Ratu Adelaide menatap beberapa pengawal kerajaan yang sedang sibuk berlatih pedang. Adelaide menatap pemandangan itu dengan tatapan kagumnya, mungkin, hal ini salah satu dari sekian keuntungan yang didapat oleh Adelaide karena dirinya merupakan ratu di kerajaan ini. Adelaide tak perlu meminta izin dari siapapun untuk dapat memasuki tempat latihan ini
Pengawal – pengawal kerajaan itu nampaknya tak merasa terusik dengan kedatangan Adelaide. Ah... melihat wanita secantik dan sebaik Adelaide, siapa yang akan merasa terusik?
"Adelaide!"
Adelaide tersentak kaget ketika namanya dipanggil dengan sangat keras. Mata emerald wanita itu yang sedari tadi memandang kagum ke pedang milik para pengawal kerajaan langsung berpindah dengan cepat untuk mencari sumber suara tersebut
"Prince William, seharusnya anda tidak perlu berteriak seperti itu, saya akan tetap mendengar anda" ucap Adelaide ketika ia melihat teman sekaligus adik iparnya tengah melangkah mendekatinya sembari membawa sebilah pedang besar di tangannya
William hanya menyeringai kecil dan mengendikkan bahunya. Tanpa mengatakan apapun, pria itu melangkahkan kakinya menuju ke tempat dimana para pengawal kerajaan tengah berlatih.
Adelaide sedikit merasa tertarik ketika ia melihat William tengah berdiskusi dengan para pengawal kerajaan itu. Sepertinya, William tengah menawarkan sesuatu kepada para pengawal tersebut, Adelaide dapat merasakannya dari wajah para pengawal yang terlihat semakin sumringah
Ah... sudahkah Adelaide mengatakan bahwa William merupakan seorang ksatria yang sangat ditakuti di kerajaan ini? Meskipun kemampuannya masih berada di bawah Alexander, kakaknya, namun kebringasan William di medan perang tak perlu diragukan lagi.
Apalagi selama satu tahun belakangan ini, Alexander sibuk memanjakan wanita simpanannya sehingga seluruh urusan peperangan dilimpahkan kepada William. Tentu saja William menyanggupinya karena pria itu sangat suka dengan berbagai pujian yang diberikan oleh banyak orang setiap kali dirinya memenangkan perang
"Your majesty, kami sedang bertaruh" adu William tiba – tiba sembari berlari – lari kecil ke arah Adelaide
"Bertaruh?" tanya Adelaide yang binggung dengan arah pembicaraan William
"Ya. Kami menjadikanmu bahan taruhan kami"
Deg.
Adelaide tergelak kaget ketika ia mendengar ucapan William. Tanpa bisa dikontrol, wanita itu melangkah satu langkah ke belakang dengan matanya yang sudah menatap William dengan tatapan horror.
Adelaide masih ingat alur cerita salah satu novel vulgar yang baru saja diberikan oleh Maida kepadanya tadi pagi. Di buku itu, diceritakan jika sang pemeran utama wanita dijadikan bahan taruhan, cerita terus bergulir hingga akhirnya wanita itu dikurung di sebuah istana dan harus memuaskan banyak pria hidung belang.
Tidak! Apa Adelaide akan berakhir seperti itu juga?
"Ah... ini bukan seperti apa yang kau pikirkan, Your majesty" ucap William sembari tertawa kecil ketika ia melihat wajah ketakutan dan binggung milik Adelaide
"Lalu, jelaskan apa maksudmu menggunakanku sebagai bahan taruhan, Prince William? Apa kau sudah lupa siapa aku?" tanya Adelaide sembari menatap tajam William.
Well... Adelaide tak akan pernah membiarkan rasa takut dan binggung membutakan dirinya. Bagaimanapun juga, Adelaide adalah seorang ratu, ia memiliki kuasa yang tak terbatas di kerajaan ini.
"Justru karena kau adalah ratu, aku menjadikanmu bahan taruhan!"
Gila!
Adelaide menggelengkan kepalanya tak percaya saat mendengar bagaimana kalimat itu meluncur dengan bebas dari mulut William.
"Jadi seperti ini... Aku dan beberapa pengawal terbaik yang ada disana akan adu kekuatan. Kami membuat kau menjadi bahan taruhan... eumh, maksudku, siapapun yang akan menjadi pemenang di antara kami akan diberikan kesempatan untuk beradu pedang denganmu. Bagaimana, bukankah itu terdengar mengasyikan, Adelaide?" jelas William menggebu – gebu dan penuh semangat, bak seorang anak yang tengah merayu Ibunya untuk membelikan mainan terbaru
Adelaide terdiam untuk beberapa saat. Wanita itu merutuki dirinya sendiri yang sudah berpikir sangat jauh.
