Cerita 65

4.6K 289 0
                                    

Bisa dibilang, hidup Ara itu lurus-lurus saja. Semasa tinggal di bandung dulu, hidup Ara hanya seputar rumah dan sekolah. Bahkan Ara tidak bisa di katakan punya teman dekat sampai masuk dunia smp, lalu bertemu Nadia di masa putih abu-abu. Ara tidak pernah menjalin hubungan istimewa apapun bahkan dengan Dewa yang dimana itu tidak harus ia jelaskan lagi. Hanya Dewa dan Nadia juga Arka tentu saja yang akhirnya berhasil dan selalu mampu membuat Ara keluar dari goa yang ia ciptakan sendiri.

Ara tidak pernah keluar dari zona nyaman-nya, tapi hari ini untuk pertama kali Ara harus. Biasanya saat Ara tau ada orang yang tidak suka padanya, Ara hanya diam. Pura-pura tidak tau selama itu tidak mengganggunya berlebihan. Tapi Mira jelas berbeda

Mira ibunya Andra. suaminya. Mertuanya.

Ara memberanikan diri membeli bahan untuk membuat tiramisu.

Satu-satunya dessert yang bisa Ara buat dengan lancar dan benar, Ara bangun subuh untuk membuat itu lalu pulang balik kampus dan apartemen untuk membawa kue itu ke rumah Mira.

Ara memandang pintu berukir unik di depannya, menimbang ulang apakah keputusannya untuk datang kesini sudah tepat atau perlu di batalkan saja. Kalau Andra tau dia kesini dan sudah berbohong, Andra pasti akan tidak setuju.

Ara memencet bel samping pintu rumah, lalu ART yang sudah Ara kenali menyambutnya dengan senyum ramah.

"Non Ara apa kabar?"

"Baik bi, mama ada?"  bi Ina mempersilahkan Ara masuk kedalam rumah.

"Ada, lagi di belakang ngurus tanaman kesayangan. Mau bibi anter?" Ara menggeleng, menolak halus dan memilih berjalan sendiri setelah bertanya terlebih dahulu letak taman belakangnya. Karna Ara tidak pernah benar-benar tau rumah ini kecuali ruang tamu, ruang makan, dan dapur. Bahkan kamar Andra pun tidak pernah Ara lihat.

Ara baru sadar, bahwa memang tidak ada hal berarti yang benar-benar Ara tau soal Andra

"sore ma?"  Mira menoleh terkejut, lalu kemudian tatapan tidak suka yang sudah sering Ara lihat kembali menyapa.

"Ngapain kamu kesini?" Pertanyaan acuh dari Mira membuat Ara sedikit ragu menjawab, Mira bahkan tidak mau repot-repot melihatnya. Tentu saja. Bunga mahal di depannya lebih menarik di lihat.

"Pengen ketemu mama aja, aku bawa tiramisu buat mama" Mira masih tidak menoleh, Ara susah payah menahan degup jantungnya yang menggila. Ara datang dengan niat baik, ia tentu tidak mau hubungan antara dia dan Mira begini terus. Ara mau mencoba memperbaiki apa yang bisa di perbaiki.

Mungkin

"Beli dimana?"

"Aku buat sendiri ma, gak beli" 

Mira meletakan gunting yang ia pakai memotong bagian daun mati pada tanamannya, menoleh dengan ekspresi datar pada Ara.

"Setelah tingkah kurang ajar kamu?"  Ara sudah mempersiapkan hati untuk segala kalimat sarkas dari Mira

"Aku minta maaf soal itu ma" untuk orang yang punya tingkat keegoisan tinggi, Ara harus ikhlas menekan ego-nya kuat-kuat. Menahan emosi dan menyabarkan hatinya lebih keras lagi.

"Kamu gak begitu kenal Andra, yang kamu tau dia itu dosen kamu. Lalu kenapa kamu begitu mudah mengiyakan saat dia lamar kamu?"  Ara memandang Mira dengan heran, apakah Andra tidak pernah memberitahu keluarganya bagaimana ia menolak Andra berkali-kali sampai Ara sendiri bosan? Apakah Andra tidak pernah memberi tahu bahwa justru dirinya lah yang bersikap terlalu agresif dengan langsung datang ke rumah Riana? dimana Riana menganggap itu tindakan baik? iya memang baik, tapi tidak terencana dan Ara akhirnya tidak ada persiapan lain apalagi setelah melihat Dewa.

