan campur aduk. Yeri berdecak sebelum akhirnya dirinya masuk ke kelasnya sendiri.

"Ck, lo tuh anggep kita semua sahabat gak sih?!"

●●●●●

Esok harinya Yeri ada les. Ketika pulang sekolah, dirinya dan Jelita sedang membereskan tas mereka, Chaca yang sudah duluan keluar kelas menghampiri mereka berdua di kelas.

"Kalian Inten ya hari ini?" tanya Chaca menghampiri mereka berdua.

"Iya nih,"

"Oke deh, semangat!" ucap Chaca. "Lo berdua berangkat bareng?"

Yeri menjawab. "Mana mungkin. Tata pasti sama Ode."

"Oh, lo sama dia pasti janjian jadwalnya buat bucin ya," respons Chaca seraya tertawa.

Jelita nyengir. "Selalu ada jalan buat bucin walau beda jurusan dong." guraunya.

Chaca ketawa. "Lo naik apaan Yer?"

"Gojek paling," jawab Yeri. Mau jawab 'bareng Aheng' tapi anaknya kemana juga gak tahu.

"Gak bareng Hendri? Biasanya kan gitu," ucap Jelita.

"Hendri aja gak masuk hari ini," sahut Chaca yang sekelas sama Hendri itu. "Kenapa dia gak masuk Yer? Gak ada yang tahu tadi dia kenapa, jadi ditulis absen,"

Yeri bingung. "Hah... bahkan gue gak tahu dia gak masuk...."

Chaca tersentak. "Anjir lo serius? Lo sama dia masih gak komunikasi?!!!"

"Jangankan ke gue Cha, ke Pancabintang yang lain juga," balas Yeri.

Jelita pun ikut khawatir lantaran dia sama Dejun juga akhir-akhir ini pernah membicarakan perubahan sikap Hendri. "Ih Yer gue jadi takut dia kenapa-napa. Ini udah hampir 3 minggu dia kayak gitu loh?"

"Lo takut apalagi gue, Ta." kata Yeri. "Tapi gue kayak gak pernah punya kesempatan buat ngobrol sama dia, sekalipun punya guenya takut gitu soalnya dia gak banyak omong."

"Sumpah ya Hendri, dia jadi diem tuh bukannya bikin tenang, tapi malah bikin panik." kata Chaca.




















Yeri sedang fokus menyimak materi yang diajarkan guru lesnya di depan. Dirinya hari ini duduk di belakang karena tadi menunggu driver-nya lama.

Fokus Yeri harus terdistraksi begitu dirinya merasa kursi di sebelahnya ada yang mendudukinya di tengah kelas yang sedang berjalan.

"Maaf Pak telat," ujar laki-laki yang baru saja duduk di sebelah Yeri.

Yeri yang tak asing dengan suaranya, lantas langsung menoleh ke orang di sampingnya.

"Aheng?" ucap Yeri kaget begitu melihat Hendri-lah yang baru saja duduk di kursi sebelahnya.

"Salsa." balas Hendri seraya tersenyum.

Yeri menahan napasnya beberapa detik karena presensi Hendri yang kali ini terasa 'dekat' begitu Yeri mendengar nama belakangnya yang disebut dari mulut Hendri—hal yang paling 'Hendri' buat Yeri karena cuma Hendri di hidupnya yang memanggil nama belakangnya itu.

"Kok lo pake seragam? Bukannya tadi lo gak masuk?" tanya Yeri yang melihat Hendri mengenakan seragam sekolahnya.

"Oh—" Hendri pun tampak baru sadar dia pakai seragam. "Tadi emang mau berangkat terus gue ketiduran, makanya gak masuk. Hehe."

"Mata lo merah gitu," kata Yeri refleks mengangkat poni yang menutupi mata Hendri dari samping.

"Iya ini baru bangun, kan tadi ketiduran. Makanya gue telat," jawab Hendri.

"Kok bisa ketiduran? Emangnya semalem gak tidur?"

"Enggak, gue nge-Dota semaleman." jawab Hendri cepat. "No more question, perhatiin Pak Bambang."

"... okay,"

Keduanya kemudian lanjut menyimak materi yang diajarkan di lesnya. Tentu saja dengan Yeri yang juga beberapa kali membantu Hendri lantaran Yeri dengar akhir-akhir ini Hendri jarang masuk sekolah karena 'sibuk', katanya.

Hingga pukul 8 malam kelas selesai, Hendri pun masih sempat-sempatnya bertanya seputar materi ke guru lesnya yang masih ada di sana. Entah ya rasanya campur aduk buat Yeri. Jarang-jarang dia melihat Hendri serius belajar makanya dia terkesima dikit melihat Hendri mau belajar. Tapi tetap saja, masih ada hal yang janggal.