Sialan! Adelaide tak tau jika novel fiksi dapat mempengaruhi kewarasannya
"Oh... seharusnya kau mengatakannya dengan jelas, Prince William" ucap Adelaide sembari tersenyum lega
"Jadi bagaimana, Your majesty? Kau mau kan? Kau tak akan mengecewakan mereka 'kan?" ucap William sembari mengode kepada beberapa pengawal yang nampaknya tengah menaruh harapan besar mereka pada William
Adelaide menampilkan senyum terbaiknya kepada para pengawal itu, "Baiklah. Jika diingat – ingat, aku juga sudah lama tidak bermain pedang", ucap Adelaide pada akhirnya
"Kalau begitu, kau duduklah dan tunggu aku menjemputmu. Kau akan bertarung denganku!"
"Kau berbicara seolah – olah kau akan keluar menjadi pemenang, Prince William. Rasa percaya diri yang terlalu tinggi seperti itu akan membunuhmu" ucap Adelaide tenang
Lagi, lagi, William mengabaikan ucapan wanita itu. Dengan langkah ringan, pria yang sudah memakai pakaian latihan itu melangkahkan kakinya untuk menemui para pengawal yang sudah menunggunya.
Adelaide tetap berdiri di tempatnya sembari memegang payung kecil untuk melindungi dirinya. Sebenarnya, Adelaide sangat ingin duduk, namun wanita itu tak melihat tempat duduk disana. Jika Adelaide duduk di atas tanah, gaunnya akan kotor dan pasti, Maida akan memarahinya.
Baiklah, Adelaide akan tetap berdiri!
Dari tempatnya, Adelaide bisa melihat para pengawal itu bersorak kegirangan sembari menatap Adelaide. Sepertinya William sudah memberitahu kesediaan Adelaide. Adelaide membalas para pengawal itu dengan senyum menawan dan sebuah lambaian tangan yang sangat anggun
Dan tak perlu waktu lama, para pengawal itu mulai bertarung dengan nomor sesi yang sudah mereka dapat. Entah kenapa, Adelaide merasa tak bosan atau lelah sedikit pun. Mendengar suara pedang yang beradu serta melihat kilauan pedang – pedang itu dibawah sinar matahari, Adelaide merasa semakin tak sabar untuk menantikan siapa pemenangnya.
Adelaide melihat bagaimana satu persatu pengawal menyingkir dari area pertempuran. Adelaide harap – harap cemas saat ia melihat William melangkah dengan begitu gagahnya ke tengah – tengah area pertempuran itu sembari membawa pedangnya yang terlihat sangat berkilau
Ugh! Adelaide sangat menginginkan pedang itu!
Adelaide meremas kedua tangannya yang masih dibalut sarung tangan satin ketika ia melihat William sudah mulai bertarung dengan pengawal terakhir yang memenangkan pertempuran penyisihan. Suara pedang yang beradu dengan begitu indahnya membuat rasa takjub Adelaide semakin melambung tinggi.
Kletang!
Suara logam keras yang terlempar terdengar begitu nyaring. Semua pengawal yang menonton pertempuran itu menahan nafas mereka ketika melihat William berhasil menodongkan pedangnya tepat ke leher lawannya.
"I win" ucap William sembari tersenyum miring saat kedua mata birunya bertubrukan dengan kedua mata emerald milik Adelaide
Semua pengawal yang ada disana bertepuk tangan dengan riuh ketika mereka melihat William menarik pedangnya dari leher pengawal itu. William berjalan sembari tersenyum miring mendekati Adelaide. Pria itu membiarkan ujung pedangnya menggores area pertarungan yang dilapisi dengan semen kasar itu.
Suara yang ditimbulkan oleh gesekan pedang itu dengan semen kasar tak ada bedanya seperti alunan melodi indah di kedua telinga Adelaide. Suara itu seakan – akan hendak membangunkan sisi Adelaide yang lain, sisi yang selama ini sudah ditekannya selama ia diangkat menjadi Ratu kerajaan ini.
"Your majesty!"
Ucapan nyaring William itu disertai dengan tangan pria itu yang bergerak untuk melempar pedang yang ada di tangannya.
Adelaide yang memang sudah dilatih menjadi seorang Putri yang tangkas oleh ayahnya sendiri, dengan mudahnya menangkap pedang itu.
"Kulihat, Your majesty lebih menggagumi pedang saya daripada wajah saya" ucap William formal yang mengundang gelak tawa dari para pengawal yang ada disana.
Adelaide tak marah dengan ucapan William yang bisa dikategorikan sebagai pelecahan terhadap kaum bangsawan, wanita itu malah ikut tertawa
"Saya sangat menantikan pertarungan kita, Your majesty"