Ara merasa tangannya mulai berkeringat "Saya nyesel nyuruh Andra ngajar di kampus itu"  sambung Mira lagi.

"Karna usaha Andra yang buat saya luluh ma" itu jujur, Andra memang cenderung gigih mendekatinya tidak peduli Ara sudah menolak.

"pernikahan kalian bisa dibilang tergesa, Andra gak mau nunggu lama. Saya sempet mikir kamu udah hamil duluan"  Pandangan Mira begitu sinis, seakan jika itu terjadi tetap saja Ara yang salah.

"Kami gak pernah bertindak jauh"  bahkan untuk sekedar pegangan tangan, Ara ingat ia tidak pernah melakukannya sering, bahkan Ara tidak pernah berfikir melakukannya.

"Andra sama Calista pacaran lama, saya sudah berharap kalau Calista yang jadi menantu saya. Karna kami sudah dekat" meski ini terhitung obrolan terlama, tapi tetap saja Ara merasa tidak nyaman. Mungkin karna yang dibahas adalah seperti ini.

"Apa yang mama lihat dari Calista setelah apa yang dia lakukan?" Ara sadar, ia baru saja memancing Mira. Tapi bukan itu maksud Ara. Ia murni penasaran, kenapa Mira begitu ngotot ingin Andra dan Calista bersama padahal Andra sendiri tidak lagi menganggap adanya Calista yang jelas-jelas sudah berkhianat padanya

"Jangan sok tau kamu soal mereka"  nada suara Mira semakin tajam, dingin hingga rasanya Ara akan membeku.

"Dia justru istri potensial bagi Andra. Sayang karna dia keburu dibutakan sama kamu" sambungnya

Sabar ra, please sabar.

"Aku gak mau kita kayak gini terus ma" Mira memicingkan mata

"memang kita kayak gimana? saya gak ngerasa ada hubungan dengan kamu" 

Wow. Sakit tapi tak berdarah

"Kita mungkin bisa coba saling kenal dulu ma. Aku gak mau hubungan kita begini-begini aja. Keluarga kak Andra keluarga aku juga. Gak ada keluarga yang terlihat seperti musuh setiap kali ketemu" Ara akhirnya berhasil menyampaikan tujuannya secara jelas walau terbata.

"kamu manggil anak saya kak?" Ara meringis, lalu tawa sumbang Mira terdengar.

"Gak usah repot-repot, kamu harus tau ya Ara, saya gak akan mau menjalin hubungan apapun dengan orang yang sudah membuat anak saya berubah jadi pembangkang" lalu Mira masuk kedalam, meninggalkan Ara yang masih di kuasai oleh keterkejutannya.

Sakit Ara berkali-kali lipat karna Mira bahkan tidak tertarik dengan kue yang ia bawa.

"Bi?"  Bi Ina yang sedang cuci piring menghampiri Ara masih dengan senyumnya.

"iya non?" Ara sebenarnya tidak nyaman di panggil non, tapi mau bagaimana? Ara tidak enak menegur.

"Ini kue buat bibi aja" Raut wanita tua di depan Ara nampak keheranan

"Bukan buat ibu toh non?" Ara menggeleng, lalu pamit setelah mengusap bahu bi Ina pelan.

Ara merasa goyah, air matanya tumpah tempat setelah kakinya menginjak halaman rumah Andra. Ara memang tidak menyesal telah kemari. Setidaknya Ara tau apa alasan Mira tidak suka padanya.

Sama seperti ayahnya dulu, membenci dan tidak suka pada Ara karna berfikir Dewa jadi pembangkang karenanya. Kenapa Ara dianggap sebagai alasan Andra melanggar aturan Mira. Padahal dia sudah menolak Andra dulu. Apa harus Ara bilang ini pada Andra?

Ara mengangguk di sela-sela langkahnya, ia memang harus bicarakan ini dengan Andra. Tidak perlu ada yang di tutupi. Tapi kenapa terasa berat?

STRUMFREI✓Where stories live. Discover now