"Makasih ya Pak," kata Hendri ke guru lesnya ketika sudah selesai konsul.

Hendri kemudian berjalan ke kursinya dan merapikan peralatannya untuk dimasukkan ke dalam tas. Hendri melirik Yeri yang sedari tadi melihat dirinya.

"Kenapa ngeliatin terus?" tanya Hendri yang sibuk membenahi tasnya.

"Jarang-jarang liat lo belajar abisnya...." jawab Yeri yang sudah rapi dan bersiap untuk pulang.

Hendri tersenyum tipis mendengarnya. Gak salah kok Yeri bilang begitu.

Karena merasa gak ada yang perlu dibahas lagi, Yeri berdiri dan bersiap untuk pulang dengan membuka aplikasi ojek online. Namun niatnya untuk pulang ia urungkan begitu mendengar Hendri buka suara lagi.

"Temenin gue ngopi yuk," kata Hendri.

Tanpa berpikir panjang Yeri gak menolak. Dia mau. Dia mau menghabiskan waktu sama Hendri. Dia kangen Hendri.





















Hendri menyesap kopinya di atas kursi suatu kafe yang sedang dirinya singgahi bersama Yeri malam itu. Yeri dengan segelas cokelatnya duduk berhadapan dengan Hendri seraya menatap pemuda dengan segelas americanonya itu.

"Kenapa sih ngeliatin gue banget?"

"Kok bisa sih suka kopi?" tanya Yeri yang memang sejak tadi memperhatikan Hendri yang dengan mudahnya menyesap kopi.

Hendri tersenyum. "Entah, kalo gak ada kopi gue malah lemes."

"Gue kalo minum kopi cuma bisa yang dipakein susu gitu bukan yang asli kopi kayak lo gini. Pernah sekali minum kopi pahit gitu, langsung muntah dan hilang selera makan berhari-hari." curhat Yeri.

"Jangan minum kopi lagi kalo gitu," kata Hendri.

Hendri kemudian membuka ponselnya dan memperhatikan layarnya dengan seksama. Sedangkan Yeri di sana berpikir harus mengobroli hal apa lagi yang seenggaknya gak bikin canggung. Karena sejak berangkat hingga setengah jam duduk di sini, baru obrolan mengenai kopi yang terjadi di antara mereka lantaran Hendri yang gak berbicara apa-apa lagi sejak keluar dari kelas tempat les tadi.

Setelah bermenit-menit berlalu, Hendri mengunci ponselnya dan setengah membanting benda itu ke meja, dirinya menutup layar ponselnya dan hanya melihatkan belakang ponselnya di atas meja itu. Laki-laki itu menatap meja sembari menghela napas berat.

Hendri kemudian mengambil sebuah kotak dari sakunya dah mengambil satu batang nikotin yang berada di dalamnya. Dirinya mengambil pemantik yang ia keluarkan bersama bungkus rokoknya itu. Hendri menyalakan koreknya kemudian membakar sebatang rokok yang sudah ia sematkan di antara kedua bibirnya.

Yeri yang sedang berpikir harus terkejut begitu menyaksikan hal yang Hendri lakukan di hadapannya. Yeri gak pernah tahu kalau Hendri perokok.

Yeri mau bertanya lebih lanjut, tapi gak berani karena lagi-lagi tekanan di antara dirinya dan Hendri terasa asing dan canggung. Makanya dia hanya diam saja dan lanjut menghabiskan cokelatnya di sana.

Selanjutnya pun gak banyak obrolan, bahkan hampir sama sekali gak ada. Tapi buat Yeri, seenggaknya dia masih bisa melihat raga Hendri walaupun jiwanya entah kemana.
























"Makasih tumpangannya," kata Yeri begitu turun dari motor Hendri.

Hendri tersenyum seraya mengangguk. Laki-laki itu masih memandangi perempuan yang sedang berdiri di samping motornya itu. Entah apa yang perempuan itu tunggu untuk berdiri berlama-lama di sana dan tak kunjung masuk ke rumahnya. Namun Hendri juga tak mau protes.

Hendri perlahan menyematkan poni Yeri yang berterbangan diterpa angin malam ke telinga perempuan itu. Sorot mata yang nanar tampak jelas terpampang di mata laki-laki itu ketika menatap mata perempuan kecil di dekatnya.

Yeri kemudian mengambil tangan Hendri yang barusan memegang poninya, meraih tangan Hendri dengan kedua tangan miliknya.

"Aheng...," lirih Yeri seraya menggenggam tangan Hendri. "Kalo butuh sesuatu, cerita sama gue, oke?"

Hendri diam. Dia masih memandngi wajah Yeri yang sedang memegang tangan kirinya.

"Ada Lucas, ada Mark dan ada Ode juga." tambah Yeri.

Hendri tersenyum menanggapi ucapan sahabatnya itu. Dirinya mengangguk perlahan setelahnya. Tangannya kemudian melepaskan genggaman tangan Yeri dan ia letakkan di atas kepala Yeri seraya tersenyum.

"Thank you," kata Hendri.

Hendri kemudian menyalakan mesin motornya dan melaju menjauh dari rumah Yeri.

Tadinya, Yeri berharap kalau pertemuan singkatnya malam itu adalah pertanda kembalinya Hendri ke dirinya dan lainnya. Namun ternyata Yeri salah besar. Karena Hendri justru kembali menghilang selama seminggu penuh kedepannya.

●●●●●

Yeri mengambil hoodie miliknya yang ia gantung di kamarnya. Malam ini cuaca terasa dingin, hujan deras telah berlalu menyisakan rintiknya saja yang mengguyur komplek perumahannya malam itu.

Yeri keluar rumahnya, niat berjalan ke minimarket depan kompleknya untuk membeli sesuatu. Begitu di jalan, sebuah motor yang melaju dari belakang berhenti di sampingnya.

"Mim," sapa pengemudi motor itu.

"Eh, Markonang," sapa Yeri balik ke Mark.

"Mau kemana lu?" tanya Mark.

"Mau ke Indomaret nih pengen jajan," jawab Yeri.

"Jajan apa?"

"Gue lagi pengen es krim sih," kata Yeri.

Dahi Mark langsung berkerut kemudian tertawa pelan. "Dingin-dingin gini lu makan es krim? Yang bener aja?"

Yeri ikut tertawa. "Iya juga ya? Kenapa pula gue bm es krim?" balas Yeri sama bingungnya.

Mark tertawa. "Hahahaha, sama gua yuk sini. Gua mau makan sekoteng deket perempatan sana. Mendingan kan tuh anget-anget pas lagi dingin,"

"Wah... gimana ya Nang...."

"Gua bayarin,"

"Nah." kata Yeri seraya nyengir lalu naik ke motor Mark yang disambut tawa Mark.

"Hahahaha. Lagian kebiasaan banget lu mah dingin-dingin makan es mulu," kata Mark sambil melajukan motornya.

"Iya ya anjir kok bm gue suka gak tahu situasi gitu," kata Yeri sama bingungnya.

Tempat makan sekoteng itu gak begitu jauh dari rumah mereka. Sekitar 2 kilometer jauhnya. Dan sekotengnya juga terkenal enak. Makanya malam ini pengunjungnya juga ramai. Untung Mark dan Yeri masih kebagian tempat duduk.

Lagi asik makan sekoteng, tiba-tiba hujan kembali deras. Untung mereka berdua sama-sama pakai jaket dan hoodie, ditambah hangatnya sekoteng yang sedang mereka santap, jadi derasnya hujan malam itu rasanya agak nikmat.

"Mim, I want to ask you something," kata Mark.

"Apa tuh?"

"Have you seen Hendri around? I've never seen him for like... more than 2 weeks I guess?" kata Mark sambil menyantap sekotengnya. "I came to his house this evening to give him cookies that my mom made, but he was not home. Only his parents and their housemaid."

Yeri sejenak berhenti mengunyah mendengar nama seseorang yang tak ia temui seminggu lebih semenjak terakhir mereka pergi ke kafe itu.

Yeri menggeleng. "Enggak juga, Nang. Gue terakhir ketemu pas Selasa lalu di Inten terus dia ngajak gue ngopi, abis itu dia ilang." jawab Yeri. "Gak masuk sekolah juga, absen sampe seminggu."

"Really???!!!"

"Yep,"

"What happened to him? I'm worried actually," kata Mark. "Honestly I've been worried about him since the next day after our study tour program, since he never picked up my calls."

"Iya, sama. Gue sama Ode juga udah ngomongin dia berkali-kali kok dia bener-bener berubah dan ngilang gitu. Lucas juga ngerasa sama." balas Yeri. "Ini baru aja sama lo gara-gara kita baru sempet ngobrol kan, lo sibuk banget abisnya."

"Sorry ya baru bisa catch up, untung kita makan sekoteng malam ini jadi bisa bahas,"

"Ih ngapain sori-sori, gue paham kok lo sibuk banget. Don't push yourself," ujar Yeri seraya menepuk pelan bahu Mark. "Gue awalnya takut dia benci sama gue gara-gara gue buat salah sama dia soalnya dia cuek gitu ke gue. Tapi ternyata emang anaknya yang lagi diem terus sih,"

"Cuek?"

"Iya gitu. Kayak biasanya dia tuh—" Yeri baru mau menceritakan mengenai urusan dia Hendri tapi ia urungkan kembali. "Kayak biasanya dia mau tebengin gue balik, sekarang dia selalu pulang duluan,"

Mark mengangguk paham. Mark menghela napasnya. "You know? Kalo gua gak sibuk gua pasti sekarang sibuk cari tahu dia kemana dan kenapa,"

Yeri mengangkat alisnya begitu Mark berkata demikian.

"It's just... I can't lose him. He's so important to me." kata Mark kemudian menoleh ke Yeri. "Just like you guys, you four really are my bestfriend, my favorite person at the moment."

Yeri tersenyum mendengar how sincere this boy is. "Lucu deh lo ya kalo udah mengungkapkan perasaan gini," katanya seraya mencubit pipi Mark. "Tapi yes, I agree. You guys are my best boys too."

Mark terkekeh kemudian menyuap lagi sekoteng di depannya. "So, you have any plan to find out about what happens to Hendri?" tanya lelaki itu.

"Ya, bakal gue cari tahu sih dia kenapa. Tapi tuh Nang, gue tuh tiap ketemu dia akhir-akhir ini takut. Kayak segan gitu deh,"

Mark yang sudah selesai memakan sekotengnya itu bingung. "Kenapa takut? I thought you're the one who is closest with him?"

Kemudian Yeri menceritakan kejadian minggu lalu dimana di tempat les Hendri bersikap, juga di kafe dimana obrolan mereka tak sampai lima menit itu.

"Oh, I see...." ujar Mark. "Mim, kalo kata gua dia gapapa kalo lu tanya kok. Mungkin emang butuh waktu aja. Toh kalian berdua emang paling deket kan?"

Yeri mendengarkan seraya makan sekotengnya yang sudah di suapan terakhir itu.

"Gua paling sering ngeliat kalian bareng. Gak mungkin Hendri bakal marah ke lu kalo cuma perkara lu tanya keadaan dia kok." kata Mark lagi. "I'm sure he wouldn't mad at you. Lagipula, I feel like he has a—"

Mark menggantung ucapannya. Tak melanjutkannya walaupun Yeri sudah menunggu Mark untuk menyelesaikan kalimatnya.

"He has a?" tanya Yeri bingung.

"Ah, nevermind."

Baru Yeri mau protes karena Mark tak mau melengkapi kalimatnya, namun penjual sekoteng kemudian menghampiri mereka berdua untuk menagih bayaran.

"Misi Dek, ini kami udah mau tutup. Tinggal kalian berdua nih pelanggannya," kata penjual sekoteng.

Mark dan Yeri kemudian mengamati sekitar. Ah, saking keasikan mengobrol sampai tak sadar kalau mereka pengunjung terakhir di sana.

Akhirnya Mark membayar semuanya dan Yeri menunggu Mark selesai membayarnya.

"Mark, masih ujan nih, gimana dong?" kata Yeri begitu Mark sudah selesai membayar dan menghampirinya.

Tak masalah kalau hanya gerimis yang menerpa karena mereka sama-sama pakai jaket dan hoodie. Masalahnya, hujannya deras. Pasti kuyup kalau menerobos hujan.

"Gua ada mantel sih di motor, cuma satu dan itu mantel yang jubah gitu Mim adanya. Jadi yang pake gua, terus nanti lu masuk mantelnya buat nutupin badan lu juga. Mau kayak gitu gak?"

"Ya udah deh anjir daripada gak balik ini udah jam 10, mana besok sekolah."

Mereka berdua pun pulang menempuh hujan deras dengan Mark yang memakai jas hujan dan Yeri yang ditutupi di belakang Mark menggunakan jas hujan yang Mark kenakan. Mau tak mau Yeri harus duduk lebih dekat dengan Mark supaya tertutup jas hujan.

"MAAF YA MIM CUMA SATU JASNYA," seru Mark di tengah derasnya hujan.

"IYAAA GAPAPA SANTAI AJA," kata Yeri sambil tertawa.

Tak ada yang tahu kalau tawa Yeri kala itu adalah bentuk dorongan kepada dirinya supaya usaha move on yang ia lakukan selama ini tidak sia-sia hanya karena satu jas hujan sialan malam itu.













































aku jd yeri gabisa move on dari yg bentuknya kayak gini sih....

Continue Reading

You'll Also Like

344K 45.4K 27
[END] Lee Taeyong, pengidap pyrophobia yang bertemu dengan si penguasa api takdir? Lee Taeyong x Jung Jaehyun ❗Boy x Boy ❗don't like? don't read!
222K 33.3K 60
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
434K 8.2K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
450K 45.6K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...